Chapter 02

577 71 6
                                    

Kota bawah tanah, lokasi tak terdeteksi koordinat 00198

Walau dibawah tanah, kota itu terlihat sangat modern dan maju, Velyn sampai terheran-heran. Besar, ramai, walau tak ada langit disana. Kota itu dipenuhi orang-orang berlalu-lalang.

Sesaat setelah mereka memasuki kota bawah tanah itu, semua orang memusatkan pandangan pada mereka. Memberi salam dan tersenyum bahagia, orang tua Velyn sangat dihormati, bagai pemimpin tanpa mahkota.

Velyn tak bisa berhenti tersenyum melihat pemandangan itu, pemandangan yang bahkan ia tak bisa lihat di Academy maupun dunia dari ingatan buatannya itu. Kebahagiaan memenuhi tempat itu, ia bahkan ikut bahagia hanya dengan melihat kebahagiaan semua orang disana.

"Kota yang benar-benar hidup, kota yang Indah." gumamnya.

Teryna tersenyum melihat anak kesayangannya tersenyum lebar melihat pemandangan itu.

"Kau sekarang murah senyum, tak rugi juga ingatanmu diubah." ujar Teryna.

Velyn yang mendengarnya berfikir, apakah sebelumnya ia jarang tersenyum?

"Kota ini dibuat oleh kekuatanmu dulu, kau membuatnya dengan sepenuh hati agar semuanya hidup nyaman disini. Kau bahkan sampai lumpuh selama 2 bulan dan demam tinggi berkali-kali karena mana yang di dalam dirimu meluap walau hanya sekali pakai." ujarnya lagi.

Velyn mengangguk paham, entah kenapa ia ikut bahagia mengetahui bahwa kota yang telah ia buat itu membuat semua orang bahagia.

Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah bangunan yang cukup besar. Berada di tengah kota, dengan tulisan "Pusat Kota".

"Pusat kota?" gumam Velyn bingung.

"Disebut pusat kota karena, berada di tengah kota." ujar Aileen

"Hanya itu?" ujar Velyn.

"Hanya itu." ulang Aileen.

"Bruhhh kukira ada alasan spesial gitu.... Ternyata tidak." ujar Velyn.

"Mari masuk?" ajak Kiy.

Klek...

Cukup luas dan memiliki banyak ruangan, semua furnitur tertata rapi dan lukisan yang Indah tergantung. Lukisan keluarga yang begitu besar.

"Oh iya, tante-tante dan om-om ini sudah punya anak kah?" tanya Velyn.

"Aku punya 2 anak! Perempuan dan laki-laki~" ujar Kiyoko.

"Aku 3! 2 laki-laki dan 1 perempuan." ujar Aileen

"Ini Yuki dan yang itu Hiro." ujar Kiyoko sambil menunjuk ke arah 2 anak di foto yang tersenyum manis sambil bergandengan tangan.

Gadis berambut pirang dan bermata hijau terang dan disebelahnya laki-laki yang tampak lebih tua darinya berambut biru gelap dan bermata biru cerah.

"Mereka sangat berkilauan." gumam Velyn.

"Yang ini Arion dan Davie lalu gadis manis itu Clarybel." ujar Aileen menunjuk 2 lelaki yang menurut Velyn cukup tampan dan seorang gadis cantik.

Arion memiliki rambut berwarna perak dan mata merah, sedangkan Davie memiliki rambut merah dengan mata perak. Clarybel memiliki rambut hitam legam dan warna mata merah terang.

"Fuwaaaa, mereka nampak sangat berwibawa." gumam Velyn.

"Dan yang ini kamu." ujar Teryna sambil menunjuk seorang gadis.

Berambut hitam legam sebahu dan warna mata yang senada dengan rambutnya. Ia berdiri di depan Teryna dan Leint tanpa senyuman.

"Dia terlihat seram." ujar Velyn sambil bergidik.

"Itu kamu lho..." ujar Leint sambil menepuk kepala milik Velyn.

"Eh?! Ini aku dulu?!" seru Velyn kaget.

"Humn, dulu jarang banget kamu senyum tahu. Ngomongnya aja irit banget." ujar Teryna sambil terkekeh pelan.

"Tak bisa dipercaya sih... Oh iya, dimana anak-anak om dan tante?" tanya Velyn.

"Mereka lagi berlatih bersama di gedung khusus bagian Selatan." jawab Lamount.

"Hee ada gedung khusus ya?" tanya Velyn.

"Iya, ada 2 gedung khusus, dibagian Selatan dan timur. Kami membangun gedung itu untuk tempat pelatihan. Semua relawan yang ingin ikut dalam peperangan akan berlatih disitu setiap hari." jawab Eliseo.

"Esok kau juga akan kesana. Untuk hari ini kau istirahat lah terlebih dahulu. Banyak kejadian yang terjadi padamu dalam waktu singkat, kau pasti lelah." ujar Kiyoko.

Velyn mengangguk setuju dan bertanya kamar miliknya. Ia langsung mencari kamar miliknya yang katanya sudah ada papan nama di pintu kamar.

"Velyna Casterine"

"Ini kamarku..." gumamnya.

Ia melihat kearah papan itu dengan seksama, terdapat tulisan yang terukir dibawah namanya.

"Pergi saja jika tak ada kepentingan"

"Ini beneran kamarku kan?" gumamnya bertanya pada dirinya sendiri.

Ia membuka pintu itu dan masuk ke dalam kamar itu lalu menutup kembali pintu tersebut. Ia memperhatikan kamar miliknya itu, sebuah kasur yang nampak empuk dan lemari besar ditembok.

Meja belajar yang penuh dengan buku dan foto dirinya yang dibingkai dan tergantung di dinding. Jam dering berwarna hitam putih dan lampu tidur diatas nakas dekat kasur.

Sebuah jendela dengan gorden berwarna putih bersih. Rak buku sedang yang dipenuhi buku-buku tebal.

"Kamar yang normal huh?" gumamnya pada dirinya sendiri.

Ia berjalan perlahan menuju kasurnya dan duduk dipinggir kasur tersebut. Satu kata yang ia lontarkan, empuk. Ia lalu merebahkan dirinya setelah melepas sepatu yang ia kenakan.

Tiba-tiba ia merasa aneh, gundah gelisah ia merasa perasaannya kian memburuk. Perasaan campur aduk yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah mengalami semua kejadian akhir-akhir ini, ia sangat sulit untuk berfikir positif. Ia tak bisa membedakan mana kenyataan dan bukan kenyataan.

Ia terus bertanya-tanya dalam hati, apakah ini semua mimpi? Mana kah yang mimpi dan mana yang kenyataan? Jika ini semua mimpi, ia berharap jika ia terbangun kedua orang tuanya pulang kerumah dan Mbak Merry sudah kembali dari kampung. Pak Harto yang kembali mengantarkan dirinya pergi sekolah tiap hari dan bertemu teman-teman sekelas yang menyebalkan di sekolah.

"Aku harap ini semua hanya mimpi..." lirihnya.

Tak lama ia tertawa kecil, "Sebenarnya manakah yang nyata?" lirihnya sebelum ia menutup matanya dan terlelap dan terbang ke alam mimpi.

•To Be Continued•

Magic World : The Dark Devil [COMPLETED]Where stories live. Discover now