18. Syahadat

577 40 7
                                    

~~~~•••~~~~

LOBI mulai hening. Yang ada hanya suara isak tangis Rheina yang mulai pecah. Tidak menyangka dengan apa yang dilakukan papanya. Bahkan, selama ini Rheina tidak merasakan hal aneh pada papanya. Hanya saja ia pernah melihat pakaian OB yang dikenakan Erik saat itu tergantung dalam mobil. Dan Rheina percaya saja dengan jawaban papanya.

Sedangkan Zahra masih mematung dan belum mengerti sebenarnya apa yang terjadi. Rheina tidak pernah bercerita tentang keadaan keluarganya belakangan ini. Itu artinya Rheina dan keluarganya memang sedang baik-baik saja.

Begitupun Gadzi menatap Rheina dan office boynya bergantian dengan dahi yang masih mengernyit. Dan terus timbul pertanyaan apakah OB itu orang tua temannya?

"Rheinaa...." Erik mulai bersuara dan mendekati putrinya yang tengah berlinangan air mata.

"Maafin papa, Nak..." tambah Erik dengan suara purau sambil membelai rambut Rheina yang tergerai. Rheina menggerakkan kepalanya pelan dan masih menangis.

"Papa....." tidak ada kata lain untuk mengungkapkan rasa kecewa pada papanya yang telah berbohong itu. Rheina berlari begitu saja keluar dari ruangan itu.

Zahra berusaha mengejarnya tapi mobil Rheina sudah melaju. Percuma saja Zahra memanggil Rheina, ia pasti tidak akan mendengar. Ia hanya bisa pasrah semoga Rheina tidak melakukan hal aneh-aneh.

Erik masih mematung menatap pintu lobi. Ia sebenarnya menyesal telah menyembunyikan ini semua. Tapi ia tidak ingin Rheina akan tahu keadaan pahitnya dengan cepat. Tentunya Erik ingin memberitahu ini pada Rheina disaat yang tepat nanti. Tapi Tuhan berkata lain, rahasianya harus terbongkar dengan tiba-tiba.

"Em...sorry, kukira rapat cukupkan sekian, kita bisa lanjutkan besok..." kata Gadzi pada rekan-rekan KCSnya.

"Baiklah, kalau gitu kita pamit, Gadz...Assalamu'alaikum." Kata Robby mewakili ketiga rekannya yang lain.

"Wa'alaikummussalam."

Sepeninggal Robby dan yang lainnya Zahra kembali ke dalam lobi mendapati dua orang laki-laki yang saling diam. Erik terlihat cemas dengan Rheina yang pergi begitu saja. Untuk mengejar Rheina pun Erik tak kuasa. Selain mobil Rheina sudah jauh dan jam kerjanya juga belum berakhir.

Zahra menatap Gadzi sejenak seakan memberi kode agar menghampiri Erik yang mematung. Gadzi pun paham, ia mengangguk kemudian mendekati Erik.

Perlahan Gadzi mengusap bahu Erik.

"Pak..."

"Maafkan saya...su....sudah mengganggu acara Pak Gadzi..."

"Tidak, Pak. Hmm.....mungkin ini cara Allah untuk menyampaikan ini kepada putri bapak....saya yakin akan ada hikmah dibalik ini semua, Pak. Allah tidak ingin hambaNya terus berbohong, apalagi dengan putrinya, Pak." Gadzi menghela nafasnya.

"Eh...maaf Pak bukan maksud saya...."lanjut Gadzi

"Tidak apa, terima kasih banyak. Saya sangat senang Pak Gadzi sudah menasehati saya, saya juga tidak ingin lama-lama hidup terbelenggu dengan penuh dusta seperti ini..."

"Tapi saya merasa tidak enak...." kata Gadzi. Erik hanya tersenyum sambil menyentuh pundak Gadzi.

"Terima kasih.."

"Pak Erik jika ingin menemui Rheina, silakan, Pak. Saya rasa Rheina butuh penjelasan pak Erik."

"Ya.. Terima kasih Pak Gadzi, saya permisi."

Tinggallah Zahra dan Gadzi di ruangan itu selain mbak resepsionis dan lalu lalang karyawan yang lain.

"Jadi, Pak Erik orang tua Rheina?" Tanyanya pada Zahra. Zahra hanya mengangguk.

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang