30. Cinta Gadis Biasa

503 17 1
                                    


Kecewa

Kata itu jauh lebih bahaya dari sekedar 'marah'. Marah akan mereda saat konflik yg dihadapi itu telah selesai, tapi kecewa mungkin akan membekas selama kita masih mengingat hal apa yg menghadirkan kata itu, pun tak jarang orang akan berpikir seribu kali untuk percaya 'lagi'. Karena sejatinya membangun kepercayaan itu amatlah sulit, namun kepercayaan itu akan runtuh hanya karena kesalahan kita hingga menghadirkan yg namanya kecewa.

Sama seperti yg nadia rasakan kini, ia kecewa pada suaminya. Kenapa mesti berbohong? Memperjuangkan rasa kepercayaan yg ia beri, tapi kini kepercayaan itu hilang karena kebohongan yg delvin buat sendiri. Sungguh nadia sangat amat kecewa, ia merasa tak lebih dari seorang wanita hina yg mengejar harta suaminya. Setiap kata bahkan tindakan kedua mertuanya membuat mata nadia terbuka lebar, ia sadar siapa dirinya. Tapi, diperlakukan sehina itu ia sendiri tidak terima. Dan parahnya itu semua karena sikap suaminya yg tidak berterus terang, namun kendati ia kecewa sedemikian rupa, cinta itu masih begitu besar. Nama suaminya masih bertahta didalam palung jiwanya. Itu sebabnya, ia masih dengan ikhlas melayani sang suami.

"Terimakasih sayang, kamu luar biasa" ucap delvin dengan suara yg masih serak, diikuti kecupan ringan dipipi. Nadia berusaha tersenyum, meski sangat sulit rasanya menyembunyikan kegundahan hati yg belum jua mau pergi.

Malam ini nadia resmi menjadi wanita delvin seutuhnya, lahir maupun batin. Surga dunia yg orang katakan, nyatanya tak sedikitpun nadia rasakan. Ia melakukan itu hanya sebatas kewajiban. Namun ternyata delvin kurang peka terhadap kegundahan sang istri, ia kelewat diliputi hasrat yg menggebu. Wajar mungkin bagi pria dewasa seperti dirinya menahan semua itu adalah hal yg sulit. Dan malam ini hasrat nya tersalurkan dengan wanita halalnya, ia merasa semuanya berbeda. Melakukan dengan yg bukan mahram dan yg sudah mahram sungguh jelas perbedaan nya. Membayangkan masa jahiliyyah nya membuat delvin beristighfar berulang kali dalam hati.

Nadia bangkit dari duduknya, menyambar hijab instan dari atas nakas kemudian menyingkap selimut yg masih membungkus tubuhnya. Gadis--oh I mean-- mantan gadis itu meringis perih dipusat intinya.

"Sayang kenapa?" Tanya delvin panik, pria itu dengan cepat mendekat kearah sang istri. Melihat ringisan tertahan nadia, delvin paham hal apa yg harus ia lakukan.

Membuka laci kecil pria itu meraih obat didalam nya. Kemudian menyodorkan nya pada nadia.

"Obat pereda nyeri" ucapnya sambil tersenyum, nadia bingung dibuatnya. Ia tak paham maksud sang suami. Delvin yg paham akan kebingungan istrinya yg masih saja polos seperti itu, membuat pria itu berfikir cepat untuk menjelaskan. Memilah kata apa yg pas untuk menjadi bahan penejelasan nya kini.

"Emm--ini obat pereda nyeri, tadi kan kita melakukan itu" delvin menggaruk tengkuk nya yg tidak gatal, sulit sekali rasanya memilih kata agar tidak terlalu vulgar.

Untuk dirinya mungkin hal seperti itu bukanlah lagi hal tabu, tapi untuk wanita ini?

Heyy--dia wanita polos sangat polos yg pernah delvin jumpai. Kendati segelnya sudah ia terobos, tetap saja pemikiranya belum juga dewasa.

"Oh" nadia ber-oh canggung, pipinya merona. Malu rasanya membicarakan kegiatan yg satu itu meski dengan pemeran utamanya. Tetap saja.

Dia malu --Ya tuhan..

*****

Dua minggu berlalu setelah tragedi 'penculikan' itu terjadi semuanya berjalan dengan semestinya, tiada kendala apapun atau keganjalan menurut penglihatan delvin. Sang istri melakukan tugas nya dengan sempurna, nadia melakukan tugas nya sebagai istri dengan telaten. Delvin tak lagi merasa khawatir dengan keadaan nadia seperti yg dokter ganjen itu katakan, sejauh ini yg delvin lihat istrinya baik-baik saja.

Cinta Gadis Biasa [On Going]Where stories live. Discover now