29

1K 98 204
                                    


Jeong Yein sesekali memejamkan mata. Ia merasa kelopak matanya berkedut ngilu setiap kali kilat blitz dari belasan entah puluhan kamera mengarah kepadanya. Ia tidak terbiasa. Ah ralat, lebih tepatnya tidak mau. Itulah mengapa dulu saat ada salah satu agensi hiburan yang menawarinya audisi untuk menjadi artis mereka, ia selalu menolak dengan tegas. Yein tidak tertarik untuk menempuh jalan yang sama dengan orang itu. Meskipun sebenarnya ia sangat mampu. Memang apa yang tidak ia bisa? Sejak dulu ia sudah mahir menari, dalam menyanyi juga suaranya bisa terbilang merdu. Apalagi dalam menciptakan lagu, ia sudah cukup terlatih. Soal tampang, jangan tanyakan lagi. Lalu jika ia disuruh berakting? Ah itu adalah bakatnya yang lain. Setiap hari ia melakukannya dengan sangat apik dan menjiwai. Benar bukan?

"Yein yakin akan melakukan ini? Kalau tidak sanggup, biar Kak Jim yang gantikan bicara," ujar Jimin yang tiada henti menatapnya khawatir. Pria itu benar-benar membantu Yein. Di luar dugaan, ternyata rencana ini sama sekali tidak Jimin beritahukan kepada yang lain. Hanya pada Jiyeon istrinya, karena ia tidak mungkin sendirian mendampingi Yein di sini.

Yein yang duduk diapit Jiyeon dan Jimin hanya menggeleng sambil tersenyum. Mana mungkin ia mundur. Yein bukan pengecut. Kalau harus digantikan orang lain, sejak awal ia tidak akan bersikeras untuk meminta bantuan Jimin menyiapkan ini semua. Toh ada yang akan dengan sukarela memberinya pembelaan tanpa diminta. Ia hanya harus diam di rumah dan membiarkan mereka membereskan semuanya.

"Kak Jim dan Kak Jiyeon duduk tenang saja di sini. Tidak perlu mengatakan apapun ketika mereka memancing dengan pertanyaan."

"Mana bisa? Pokoknya jika nanti mereka kelewatan padamu, Kak Jim akan tuntut mereka semua!" serunya tertahan sambil melirik sinis ke depan. Tepatnya ke arah puluhan orang yang sudah berkumpul di aula ruangan yang secara kilat disewanya pagi tadi. Tidak lupa Jimin mengerahkan cukup banyak bodyguard serta memeriksa setiap orang yang hadir. Menyita semua barang bawaan yang sekiranya akan digunakan untuk mencelakai Yein.

Yein abaikan semua itu. Ia betulkan letak duduknya ketika salah satu juru bicara Jimin selesai melakukan sambutan. Saat ini semua orang tampak menunggu. Sorot kamera sepenuhnya mengarah pada satu titik. Gadis muda dengan rambut tergerai itu duduk tanpa menampilkan ekspresi apapun. Ia menerima mic yang disodorkan seraya mengucapkan terima kasih.

Keadaan mendadak hening. Yein mengamati satu persatu wajah penasaran dan haus akan berita di depannya. Lalu sebagian yang berdiri di ujung sambil membawa berbagai tulisan bernada penghinaan itu, tampak menggerakkan bibir yang Yein yakini juga sedang mengumpatinya.

"Selamat sore, aku Jeong Yein." Jeda sejenak. Yein kembali mengamati orang-orang itu. "Apa aku perlu memperkenalkan diri?"

Beberapa orang dengan suara keras menyahut dengan:

"Kami tidak perlu basa-basimu!"

"Benar, tidak usah sok cantik dengan tebar pesona seperti itu!"

"Cepat akui kesalahanmu dan minta maaf pada Jieun kami!"

Jeong Yein menampilkan senyum satu sudut ketika kalimat-kalimat itulah yang berhasil pendengarannya tangkap.

"Mengakui kesalahan? Memangnya apa yang sudah kuperbuat?"

Pernyataan itu memancing emosi dari kalangan fans fanatik Jieun. Umpatan mereka semakin keras dan tidak jelas karena masing-masing orang saling berebut untuk membalas ucapan itu. Salah satu orang yang Yein taksir adalah pimpinan mereka, berteriak menenangkan. Tentu saja karena Jimin sudah memberi isyarat untuk mengeluarkan mereka dari ruangan itu sekarang juga.

Juru bicara kembali mempersilahkan Yein untuk melanjutkan, ketika perwakilan penggemar itu berjanji untuk tetap tenang selama Konferensi Pers berlangsung.

Not Mine [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang