105. Ravel

46 9 0
                                    

Nama : Ravel
Gender : Perempuan (?)
Kelas : 2 IPA 1
Pemilik karakter: Ravel_Zayc

*

Namaku Ravel dan aku perempuan. Iya, pe-rem-pu-an. Tulen dan bukan laki-laki yang berwajah bishounen.

Kenapa aku bilang begitu? Karena banyak orang yang mengiraku laki-laki hanya karena rambutku pendek dan aku selalu memakai celana panjang.

Sebenarnya, tidak salah banyak yang mengiraku laki-laki. Aku punya alasan tersendiri kenapa aku berpakaian seperti ini. Tapi aku tidak akan menceritakannya.

Sudah beberapa kali aku ditembak oleh beberapa gadis dan tentu saja semuanya kutolak. Maaf saja, tapi aku masih cukup waras untuk tidak belok.

Mereka yang menembakku bilang wajahku  manis. Seperti contohnya, yang terjadi saat ini.

Seorang gadis yang sepertinya adik kelasku sedang berdiri di hadapanku dengan wajah memerah.

"A-anu ... Kak Ravel, a-aku sudah lama menyukai Kakak. Ehm, apa Kak Ravel ma-mau jadi pa-pacarku?" Gadis ini menatapku dengan tatapan antara memelas, malu, dan kagum.

Dia to the point sekali.

Aku memasukkan kedua tangan di saku celana. Tatapanku terarah pada gadis di hadapanku.

"Kenapa?"

Gadis itu tersentak kecil. Wajahnya tambah memerah. "Ke-kenapa? Tentu saja karena wa-wajah Kakak sangat ma-manis! Kak Ravel itu tipeku!"

Tuh, kan. Sudah keberapa kalinya ini?

Aku mengembuskan napas lalu menepuk pundak kanannya. Tak lupa dengan seulas senyum manis.

"Aku menolak," balasku.

"Eh?" Dia mendongak, menatapku bingung.

Aku melepaskan tanganku dari pundaknya kemudian memasukkannya lagi ke dalam saku celana.

"Kau cari saja cowok tulen. Aku tidak tertarik berpacaran dengan sesama. Maaf saja, tapi aku tidak belok!" kataku lalu membalikkan badan dan menjauh darinya.

Namun, baru tiga langkah, aku berhenti dan menoleh ke belakang. Gadis itu masih ada di sana. Mematung dengan tatapan tak percaya.

"A-apa maksud Kakak?!" tanyanya dengan nada setengah berteriak.

"Kau masih belum mengerti juga? Aku ini perempuan, sama sepertimu," jawabku santai.

Gadis itu tampaknya masih syok. Tapi aku tak peduli.

Sebelum hendak melangkah lagi, telunjuk kananku mengarah atas dadanya. "Oh, ya. Mana dasimu?" tanyaku begitu menyadari dia tidak memakai dasi.

Gadis itu kelabakan. "E-eh, itu--"

"Rambut dicat, kemeja ketat dengan satu kancing terbuka, rok di atas lutut, dan kaus kaki pendek. Kau melanggar peraturan tahu?" selaku menginterupsi.

Melihat gadis itu yang menunduk dengan kedua tangan yang meremas roknya, aku melanjutkan, "Kau beruntung. Aku akan melepaskanmu kali ini. Dan lagi, aku tidak suka gadis berantakan."

Setelah itu, aku melangkah meninggalkannya dan menuju kelas XI IPA-2.

Tidak usah bersimpati padanya. Kebanyakan gadis yang kutolak langsung membenciku setelah tahu aku ini perempuan dan aku tidak peduli.

Aku memasuki ruang kelas dan langsung duduk di bangku. Di sampingku, tampak Aliza tengah berjualan pudingnya.

Aku bertopang dagu dengan tangan kiri bertumpu di meja. "Sudah kubilang tidak boleh berjualan di sekolah, kan, Liza? Apa kau tidak bosan kena teguran dan surat pelanggaran terus?"

Aliza memang berjualan puding di sekolah dan itu melanggar peraturan. Sudah berapa kali dia kena teguran, surat pelanggaran, bahkan pudingnya disita, tetapi dia tetap ngeyel.

Aliza menatapku lalu mengerucutkan bibirnya. "Hmph! Memangnya kenapa sih? Ravel juga sebenarnya mau puding enak buatan Liza, kan? Kalau mau ya bilang aja! Nggak usah sok-sokan begitu," kata Aliza.

Aku menggeleng kecil. "Aku tidak suka puding. Lagi pula, peraturan tetaplah peraturan. Kalau kau mau berjualan dengan legal, izinlah pada kepala sekolah!"

"Nggak mau!" Aliza memalingkan wajahnya kesal.

Yah, aku mengerti sih. Meminta izin kepala sekolah memang merepotkan.

Oh ya, beberapa orang bingung kenapa aku dibiarkan memakai seragam laki-laki yang berarti aku melanggar peraturan. Banyak yang mencibirku seperti:

"Komisi kedisiplinan kok melanggar peraturan?"

"Apa dia tidak dihukum memakai seragam laki-laki padahal dia perempuan?"

"Kok kepala sekolah dan guru-guru membiarkan sih?"

Itu karena aku sudah meminta izin dari kepala sekolah agar dibolehkan memakai seragam laki-laki. Alasannya? Rahasia.
Setelah berdebat dengan kepala sekolah, akhirnya beliau mengizinkanku. Lagi pula tidak hanya aku yang memakai seragam laki-laki. Di sekolah ini, sebenarnya bebas kau mau memakai seragam apa pun asalkan meminta izin dari kepala sekolah.

Sebagai komite kedisiplinan, aku dibenci banyak orang. Dan sekali lagi, aku tidak peduli. Mau mereka bilang aku perfeksionis kek, kaku kek, membosankan kek, aku tidak peduli. Peraturan tetaplah peraturan.

Tapi, oh, tenang saja. Biarpun begitu, aku bukanlah orang yang menjunjung keadilan dan berpedoman pada peraturan, tetapi tidak memakai hati. Aku masih bisa mentoleransi.

Namun, jika ada yang bilang peraturan ada untuk dilanggar, ayo gelut sini!

Note :

Yah, Ravel ini sebenernya OC-ku. Bayangkan saja Ravel itu Tachinana Hotaru karena aku terinspirasi dari karakter itu.

Sudah ditekankan kalau Ravel itu cewek, bukan cowok. Jadi, jangan sampe salah lagi ya gaess.

FLCHS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang