1. Oh Masalah

4.7K 128 1
                                    


بسم الله الرحمن الرحيم

~~~~•••~~~~

RHEINA si gadis berwajah Chinese itu pikirannya sedang buyar. Melihat tugas kuliahnya yang kian hari kian menumpuk ditambah lagi dengan pertengkaran kedua orang tuanya yang sampai detik ini belum juga berakhir.

Bukan karena ia gadis pemalas, tapi akibat dari masalah yang menimpa keluarganya menjadi faktor utama. Sehingga pikirannya tidak bisa fokus untuk menyelesaikan tugasnya. Padahal deadline satu bulan lagi. Dan ia baru mengerjakan belum ada separuhnya.

Ia bergegas keluar rumah tanpa berpamitan dengan kedua orang tuanya yang sedang beradu mulut. Entah masalah apa yang membuat Papa dan Mamanya seperti ini. Ia tidak tahu menahu tentang masalah yang menimpa keluarganya terutama orang tuanya. Dan Rheina tidak ingin tahu masalahnya. Yang ia ingin sekarang hanyalah masalah ini cepat selesai tanpa Rheina bercampur tangan.

Hidup ini menjadi penyesalan baginya. Beruntungnya Rheina tidak punya pikiran sama sekali untuk bunuh diri. Meski ini terlalu berat untuk Rheina.

Rheina berjalan menyusuri gelapnya malam. Entah, ia hendak pergi kemana. Ia tidak tahu tujuan. Yang terpenting Rheina bisa me-refresh otaknya walau sejenak. Dan berhentilah ia disebuah cafe sekitar situ.

"Argh...Tuhaan....." Keluhnya sambil meletakkan pantatnya ke bangku kayu jati itu dan memijit kepalanya.

"Rhein?" Sapa salah satu pegawai cafe itu yang kebetulan adalah teman Rheina. Dulunya mereka sahabat dekat waktu sekolah menengah. Tapi persahabatan mereka mulai merenggang karena Rheina harus melanjutkan studynya sedangkan Vebi harus bekerja.

Bukan ada masalah, hanya saja jarak dan kesibukan masing-masing dari mereka yang membuat kedua anak manusia ini jarang berjumpa.

"Mau minum ... Eh kenapa muka ditekuk begitu? Ada masalah? Cerita dong sama gue." Katanya yang sebenarnya ingin menawarkan menu minuman tapi urung setelah melihat wajah Rheina yang kusut itu. Kemudian Vebi duduk di sampingnya.

"Enggak .. Nggak ada apa-apa," jawabnya sambil membuka-buka buku menu yang ada di meja depannya.

"Nggak usah bohong sama gue, Rhein. Lo lagi berantem sama cowok lo?" Tanya Vebi lagi.

"Enggak, gue baik-baik aja, lagi capek aja tugas kuliah gue banyak banget. Penuh tuh meja di kamar gue." Alibinya dan berusaha meyakinkan Vebi bahwa Rheina memang baik-baik saja. Ia tidak mau bercerita kepada siapa pun tentang masalah yang menimpa keluarganya belakangan ini.

"Ini dong gue mau dalgona," lanjut Rheina.

"Serius? Nggak kedinginan?"

"Udah, bikinin aja!!!"

Keras kepala memang. Sebenarnya Rheina ini memang anti makan makanan atau minum minuman dingin. Apalagi malam hari seperti ini. Migrennya langsung kambuh. Tapi karas kepalanya itu dan seperti ingin memadamkan bara api yang dari tadi membakar pikirannya. Ia nekat memesan dalgona coffee dingin yang lagi booming saat-saat ini.

Malam semakin larut. Jam dinding yang tertempel di dinding bata bangunan itu sudah menunjukkan pukul sembilan malam artinya cafe akan tutup tiga puluh menit lagi. Dan Rheina belum juga berkeinginan untuk pulang. Ia masih ingin ditempat itu sampai nanti Mama dan Papanya berhenti adu mulut, alias sudah tertidur.

"Rhein, kok lo masih disini? Nggak dicariin sama bokap nyokap lo?" Kata Vebi setelah menghampiri Rheina.

"Nggak bakal nyari gue, gue masih pengen di sini."

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt