Drabble 8: Overthinking

1.8K 208 40
                                    

Anda harus tenang, direktur.

Tarik nafas dan hembuskan perlahan, itu akan membantu anda untuk tetap tenang.

Jika anda panik anda akan mengemudi tanpa kendali dan hal itu membahayakan keselamatan anda sendiri.

Orangtua anda akan baik-baik saja. Bernafaslah perlahan, ya seperti itu, tenang.

Suara sekretarisnya masih terngiang di dalam telinganya meski sudah beberapa menit berlalu, saat bayang-bayang kedua orangtuanya yang mengalami insiden di jalan membuatnya menghentikan pekerjaan saat itu juga dan mengemudikan mobil ke Rumah Sakit.

Kedua tangan menggenggam erat kemudi hingga buku jarinya memutih, nafasnya masih teratur, sudah berusaha untuk tetap tenang.

Tidak ingat sejak kapan dia mengalami serangan panik dan overthinking, mungkin pengaruh pekerjaan yang semakin menggila dan posisi yang membuatnya bertanggung jawab dalam segala hal. Jelas sekedar kata-kata tidak bisa membuatnya lebih baik.

Jika sekretarisnya mengetahui hal ini sudah pasti dia akan terkena omelan dari mulut itu.

"Kenapa kau berkeringat seperti itu, Yifan?"

Sepasang mata menatap penuh tanya saat pintu kamar rawat dibuka cepat. Yifan bahkan tidak menyadari jika nafasnya hampir habis setelah berlari sepanjang lorong Rumah Sakit dengan keringat menghiasi pelipisnya.

Rasanya seperti jelly ia kehilangan tenaga untuk menyangga tubuhnya, mendengar 'kau baik-baik saja, Yifan?'
keluar dari bibir ayahnya yang menatap sang putra dengan kening berkerut. Yifan menghela hela nafas panjang, lelah dan lega, merasakan usapan lembut di rambutnya yang jelas kini berantakan, seperti pakaian kantornya yang sudah bergaris-garis kusut.

"Kupikir terjadi sesuatu yang sangat gawat" ia menggumam, nyaris berbisik pada dirinya sendiri.

Ibunya tersenyum tipis, menatap penuh sayang pada putranya yang kini menundukkan kepala di tepian tempat tidur rawatnya. "Kau bisa lihat mama dan ayahmu baik-baik saja, hanya kecelakaan kecil. Dokter bilang kami bisa langsung pulang setelah ini" suaranya lembut, menuntut Yifan untuk mengangkat kepala untuk menatap kedua matanya.

Dia mengangguk, mengusap tangan ibunya yang bebas. "Bagaimana kalian bisa kecelakaan?" tatapannya bergulir pada sang ayah yang duduk di ranjang sebelah, masih berpakaian rapi, kecuali mantel mereka yang kini tergeletak di atas sofa.

"Rem mobilnya bermasalah. Apa adikmu tidak memberitahumu?"

Usapan hangat sudah meninggalkan kepalanya, Yifan menyandarkan punggungnya lebih rileks. "Tidak - anak itu benar-benar, dimana dia aku akan memukulnya" setengah menggerutu, jarinya bergerak memijat batang hidungnya perlahan.

Ibunya tertawa kecil, tidak habis pikir dengan kedua putranya yang terkadang bersikap kekanakan. Namun hal itu membuatnya bahagia, diusia tuanya, keluarganya masih bersama-sama, berada disisinya. Sesaat sebelum wanita itu seperti mencari sesuatu -seseorang- karena tatapannya tertuju pada pintu yang tertutup, lalu berpaling ke arah suaminya yang tengah berkutat dengan ponsel di tangan.

"Kau tidak mengajak Tao?"

Yifan melepas jas yang melekat di tubuhnya saat menjawab pertanyaan ibunya dengan gelengan kepala, lalu bergerak membuka kancing teratas kemeja putihnya dan dikedua lengannya. "Dia harus menggantikan aku untuk jadwal yang tidak bisa dibatalkan" kembali bersandar.

"Kenapa kau tiba-tiba mencari Tao? Sudah pasti anak itu ada di kantor" ayahnya menyahut, melirik dari layar ponselnya. Melempar tatapan tak mengerti pada sang istri.

H U A N G: Property Of Wu Yi FanWhere stories live. Discover now