4. Pengkhianatan

16 1 0
                                    

Palembang, 20 November 2019

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Palembang, 20 November 2019

Asha berdiri di depan pintu rumah berwarna coklat. Tangannya terangkat khusuk berdoa. "Ya Allah, tolong aku!"

Asha memegang handel pintu, namun diurungkannya karena hatinya gelisah. "Ah ini gila, dia pasti mengamuk nanti. Aku harus bagaimana?"

Asha mengambil dodol dan kue geplak di dalam tasnya, lalu mengangkatnya dengan wajah cengengesan "Hai Maina, aku pulang. Aku bawakan oleh-oleh nih, ada kue kesukaan kamu. Ada dodol juga. Aku baik kan? Perhatian kan?"

Lalu wajahnya berkerut "Ah, tentang projek Moirai" Asha menggaruk lehernya yang tidak gatal dan kembali menunjukkan cengirannya. "Aku udah tanda tanganin projek itu. Itu projek besar loh, dengan Kim Tae Hoon lagi. Tentu saja sebagai seorang Meyna aku gak bisa lewatkan kesempatan ini. Eh tapi kamu gak usah khawatir, aku yang akan pergi gantiin kamu sebagai Nana"

Asha menggelengkan kepalanya, "sepertinya ini gak bener, Maina bisa menamparku kalau cengengesan begitu" Asha merubah posisi, kini dia bersandar pada dinding rumah dengan tangan terlipat di depan dada.

"Itu projek besar yang hanya ada sekali seumur hidup. Gue gak sebodoh lo yang bisa lepas projek gede hanya karena alasan gak mau keluar" Asha merubah posisinya, kini dia menatap tajam pintu rumah. "Lo mikir dong! Ini bukan hanya sekedar tentang projek yang berjudul Moirai, ini tentang Kim Tae Hoon!"

Asha menggeleng lagi. Rasanya masih salah. Tiba-tiba Asha berlutut, tangannya tergenggam erat ke atas, seperti seseorang yang sedang dihukum. "Ini salahku Maina, aku yang bersalah. Aku gak bisa tangan nafsu untuk bertemu Hoon-ie. Kamu boleh hukum aku, kamu boleh marah sama aku, kamu juga boleh kok pukul aku. Tapi jangan pernah salahkan Tae Hoon. Dia gak salah, ini salahku karena terlalu mencintai Tae Hoon"

"Kamu sedang apa?" Maina berdiri di belakang Asha, memandang aneh pada sobatnya itu.

Refleks, Asha berteriak kaget "Astaghfirullah!" dengan tangan yang mengepal seperti seorang petinju. Mata asha terpejam ketakutan lalu perlahan mengintip, Asha bernafas lega setelah melihat Maina lah yang tadi bersuara.

Maina berjalan mendekat, memasukan kunci dan memutar kunci itu. "Kamu ngapain berlutut depan pintu? Pintunya gak bisa dibuka ya?" Pintu coklat itu terbuka lebar tanpa kesulitan apapun "Bisa kok"

"Ah itu, aku lupa bawa kunci jadi aku mencoba buka pakai peniti. Kemana peniti nya tadi, ya? Pasti terjatuh karena kaget" ucap Asha berkilah.

Maina menggeleng lalu melenggang masuk ke dalam.

"Kau habis dari mana?" tanya Asha sembari menggeret koper kecilnya mengikuti Maina.

Maina duduk di meja makan, diletakkannya kantong kresek putih diatas meja. Lalu dikeluarkannya 3 botol air mineral berukuran 1,5 liter.

Asha ikut duduk di meja makan "Kau membeli air? Uh, pasti satunya untukku kan?"

Asha mencoba mengambil satu botol, tapi Maina menggeser botol itu menjauh. "Kenapa harus kuberikan padamu?"

"Ey, ayolah. Aku mengerti" Asha pergi ke arah ruang tengah, mengambil kue dan dodol tadi, lalu kembali ke meja makan "Kau mau inikan? Oleh-oleh terbaik yang selalu kau inginkan. Kue geplak dan dodol"

Mata Maina berbinar, senyumnya begitu cerah. "Terbaik" ucap maina segera menyambar dodol dan kue.

Tapi tak berselang lama, senyum di wajah Maina hilang. Ia meletakkan dodol dan kue ke atas meja. "Bukankah kau punya sesuatu yang harus disampaikan padaku?"

Asha tersenyum kaku. "Menyampaikan sesuatu padamu? Tentang apa?"

Maina berdiri, mengambil sapu di samping kulkas. "Mungkin jika kepalamu ku pukul sedikit, kau akan ingat"

"Ah, ah, projek. Maksudmu tentang projek Moirai kan? Tentu saja ada. Ada berita penting. Letakkan sapunya dan aku jelaskan. Okey?" Ucap Asha ketakutan.

Maina meletakkan sapu itu dan kembali duduk.

"Seperti surel yang dikirimkan oleh Pak Faizal padamu, aku menandatangani kontrak projek Moirai" Ucap Asha hati-hati.

Maina memejamkan matanya mencoba menahan luapan emosi. "Bukankah sudah kubilang untuk menolaknya?"

"Em, iya" Ucap Asha tegas. "Tapi mereka disana terus menerus mendesak ku untuk menerima projek ini. Mereka juga sudah menyiapkan banyak hal untuk projek ini. Para penggemarmu bahkan membuat petisi untuk projek ini. Bahkan Kim Tae Hoon sudah memesan tiket keberangkatan lebih awal dari jadwal konsernya, khusus untuk projek ini. Bagaimana aku bisa menolaknya?"

"Aku tidak peduli dengan Tae Hoon, penerbit, sutradara, investor, atau bahkan penggemar. Aku gak mau. Apapun projek nya, bahkan kalaupun presiden yang meminta pun aku gak mau!" Ucap Maina tegas.

"Terus gimana dong? Aku terdesak, Maina." Ucap Asha membela diri. "Mereka terus memaksaku, aku korban disini. Parahnya, mereka bahkan berkata bahwa aku tidak kenal Kim Tae Hoon. Bagaimana mungkin aku gak kenal Hoon-ie? Itu mustahil".

Maina tersentak "Tadi kau bilang apa? Hoon-ie?"

Asha mengangguk "Iya, Tae Hoon sering disapa Hoon-ie oleh penggemarnya".

"Ah begitu" Ucap Maina tampak berpikir sesaat. "Tapi bagaimana pun juga, seharusnya kau menolak itu, bukankah sudah aku katakan kau boleh menumbalkan ku? Pokoknya batalkan projek itu!"

"Mana bisa begitu?!" Asha melotot pada Maina. "Kita bisa di denda besar tahu"

Maina berdiri balas melotot pada Asha "Gak peduli! Pokoknya batalkan! Kalau projek ini gak batal, berarti kau yang aku pecat!"

"Kau" Asha mengedipkan matanya beberapa kali dengan cepat "kau mengancam ku? Apa tadi? Kau memecat ku? Wah, hebat sekali anda Nana Ivawnia. Oke, pecat saja! Tidak apa, selama projek ini masih tetap bisa berlangsung. Demi Hoon-ie, dipecat bukan masalah".

"Ow, jadi demi Tae Hoon kau rela di pecat?" Tanya Maina.

Asha mengangguk "Ini semua salahku!. Aku bersalah karena terlalu menyukai Kim Tae Hoon. Jika memecat ku bisa menghapus dosaku, tak apa, pecat saja aku. Aku ikhlas"

Maina memijat pelipisnya. "Jadi kau lebih memilih Kim Tae Hoon ketimbang aku?"

"Akan kulakukan apapun untuk Tae Hoon" Ucap Asha.

Maina mengambil sapu yang tadi tidak jadi dia pukul pada kepala Asha. "Jadi kau mengkhianati ku demi Tae Hoon?"

Asha segera berdiri. Hanya meja makan yang memisahkan mereka berdua "Ya, ya, ya. Tenang Maina, aku bisa masuk rumah sakit jika kau memukulku dengan itu"

Maina tersenyum sinis "Mungkin memang kau perlu ke rumah sakit supaya otakmu bisa diperbaiki oleh dokter. Otakmu pasti sudah dicuci oleh Kim Tae Hoon".

"Ya, kenapa kau menyalahkan Tae Hoon. Tae Hoon tidak bersalah! Semua ini salahku" Ucap Asha dengan tangan berdecak pinggang.

Maina melotot tajam. "Kau masih sempat membela Tae Hoon dalam keadaan seperti ini? kemari kau!".

Maina mengejar Asha, entah untuk waktu yang berapa lama.

***

Dapur rumah Maina dan Asha

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dapur rumah Maina dan Asha

Our DistanceWhere stories live. Discover now