~Bagian 5~

5 3 0
                                    

    Piip.... Piip....

    Suara klakson mobil terdengar dari bawah sana. Sembari berlari, Daniella mengatur tatanan rambutnya agar terlihat lebih rapi. Tak lupa dia mengacak-acak tasnya, memeriksa apakah ada barang yang tertinggal atau tidak. Handphone, dompet, cermin kecil, dan kotak bedak sudah terlihat hadir dari bibir tasnya.

    "Aman," desahnya lega.

    Begitu kakinya menyentuh teras rumah, sudah terlihat seorang pria tampan dengan kemeja putih tengah bersandar di badan mobil. Senyum hangat tak lupa menghiasi bibir tipisnya.

    "Ayo." Pria itu membuka pintu mobil dan menghela sang gadis masuk ke dalamnya.

    "Kau tak perlu bersikap seperti ini, Alfar."  Jujur, Daniella memang sudah terbiasa dengan sikap manis kekasihnya. Namun, kali ini ia merasa sedikit gugup. Jika biasanya tujuan mereka adalah berjalan-jalan dan mengantar jemput Daniella, maka kali ini tujuan mereka sedikit berbeda. Lebih spesial dari biasanya.

    "Kau itu seorang tuan putri, jadi sudah sepantasnya aku memperlakukanmu layaknya tuan putri, Ella."

    Daniella mendelik. "Jangan menggombal lagi, Alfar."

    Alfar terkekeh sejenak sebelum mencubit pipi kekasihnya gemas. Ia kemudian menutup pintu mobil kekasihnya dan membawa tubuhnya menuju jok kemudi, membawa mobilnya melaju membelah jalanan Roma yang ramai.

    Perjalanan mereka dihiasi dengan celotehan Alfar mengenai bosnya yang baik hati serta pekerjaan yang ia tekuni kepada Daniella. Daniella sesekali mengangguk dan menanyakan sesuatu tentang yang diceritakan kekasihnya.

    "Apakah tak apa-apa kalau kita pergi di saat kau harusnya menunggu Mr. Asherton selesai rapat?" tanya Daniella.

    Alfar menoleh dan tersenyum. Tangannya terulur, berniat mengacak rambut Daniella, namun langsung ditepis oleh gadis itu. "Kau tahu, aku bersusah payah mengatur rambutku ini agar terlihat rapi dan kau ingin mengacaknya?" tanya Daniella geram. "Tidak akan kubiarkan," lanjutnya.

    Gadis itu segera meraih cermin kecil yang sengaja ia bawa, berjaga-jaga apabila Alfar membuat rambutnya berantakan seperti tadi. Dirapikannya rambutnya yang tidak berantakan sama sekali. Dan itu tidak luput dari sepasang mata yang  mengawasi pergerakannya tanpa kedipan.

    "Kau akan tetap terlihat cantik meski dengan rambut berantakan."

****

    "Pilihlah."

    Daniella berdecak kagum ketika Alfar mengajaknya ke sebuah toko perhiasan yang terletak di pusat kota Roma. Kilauan kalung dan cincin yang terpajang di etalase menyilaukan mata siapapun yang berkunjung ke sana.

    "Pilihlah cincin yang kau suka, Sayang." Sekali lagi, Alfar membuka suara. Menyuruh kekasih tercintanya memilih benda berkilau yang akan mereka pakai ketika akad nikah minggu depan nanti.

    Daniella terpana sejenak. Matanya seolah dimanjakan oleh kecantikan dan keanggunan beragam cincin di hadapannya. Jari-jarinya perlahan mengusap kaca transparan yang menjadi pembatas dirinya dengan benda berkilau itu. Maniknya menelusuri ukiran dan bentuk yang bermacam-macam dari cincin-cincin itu, seolah saling bersaing dalam keindahan. Hingga ekor matanya silau oleh salah satu cincin yang terlihat sederhana tetapi elegan. Cincin emas itu simple dengan sedikit ukiran silver dan batu permata kecil yang berada tepat di tengahnya.

    "Ini cantik, Alfar." Jarinya menunjuk cincin itu ketika tatapannya tertuju pada Alfar, seolah meminta agar keindahan cincin itu dapat dimilikinya segera.

    Begitu mendengar keinginan Daniella, Alfar menoleh pada pelayan toko itu dan bertanya, "Apakah cincin itu ada versi prianya?"

    Pelayan tersebut mengangguk dan meninggalkan mereka berdua setelah berpamitan sebentar untuk mengambil permintaan Alfar. Tidak lama, pelayan itu sudah ada di hadapan mereka dengan kotak cincin yang terbuka, memperlihatkan cincin versi pria yang diinginkan mereka. Terlihat maskulin walau tanpa permata.

