Part 7 POV Dika

2.6K 82 0
                                    

Lelah seharian belanja kebutuhan bengkel, aku masih kepikiran akan ucapan Lili tadi saat sebelum aku antar pulang.

"Andika?"

Aku hanya menoleh sekilas, mata minimalis Lili memandangku penuh arti. Aku tidak menanggapi tatapannya, fokus menyetir.

"Kenapa?" tanyaku karena tidak ada lagi suara Lili yang meneruskan pertanyaannya.

Berulang kali Lili menyelipkan rambut sebahu yang tergerai ke belakang telinganya. Aku tahu dia sedang gugup sekarang.

"Ng ... kamu janjikan kalau lulus nanti kita akan nikah?"

Deg!

Aku menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan. Lili masih memandangku menunggu jawaban. Entah mengapa pernyataan minta nikah Lili tidak seindah kenyataan.

Aku menggangguk pasrah, karena memang benar adanya dulu aku berucap akan bersedia selalu bersamanya.

"Bagaimana kalau nikahnya dipercepat"? Suara Lili tiba-tiba saja membuatku refleks menginjak rem, pengendara lain menghujaniku dengan klakson.

"Dika, kenapa berhenti. Bahaya! Untung nggak nabrak." Lili terlihat panik kepalanya terus menoleh ke belakang melihat kendaraan lain yang terus membunyikan klakson.

"Ini terlalu cepat, Li. Kita baru bulan depan akan nyusun skripsi," jawabku jujur dengan keadaan.

Aku kembali menjalankan mobil perlahan, tak pedulikan orang-orang sekitar yang membunyikan klakson dan mengetuk jendela mobil beberapa kali.

"Nggak masalah bukan? Kita masih tetap kuliah meski sudah menikah."

"Tapi ini terlalu cepat. Aku mau fokus ke skripsi dulu."

"Ya, paling nggak besok kamu datang temuin orang tuaku untuk tanggung jawab."

"Tanggung jawab? Tanggung jawab apa? Jangan ngaco kamu. Bersentuhan saja kita nggak pernah!"

Aku kembali melirik Lili yang terlihat duduk gelisah di sebelahku, tangannya memilin ujung dres minim yang setengah menutupi paha putihnya.

Hening. Tidak ada lagi jawaban dari Lili. Aku terus menjalankan mobil dan mengantarnya pulang.

Kini, mobil sudah tiba di depan rumah berlantai dua yang masih terlihat asri dengan banyaknya tanaman anggrek kesukaan Ibu. Dalam gerbang rumah terparkir mobil sedan yang kutahu siapa pemiliknya.

Benar saja dugaanku, Pak Alif sedang duduk di teras rumah bersama Mbak Vira. Laki-laki berjenggot tipis itu terus saja menyunggingkan senyumnya melihat Almira yang asik bermain di pangkuan Mbak Vira.

Semakin membuatku muak, ingin sekali berteriak menghentikan tawanya untuk menggoda Almira cantikku.

Keluar dari mobil, aku sengaja menutup pintu mobil kencang agar mereka tahu kedatanganku.

Kulirik sekilas Mbak Vira menggelengkan kepala melihat aksiku yang mungkin terlalu kekanakan. Terserah. Yang penting aku tidak ingin Almira tertawa bersama dosen keturunan Arab - Indo itu.

"Assalamualaikum!" ucapku saat sudah dekat berada di depan mereka.

"Walaiakumsalam," jawab mereka kompak. Aih, apa-apaan ini? Jawab salam saja kompakan. Semakin membuatku kesal saja.

Tidak kupedulikan bagaimana ekspresi mereka yang sepertinya, terus berbicara dan mengabaikan keberadaanku. Aku segera meraih Almira yang masih merada di pangkuan Pak Alif dan membawanya ke dalam.

Aksiku ternyata cukup ampuh, beberapa saat setelah aku masuk membawa Almira, terdengar deru mobil Pak Alif terdengar meninggalkan garasi rumah. Baguslah, kalau gitu. Tanpa perlu aku mengusirnya pergi dia mengerti.

MENIKAHI KAKAK IPAR Where stories live. Discover now