Kaca Masa Lalu

237 22 8
                                    

     Gewend mengeluarkan beberapa uang pada supir dan berlari keluar ketika menemukan Aripin. Diantara teriknya mentari darah yang keluar dari dalam hidungnya terus menetes. Sesekali dia menengadah dan tak segan menghapus darah dengan punggung tangannya.

       Darahnya itu sepertinya tidak pernah habis. Dia memejamkan kedua matanya dan menengadah menatap betapa cerahnya langit pada hari itu.

        "Tolong!" Suaranya mulai merendah beriringan dengan kedua kakinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan.

        Aripin menoleh ke belakang dan mendapati Gewend sedang terbujur lemas di atas trotoar. Dia kemudian berlari menghampiri Gewend dan menatap wajahnya.

        "Kenapa bisa seperti ini?" Aripin membopong Gewend dan membawanya pergi.

        "Hei Aripin, tunggu!"

       Berulang kali Arivano berteriak tetapi Aripin tidak mempedulikannya. Hingga dia berhenti dan berteduh di sebuah bangunan yang tidak diselesaikan.

        "Kenapa larimu cepat sekali? Aku sangat lelah," ucap Arivano sambil terengah-engah berusaha mengontrol nafasnya.

        Aripin lekas mengecek keadaan Gewend. Dia menekan urat nadi Gewend dan tidak mendapatkan denyut.

        "Bertahanlah!" ucapnya khawatir.

        Aripin mengusap darah yang keluar dengan jempolnya. Mata Gewend sudah tidak dapat terbuka. Gewend tidak dapat melihat apapun selain buram.

        "Kau akan tetap hidup!" Gewend tidak bisa melihat apa yang terjadi.

        Berulang kali dia merasakan tubuhnya terguncang. Tetapi penglihatannya hilang, mungkin karena pukulan Asep. Dia mencoba menggerakkan kedua tangannya namun tidak bisa.

        "Naiklah ke punggungku!"

       Aripin menggendong Gewend namun laki-laki itu sudah sangat lemas. Tubuhnya terjatuh di atas tanah dan dia merasa nafasnya mulai sedikit.

        "Selamatkan Netty," ucapnya sebelum detak terakhir merenggut dan menyembunyikan kehidupannya.

        Aripin mendekatkan telinganya ke dada Gewend dan mendapati detak jantunya yang melemah. "Bagaimana ini?" tanya Aripin pada Arivano, tetapi Arivano hanya diam membisu. "Ayo bantu aku membawanya!"

        "Tidak Aripin, kita tinggalkan saja dia di sini. Bukankah kau juga memiliki rencana yang lebih penting daripada dia?"

        "Kau tidak mengerti! Dia yang telah membantuku dalam menjalankan semua misi ini. Kau tahu? Dia adik Chandra. Dia yang mengenalkanku pada keluarga Vanhoustoun. Dan_"

       "Apa lagi Aripin! Sudah cukup aku mendengar ocehanmu. Kau tidak seharusnya mengasihani orang yang akan mati. Kau seharunya memberikan siksaan yang pertama sebelum dia masuk ke alam lain." Arivano memegang pundak Aripin. "Aku tahu kau begitu khawatir. Tapi ini bukanlah drama, dia tidak akan mengetahui penyebab adiknya meninggal. Ayo kita pergi dari sini sebelum polisi memburu."

       Aripin menepis tangan Arivano. Dia berjongkok di depan Gewend dan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.

        Benda kecil yang bersinar itu dia letakan di kepalan tangan Gewend. Matanya tertutup sebentar untuk menghilangkan ke khawatiran yang begitu besar.

         "Ayo kita pergi!"

         Mereka berdua segera bergegas meninggalkan Gewend di dalam bangunan itu. Aripin tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Semua terasa sangat konyol dengan rencananya yang hancur.

THE PSYCHOPATHDonde viven las historias. Descúbrelo ahora