    Mereka pun mencoba cincin masing-masing setelah sebelummya meminta izin pada si pelayan toko tersebut.

    Pas.

    "Kami pesan yang ini."

****

    Seperti biasa, angin sepoi-sepoi terasa sejuk di halaman belakang rumah Daniella. Apalagi ketika ditemani oleh orang tersayang. Sembari menyadarkan kepalanya di bahu kekasihnya, Daniella sedikit merenung akan pernikahan mereka.

    "Apakah tidak terlalu cepat kalau kita menikah minggu depan?"

    "Tidak. Menurutku tidak. Itu adalah hari yang pas. Semakin cepat semakin baik, bukan?"

    Dirasakannya tangan Alfar merangkul bahu Daniella. "Tapi persiapannya bag...."
Belum sempat Daniella melanjutkan ucapannya, telunjuk Alfar lebih dahulu memutus katanya. "Tidak usah khawatir. Kau tahu, ini adalah permintaan dari Mr. Asherton."

    Daniella seketika menjauhkan kepalanya, duduk tegak menghadap sang kekasih dengan pandangan bertanya. "Mr. Asherton?"

    Alfar mengangguk. "Ya, Mr. dan Mrs. Asherton berkata bahwa kinerjaku sangat bagus dan ingin memberikanku imbalan atas kerja kerasku selama. Mendengar aku selalu membicarakanmu kepada mereka, mereka memutuskan untuk menikahkan kita. Bahkan mereka menyuruhku untuk menyiapkan cincin dan baju pengantin saja, selebihnya diurus oleh Mr. dan Mrs. Asherton."

    Daniella terpana. "Mereka sangat baik. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk membalas kebaikan mereka."

    "Aku juga bertanya kepada mereka tentang itu. Mereka hanya mengatakan bahwa aku bisa membalasnya dengan tetap mengabdi pada mereka."

    Daniella mengangguk menyetujui. "Semoga saya kebahagiaan selalu tercurah pada keluarga Asherton."

****

    "Apa? Kau akan menikah sabtu ini? Kau tidak bercanda, kan? Kapan Alfar melamarmu? Kenapa kau tidak memberitahu kami?"

    Daniella terpaku sejenak mendengar Natasha berbicara dengan nada secepat kereta api tanpa sandungan sama sekali.

    "Tasha, bisa tidak tanyanya satu-satu?" Salsa, yang juga ikut dalam percakapan mereka, memperingati Natasha yang berbicara tanpa pakai koma itu. Sedangkan Natasha segera menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf. Daniella sih, pagi-pagi datang dengan membawa kabar mengejutkan."
Salsa memutar matanya. "Bukan mengejutkan lagi, Tasha. Bukankah mereka memang sudah lama pacaran? Tidak heran jika mereka akan mereka sebentar lagi."

    "Iya. Itu tidak mengherankan. Tapi masalahnya, menikahnya minggu depan. Apa tidak mendadak?"

    Daniella menghela napasnya melihat perdebatan kecil di antara kedua temannya. "Tasha, Alfar yang memutuskan itu semua. Untuk persiapannya, bos-nya Alfar yang menanggungnya. Tentang lamaran, Alfar melamarku ketika libur kemarin, tepat di taman bermain," jelas Daniella.

    Manik Natasha berbinar. "Betapa baiknya bos kekasihmu itu." Daniella mengangguk setuju.

    "Aku iri denganmu. Aku juga ingin menikah, hanya saja belum ada lelaki yang cocok," ucap Natasha.

    Salsa yang tadi diam sejenak, kembali bersuara, "Ya, aku juga." Mata mereka memandang lurus pintu dapur restoran, seolah seorang pangeran tampan akan datang menghampiri mereka.

    "Bukankah kau mencintai Sean, Salsa?" tanya Daniella tiba-tiba, membuat seluruh tubuh Salsa menegang. Matanya melirik tepat manik Daniella.

    "Jangan bahas dia lagi, Daniella. Dan ingat, jangan dekati dia, sengaja ataupun tidak," ujarnya serius, namun dibalas gelak tawa oleh Natasha. Gadis itu menebuk bahu Salsa sembari terus tertawa. "Kau seperti gadis yang cemburu bila temanmu mendekati orang yang kau sukai."

    Salsa memutar matanya jengah. "Terserah apa katamu."

****

Tbc...




My Love Is On FireWhere stories live. Discover now