~Bagian 1~

4 4 0
                                    

 Happy reading :)

~~~~

   Daniella menyeka keringatnya. Cuaca saat ini sedang panas. Tak ada awan yang bisa menutupi matahari yang terus menyinari bumi dengan sinarnya yang terik. Kondisi jalanan saat ini pun macet total. Yah.... Begitulah kondisi tempat di mana ia berada sekarang. Belum lagi pohon-pohon untuk meneduhkan sudah ditebang, menyebabkan udara makin panas.

     Daniella menyeka keringatnya sambil terus berjalan memeluk beberapa surat-surat untuk melamar kerja. Semenjak ayahnya meninggal, pamannya, Johan, meneruskan perusahaan ayahnya, agar perusahaan yang telah didirikan oleh kakeknya itu tidak gulung tikar. Johan pernah meminta Daniella bekerja saja di perusahaan itu, tetapi Daniella menolaknya dengan alasan tidak mengetahui apapun mengenai bisnis.  Semenjak SMP, ia memang sangat tidak menyukai pelajaran IPS, entah itu tentang ekonomi, sosial, dan sebagainya. Pelajaran itu membuatnya sangat pusing.  Dan akhirnya ketika ia masuk SMA, ia memilih jurusan IPA yang menurutnya sangatlah seru dan mudah dipahami, terutama pelajaran biologi. Ia sangat ingin menjadi dokter, dan sekarang ia mencari rumah sakit yang membutuhkan tenaga dokter. Namun, sudah banyak rumah sakit yang ia datangi, tidak menerimanya untuk bekerja. Bahkan rumah sakit itu menolak lamarannya sebelum ia memberikan surat-surat yang dibawanya. Mengapa bisa jadi seperti ini?

****

     Di lain tempat, seseorang sedang duduk di meja kerjanya sambil membaca sebuah dokumen yang ada di tangannya, dokumen yang baru saja diberikan oleh orang kepercayaannya, dokumen penyelidikan terhadap seorang gadis. Saat membaca dokumen itu, sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk seringai kejam.

    "Ini baru awal, Daniella. Akan ada banyak penderitaan lagi yang akan kuberikan untukmu. Nanti. Tunggulah saat itu tiba."

****

     Daniella menangis di pelukan Alfar, air matanya terus mengalir. Isakannya pun terus terdengar.

     "Bagaimana ini? Aku bahkan tidak bisa bekerja. Semua rumah sakit menolak lamaranku. Aku harus bagaimana lagi, Alfar?"

     Alfar hanya menghela nafasnya sambil terus mengusap punggung kekasihnya itu dengan lembut.
"Tenang, Sayang, semua pasti ada jalannya. Mungkin kamu belum saatnya jadi dokter. Mungkin ada pekerjaan lain selain dokter yang bisa kamu coba, hm."

     Daniella terus menangis bahkan tangisannya pun makin keras hingga membasahi pakaian Alfar. Namun, tampaknya Alfar tak peduli dengan itu. Menenangkan Daniella adalah prioritasnya kini.

Kruyuuukk...

Tiba-tiba bunyi itu membuat mereka melepas pelukannya. Mereka saling menatap sebelum akhirnya tertawa bersama.

    "Kamu lapar ya? Kenapa tidak bilang dari tadi?"

    Daniella terus tertawa, membuat Alfar tersenyum melihatnya. Karena gemas, Alfar mencubit kedua pipi Daniella. "Kamu dari tadi menangis terus, jadinya aku harus nahan lapar."
Alfar pun ikut tertawa. Ia kemudian menghapus sisa air mata di pipi Daniella.

     "Ya sudah. Kamu duduk dulu dan tunggu di sini. Aku akan membuatkanmu makanan." Daniella pun berlalu meninggalkan Alfar.

     Ia mengikat rambutnya asal ketika sudah sampai di dapur. Ia pun mulai berkutat dengan bahan masakan di sana.

****
     Makanan sudah tersaji di meja makan, makanan buatan Daniella, cheese burger dan avocado juice.
"Mmm.... Makanan kamu enak banget, Ella. Beda dari masakan di restoran. Bumbunya meresap, kejunya meleleh, belum lagi jusnya, bikin aku makin cinta sama kamu."

     Alfar terus melontarkan pujiannya  kepada Daniella sehingga membuat pipi Daniella merona. "Kamu bisa saja."

     "Sepertinya kamu cocok kalau jadi chef. Bagaimana kalau kamu melamar kerja di restoran saja. Pasti langsung diterima." Saran yang diberikan Alfar cukup menggiurkan bagi Daniella. Ia menopang dagunya dengan kedua tangannya sembari berpikir.

My Love Is On FireWhere stories live. Discover now