XI. Jeno dan Jaemin: Start!

729 81 14
                                    

warning! muntahan kata total 8k, rated M, explicit scene

...

"Aga," Donghyuck memajukan bibirnya, kedua lengan terbuka lebar, "I'll miss you."

Jaemin memutar bola mata, namun tetap melangkah maju untuk masuk ke dalam pelukan temannya. Meski masih sedikit kesal, dia tidak bisa menolak sebuah pelukan, bukan?

"Aku bukan bayimu."

"Ah," Donghyuck melepaskan pelukan mereka, memegang dada sambil memasang wajah tersinggung, "memang begitu kalau anak kita sudah besar, ya."

Ketiga teman mereka yang lain hanya tertawa di belakang.

Donghyuck terkadang memanggil Jaemin dengan sebutan 'aga' semenjak Jisung-sepupu temannya- ikut menginap untuk dua hari saat musim panas. Ketika itu, Jaemin tidak melihat juga peduli pada siapa pun kecuali Jisung. Jeno saja diabaikan hanya demi memenuhi berbagai permintaan Jisung-yang terdengar tidak masuk akal.

Tiap kali Jisung menelepon, wajah Jaemin seketika jauh lebih cerah. Dia memasang senyum lebar, sambil menggunakan nada mengayun menjawab: "Agaaa, ada apa?"

Tentu saja perilaku berlebihan Jaemin itu tidak luput dari godaan Donghyuck. Meski sudah hampir tiga tahun lamanya.

"Kau seperti ini kenapa? Mau titip sesuatu?" Jaemin sudah terlalu mengenal teman yang satu ini. Sesering apa Donghyuck datang padanya tiap kali hubungan percintaan anak itu mengalami masalah. Hal sekecil apa pun, Jaemin tahu.

"Nah, begitu, dong." Donghyuck terkikik, benar-benar tidak terlihat seperti lelaki yang sebentar lagi akan berulang tahun ke-21. Dia menyalakan ponselnya, membuka galeri di hadapan Jaemin.

"Aku mau ini," sedetik kemudian dia menggeser layar ke gambar yang lain, "juga yang ini. Aku sudah mencari semalaman di mana saja mereka di jual."

Jaemin merengut, mengangguk asal.

"Mainan yang kedua paling penting, Jaemin-ah."

"Huh? Kau datang pagi-pagi ke sini hanya untuk menitip mainan?" Jeno manyahut dari arah meja makan, masih fokus menghabiskan sarapan yang ia buat.

Sungguh ajaib sekali, jam tujuh pagi tadi saat bangun, Jaemin menemukan Jeno yang berada di dapur dengan tablet di meja, memutar video panduan membuat bubur.

Tubuh Jaemin masih belum begitu baik, kemarin malam tiba-tiba saja ia demam. Jeno menemaninya semalaman, menunggu kalau Jaemin terbangun membutuhkan sesuatu. Karena temannya itu, sekarang dia sudah cukup sehat untuk tetap pergi ke Tokyo bersama keluarga.

Disindir Jeno, Donghyuck mengaitkan lengannya dengan milik Jaemin. Dia menjulurkan lidah, kesal. "Biar saja, setidaknya aku tahu diri dengan datang langsung. Bukan lewat chat."

"Oh," Jaemin mendorong tubuhnya risih, "kau tidak akan ke sini kalau bukan karena ingin menitip mainan?"

"Aaah, Jaemin," dia merengek lagi. "Aku janji akan membantumu membersihkan rumah ini selama kau pergi."

Semoga saja bujukan ini berhasil, karena uang tabungannya hanya cukup untuk barang yang ia mau. Lagipula, Donghyuck yakin uang saku Jaemin lebih banyak dari miliknya.

"Ya, ya, kirimkan saja gambarnya," ditutup kalimat pasrah dari Jaemin. Sudah terlalu malas menanggapi tingkah Lee Donghyuck. Dia memakai tas punggungnya, kemudian menarik koper ke arah pintu.

Jeno dengan sigap berdiri, mengikuti langkah Jaemin. "Aku bantu bawakan ke mobil," tawarnya menggunakan senyum cerah. Jaemin yang sedang duduk memakai sepatu mendongak, wajah mengkerut aneh.

Bye My FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang