42 - transition

1.2K 127 10
                                        

Jam masih menunjukkan pukul 9 pagi ketika aku sedang sibuk membaca novel sequel dari Ikka Natasha di teras rumahku sembari melihat tanaman-tanaman bunda yang berjejer rapi disana, ada 5 buah pot yang mengunci pandanganku untuk melihat kearah sana terus-menerus. Yaitu pot bunga yang berisi tanaman bunga matahari yang Jendra berikan melalui teman-temannya. Tanaman itu sudah sedikit layu terlihat sudah tidak segar lagi dipandang, karena memang semenjak kami putus aku tak mempunyai niat sedikitpun untuk merawatnya lagi dan bunda yang menjadi penggantinya. Bunda yang menyiraminya setiap pagi dan memberinya pupuk, mungkin bunda juga sedang tidak punya waktu sehingga mereka pun tak terurus.

"Al" panggil bunda keluar dari dalam rumah kemudian menghampiriku, aku mendongak untuk menatap wajah bunda "tolong beliin roti dong buat temen bunda, nanti mau main kesini"

"Kapan?"

"Nanti jam 11 an, makanya bunda mau siapin dulu" kata bunda sambil memegang pundakku

"Beli roti dimana bun? Langganannya bunda aja?"

"beli di mama nya Jevan aja, disitu rotinya enak" aku diam sejenak, ada rasa ragu dan entahlah kenapa mama menyarankanku untuk beli disana? "Kalo kamu sama Jevan udah selesai bukan artinya silaturahmi keluarga terputuskan? Makanya kamu main kesana biar semua baik-baik aja" bunda mengelus rambutku yang terurai. Masalahnya aku tidak tau apa yang harus kukatakan kepada mama Jendra ketika aku bertemu dengannya. Harus mengadu perlikau anaknya kah, harus bercerita semua kah, harus diam seakan semuanya tidak terjadi apa-apa kah, belum lagi jika bertemu Jendra disana

"Yaudah bun aku siap-siap dulu ya" ucapku menutup novel yang kubaca kemudian beranjak masuk kedalam untuk bersiap-siap

"Minta pak sopir nganter ya" teriak bunda ketika aku menaiki tangga menuju kamarku.

Pikiranku masih dipenuhi oleh bagaimana nanti ketika aku bertemu dengan mama Jendra dan apa yang harus kukatakan. Kepalaku bersandar pada jendela mobil yang ada disebelah kiriku sembari mataku terus mengikuti kendaraaan-kendaraan yang berlalu lalang diluar sana. Pikiranku tiba-tiba melayang saat aku dan Jendra masih menjadi sepasang kekasih, setelah kami pulang dari rumah mama Jendra untuk pertama kalinya kami berdua mampir sejenak di gerobak sate padang untuk memenuhi keinginanku.

"Aku takut kalo mama pergi" kata Jendra tiba-tiba yang membuatku menoleh kearahnya "aku takut kalo tiba-tiba mama pergi gitu aja buat selama-lamanya" aku mulai menyimak ceritanya dengan serius ketika Jendra menundukkan kepalanya

"Kenapa kamu tiba-tiba ngomong gitu?"

"Ya gapapa aku takut aja, didunia ini yang peduli sama aku cuma mama sama kamu. Kalo mama pergi aku cuma punya kamu, kalo kamu pergi? Siapa lagi yang mau peduli?" Jendra mulai mendongakkan kepalanya dan berkata sinis. Tanganku tergerak begitu saja untuk menggenggam tangan kirinya yang tergeletak diatas meja.

Dan seketika itu juga aku langsung tersadar pada lamunanku dan kembali pada realitas sekarang karena aku tak ingin terhanyut lebih dalam lagi tentang masa lalu. Tentu kalian sendiri tau apa yang kukatakan kepada Jendra setelah itu, mengatakan sebuah janji untuk menenangkannya dan nyatanya telah kuingkari sendiri sekarang. Dan ya, mulai sekarang janganlah membuat janji yang belum tentu bisa kau tepati.

"Mbak ini yang dijalan MH. Thamrin ya?" Tanya pak sopir melirikku dari kaca yang tergantung diatas

"Iya pak" jawabku singkat dan melihat kearah jalan dimana semakin dekat menuju toko roti milik mama Jendra

Apa yang harus kukatakan?

Hai tante

Tante? Aku manggil beliau mama, apakah sekarang aku tetap memanggilnya mama juga?

Mama, apa kabar anaknya? Sehatkan? Aku kangen perhatiannya anak mama yang paling ganteng itu hehe.

Seandainya itu bisa kukatakan dengan mudah.

bad liar | na jaeminDonde viven las historias. Descúbrelo ahora