Chapter 17 - Not Here

18 1 0
                                    

Soon Young bekerja part-time di sebuah bengkel kecil dekat sekolahnya. Pekerjaan ini memang sudah menjadi rutinitas baginya sejak pertengahan semester genap di tahun keduanya di SMA Putra Wonsan. Jam kerja fleksibel dan pemilik bengkel yang baik menjadi alasan kuat Soon Young betah bekerja di sana. Walaupun ia sadar gajinya tak seberapa, ia tetap profesional dalam melakukan pekerjaannya. Karena itu pula pemilik bengkel "Sun", Choi Seung Cheol, sangat mempercayai Soon Young. Ia telah menganggap Soon Young bak saudaranya sendiri. Apapun yang disarankan Soon Young hampir semuanya diterima olehnya. Bahkan saat Seung Cheol membutuhkan orang untuk menggantikan salah satu karyawannya yang izin sebulan pasca kecelakaan, Soon Young yang kala itu memperkenalkan Se Ya agar diterima bekerja untuk sementara waktu, langsung di-acc Seung Cheol. Padahal bisa dibilang Seung Cheol adalah tipe perfeksionis yang harus menyeleksi segala sesuatu terlebih dulu dengan teliti. Tapi Seung Cheol yakin, jika Soon Young yang memilih pasti tidak akan mengecewakan. Terbukti, Se Ya memang dapat diandalkan. Sebagai seorang gadis, pekerjaannya sama baiknya dengan Soon Young. Seung Cheol cukup puas namun ia tak bisa mempertahankan Se Ya bekerja tetap di bengkelnya. Saat itu Se Ya memang hanya dikontrak selama sebulan dan bengkelnya sudah memiliki cukup pekerja. Bagaimana pun Se Ya menerima keputusan itu. Bisa melakukan apa yang ia suka dan diperlakukan baik selama bekerja sudah membuat Se Ya bersyukur sekali.

***

Tidak seperti biasanya, Bos Seung Cheol menyuruh semua karyawannya pulang ke rumah pukul 19.00. Soon Young, anak laki-laki berusia 18 tahun yang mengenakan kaus panjang hitam, menutup garasi bengkel "Sun" lebih awal sesuai perintah sang pemilik. Kata Seung Cheol, ia punya acara yang harus segera dihadiri. Jika acara itu terlambat dihadiri maka penyesalan akan datang. Tanpa banyak berpikir, tentu saja Soon Young hanya mengikuti titah tersebut. Kini ia pun hendak pamit untuk pulang ke rumah. Namun Seung Cheol menahan Soon Young pulang dan membiarkan karyawannya yang lain meninggalkan mereka berdua di depan bengkel.

Soon Young menatap bos-nya heran. Seung Cheol menghela napas sejenak lalu berkata, " Ya! Kenapa kau bereaksi seperti itu padaku?" Soon Young mengerjapkan matanya dengan kerutan tipis terlukis bebas di keningnya. " Ada yang ingin Hyung bicarakan denganku?" Seung Cheol menggelengkan kepalanya sambil memasang air muka tak percaya. "Soon Young-a, kau ingat terakhir kali kita pergi bersama?"

Soon Young tampak berpikir sejenak. " Hmm... Tiga minggu yang lalu?" Seung Cheol mengembangkan senyumannya lebar sambil berseru, "Geurae. Kau ingat? Kalau begitu, apakah kau mau pergi denganku sekarang?"

" Bukankah kau ada acara, Hyung?" tanya Soon Young bingung.

" Ada. Tapi acaranya itu denganmu."

" Mwoya? Apa Maksudmu?" Soon Young tidak mengerti perkataan Seung Cheol yang tiba-tiba itu. Tanpa basa-basi lagi, Seung Cheol merangkul pundak Soon Young. Ia setengah menyeret Soon Young yang masih mempertahankan posisi siap di tempat. "Ayo temani aku makan. Sudah seharusnya kau tidak keberatan. Iya? Iya? Mengerti?"

***

Dua laki-laki muda yang sama-sama memakai kaus panjang hitam duduk berhadapan. Sebuah meja persegi yang terbuat dari kayu membatasi jarak mereka. Terlihat jelas dua mangkuk besar sundubu jjigae, dua gelas air putih, dan satu piring sedang tteobokki tersaji di hadapan mereka dalam keadaan panas. Seung Cheol, orang yang mengajak Soon Young pun telah berjanji akan membayar semua makanan itu asalkan Soon Young berhenti merengek pulang atau pun menolak pesan sesuatu. Merasa tawaran bos-nya tidak buruk, Soon Young pun mengiyakan saja hal itu. Ia melakukan itu bukan sepenuhnya karena menginginkannya. Melainkan untuk menghormati bos-nya yang sudah sangat peduli padanya.

" Kau harus makan banyak Soon Young," ucap Seung Cheol di tengah nikmatnya menyantap isi sup. Orang yang diajak bicara hanya tersenyum tipis sambil menyuapkan sendok ke dalam mulutnya. Keduanya sempat terdiam cukup lama karena fokus pada makanan masing-masing. Namun, Seung Cheol berusaha memecahkan keheningan itu dengan sebuah pertanyaan yang sangat ia ingin tanyakan beberapa hari terakhir ini.

