Part 10 POV Vira

2.5K 84 1
                                    

"Apa tak ada lagi perempuan lain selain Lili, Dik? Pikirkan lagi,” jawabku saat dia bilang ingin menikahi Lili bulan depan.

Dika tersenyum seraya mengangkat kedua bahunya. Lalu meninggalkanku begitu saja yang masih mematung.  Kenapa dia? Apa aku salah bicara? Ah, entahlah.

Baiklah, bukan urusanku, lalu kenapa harus menceritakan kepadaku jika dia ingin menikahi gadis itu. Kamu benar, Dik. Hidupmu adalah milikmu.

Siapa aku yang berhak mengatur hidupnya. Ya, siapa aku? Hanya seorang mantan kakak ipar.

Orang lain yang menumpang hidup di keluarga ini dan masih bertahan hanya karena alasan Almira. Jika tidak, mungkin bayanganku juga tak berhak mampir dan hadir di rumah mertua dan Dika.

Kutahan air mata agar tak hadir di pelupuk mata. Heran, kenapa aku jadi seperti ini. Kenapa aku menangis? Bolehkah? Untuk apa? Untuk siapa? Sejak Dika mengatakan ia ingin menikahi Lili, kenapa perasaanku seperti ini?

Kupandangi wajah Almira yang tertidur di ranjang lalu kupeluk sambil mengusap air mata ini. Aku tersenyum memandangi wajah polosnya, bagaikan obat penyembuh luka.

Aku bisa tegar dan kuat demi dia. Almiralah penyemangat hidup serta alasan masih bertahan hingga sekarang.

Kembali teringat akan Dika. Dia masih muda, mungkin perasaannya hanya sekadar rasa suka atau kagum bukan cinta. Lantas mau kusebut apa rasa tak biasa ini? Apakah aku mencintai Dika?

Bukan. Bantahku lalu mengapa merasa sakit saat mendengar  dia akan melamar Lili. Harusnya aku turut bahagia, tapi Lili bukan gadis baik-baik. Tak rela adik iparku mendapatkan perempuan buruk akhlaknya.

                         *****

Pagi ini, tak kulihat kehadiran Dika yang menungguku seperti biasa. Belakangan ini sikapnya menjadi acuh padaku. Juga tak pernah kulihat dia bermain lagi dengan Almira.

"Dika mana, Bu?" tanyaku lalu mengecup kening Almira yang berada di pangkuan Ibu mertua.

"Dika sudah berangkat sejak tadi. Katanya ada keperluan. Aneh dia. Kenapa tak menunggu kamu. Biasanya pergi bersama," jawab wanita paruh baya itu yang asyik bermain dengan cucu tercinta.

"Mungkin ada kelas pagi-pagi, Bu. Biar Vira naik angkot saja," ucapku.

Kusudahi sarapan pagi itu. Lalu berpamitan dengannya.

*

Di kampus pun, aku tidak melihat sosoknya yang biasa berada di bengkel miliknya jika tidak ada jam kuliah. Sengaja aku melewati bengkel tersebut meski harus berjalan agak jauh untuk sekadar melihat senyum tipisnya yang kini mulai menghiasi ruang rinduku.

Berkali-kali aku mengadahkan kepala, dan menajamkan penglihatan ke arah bengkel yang ada di sebrang jalan demi melihat Dika yang entah ke mana.

Hanya terlihat aktivitas para pekerjanya yang sedang  sibuk membetulkan motor dan lalu lalang pengunjung. Sepertinya bengkelnya sedang ramai siang hari ini.

Berkali-kali juga aku kembali teringat, kala perhatian Dika berlarian dalam ingatan. Perhatiannya yang menyejukkan yang kini selalu kurindukan.

Bibirku tersenyum kecil, sukar sekali menghapus bayangan pemuda kalem itu. Sungguh dalam waktu yang singkat Dika mampu membuat percikan cinta dalam jiwaku yang sempat beku.

Gusar aku terus berdiri berharap Dika datang menghampiri, ternyata sosok yang diinginkan sama sekali tidak menampakan diri.

Hanya lalu lalang angkot yang menawari. Namun, berkali-kali aku menggeleng, yang membuat para supir angkot segera pergi. Entah apa yang membuatku terpaku di sini, sementara orang yang kuharap tak mungkin hadir menghampiriku.

Aku mengatur napas berkali-kali, membetulkan ujung hijab yang melambai terbawa angin siang yang cukup kencang. Sepertinya hari ini akan turun hujan, terlihat dari awan mendung yang menyembunyikan mentari.

Kembali aku menarik napas perlahan, guna menyadarkan diri. Kalau aku harus segera pulang menemui putri tersayang. Almira pasti sudah menunggu di rumah.

Angkot sudah terlihat dari kejauhan, aku melambaikan tangan memberi peringgatan kepada supir angkot untuk berhenti tepat di hadapanku.

Namun, belum sampai aku naik ke dalam angkot. Tiba-tiba pandanganku teralihkan dengan mobil yang tak asing berhenti tepat di depan bengkel.

Benar saja dugaanku, sosok yang sedari tadi mampu membuatku berdiri berlama-lama di sini. Dika ke luar dari dalam mobil.

Bibirku kembali tak mampu menyembunyikan senyum, dadaku tidak bisa menghentikan debaran yang kian berdetak hebat melihat Dika berdiri melihat ke arahku.

Ya, sepertinya dia melihatku di sini, aku masih mematung meski suara supir angkot berkali-kali kembali menawari. 

Namun, senyumku surut melihat sosok yang tak asing lainnya keluar dari dalam mobil. Langsung mengapit mesra lengan Dika. Wanita berambut bob sebau itu, juga melihat ke arahku yang kini seolah menatap sengit.

Debaranku berubah menjadi hati yang melepuh, seolah terbakar api cemburu. Pertama dalam hidup, aku merasakan api membakar dalam kalbu.
Buru-buru aku menyadari diri saat Dika berjalan menuju ke arahku.

Aku pun langsung naik ke dalam angkot yang segera berjalan meninggalkan Dika bersama hati yang terasa mati.

Dika hanya memandangiku saat angkot melaju tepat di hadapannya. Aku mengalihkan pandangan menhindari tatapan pemuda itu dengan raut ke heranan.

🍁🍁🍁

Terima kasih yang selalu ikutin cerita Vira dan Dika 🙏🏽😊

Ada saran siapa yang cocok jadi pemeran Vira?

Kalau Dika, Rizky Billar menurut aku cocok banget 😍

Kalau Dika, Rizky Billar menurut aku cocok banget 😍

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MENIKAHI KAKAK IPAR Where stories live. Discover now