" Soon Young-a..." Seketika Soon Young berhenti makan lalu menegakan kepalanya. Pandangannya jatuh tepat pada orang di depannya. Ia masih membisu dengan raut wajah datar dan agak lelah.

Sejenak Seung Cheol mengibaskan telapak tangannya di depan wajah tirusnya sembari berkata, " Ya! Wajah apa itu? Kau baik-baik saja?"

" Ne," ujar Soon Young singkat dengan raut yang tak ada bedanya dari sebelumnya. Dehaman kecil keluar dari mulut laki-laki berkulit putih yang berbibir merah tanpa lipstik, " Aniya! Kau tidak baik-baik saja. Mana mungkin tipe ceria seperti kau menjawab pertanyaanku dengan aura zombie itu? Aku tak percaya."

" Hyungnim..."

" Dengarkan aku. Kita sudah cukup lama saling mengenal. Kenapa kau tidak ceritakan saja bebanmu padaku? Kenapa aku harus memikirkanmu duluan seperti aku memikirkan Sae Ron? Bukankah ini menggelikan?"

Soon Young meneguk seperempat air dari gelasnya. Ia menjawab diawali dengan tawa kecil, " Hahaha... Siapa suruh kau melakukan itu, Hyung? Ada-ada saja. Perbaiki saja hubunganmu dengan pacarmu itu. Bukankah kau dan Sae Ron masih dalam fase bertengkar?"

Mata Seung Cheol terbuka lebar. Ia tak menyangka temannya itu akan membahas hubungan pribadinya sejauh itu. " Ya! Bagaimana kau tahu aku bertengkar dengannya? Sae Ron curhat padamu ya?"

Soon Young menggeleng santai. Ia kembali meneguk seperempat airnya lagi. "Hyung... Hyung... kau pasti lupa dengan orang yang berteriak keras di kamar mandi dua hari lalu setelah pamer dapat telepon dari pacar."

" YA! Soon Young-a!" seru Seung Cheol seketika membuat semua pengunjung di kedai menatapnya heran. Seung Cheol jadi salah tingkah. Ia pun segera meminta maaf sembari sedikit menundukan kepalanya. Setelah itu ia langsung menatap tajam Soon Young yang terlihat masih tercengang di tempatnya.

" Aissshh... Kau ini..." Giliran Seung Cheol yang membasahi kerongkongannya dengan seteguk air sedangkan Soon Young asyik memasukan tteobokki ke dalam mulutnya tanpa merasa bersalah.

" Ya! Kenapa kau malah membahas tentangku? Ah... Bagaimana pun Sae Ron bukan orang yang akan marah dalam waktu lebih dari tiga hari. Jadi... Aniya, dasar bocah! Aku ini sedang mencemaskanmu. Kau membuatku bicara topik lain tahu."

Soon Young tak menanggapi dengan kata-kata. Ia hanya meringis beberapa detik saja. Seung Cheol menghela napasnya pasrah. Ia menyantap sup-nya lagi. Setelah puas, ia kembali berbicara dengan nada santai. "Baiklah, kalau kau tak mau cerita. Omong-omong, aku tidak melihat Se Ya akhir-akhir ini. Biasanya aku akan bertemu dia minimal sekali dalam seminggu. Entah dia menjemputmu, membantu bibi penjual ikan di pasar, membeli sesuatu di minimarket, atau..."

" Hyung tidak akan bertemu dia lagi."

" Heh?" Kedua mata Seung Cheol membulat. Ia mencoba menafsirkan perkataan Soon Young barusan namun ia masih tak paham. Ia pun mencoba mengonfirmasi keadaan gadis tomboi itu. " Aku bertanya serius. Se Ya, baik-baik saja kan?"

Soon Young sedikit menunduk. Ia tampak pasrah dan enggan. " Molla."

" Mwo? Kau kan satu rumah dengannya. Masa' kau tidak..."

" Tidak lagi, Hyung. Dia sudah pergi dari Busan."

" Soon Young?" Orang yang dipanggil namanya mengangkat kepalanya. Air mukanya terlihat sangat lesu. Membuat Seung Cheol khawatir sekaligus tak tega.

" Dia pergi ke Seoul. Dia mau bertemu ayahnya, Paman Kwon."

" Wae? Tunggu! Kau bilang tidak ada satu pun yang tahu pamanmu itu ada di belahan Seoul bagian mana. Bukankah dia sudah lama tidak ada kabar? Lalu..."

" Karena itulah aku tak bisa berhenti memikirkan Se Ya Noona."

Suara nyaring Soon Young mendadak berkumandang di ruangan itu. Suara yang terdengar penuh kecemasan dan kekecewaan merambat cepat masuk ke telinga Seung Cheol. Membuat Seung Cheol yakin Kwon Se Ya adalah alasan Soon Young berbeda dari biasanya.

" Soon Young-a, kau... gelisah seperti ini karena... Se Ya?" tanya Seung Cheol memastikan.

No comment.

Soon Young langsung meneguk airnya habis lalu menengok ke arah jendela. Dalam hati ia membatin, Entahlah, Hyung. Dia itu polos dan cukup ceroboh. Mana mungkin aku tidak menunggu kabarnya. Aku... benar-benar ingin melihat Se Ya Noona lagi.

***

Gimana gais? Yuk comment dan vote.
Butuh kritik saran...

STAND BY YOU (On Hold) Where stories live. Discover now