Chapter 5 : Cemburu (Revisi)

2.7K 204 29
                                    

"Ae!" panggil Saint dari dalam kamar.

Ae keluar dari dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Saint. "Apa?" sahutnya nyaring.

Ae berdiri di ambang pintu, memperlihatkan sebagian kepalanya yang menyembul dari balik pintu. "Papa panggil Ae?" tanyanya sambil melirik ke kanan dan kiri mencari sosok Saint.

"Papa?!” Ae memanggil dengan menampilkan seluruh tubuhnya sembari melangkah masuk ke dalam kamar.

"Papa!" teriaknya.

"Papa keluar! Gak lucu, ya?! Kalau gak keluar, Ae yang keluar dari sini!" ancamnya mulai kesal.

Ae masih berkeliling di dalam kamar mencari keberadaan Saint dan masih tidak menemukannya. Di kamar mandi tidak ada, di kolong ranjang pun tidak ada. Ae mulai cemas dan takut. Bulu-bulu halus di tubuhnya berdiri ngeri.

Seketika matanya tertuju pada sebuah gundukan di atas tempat tidur yang terbentuk menyerupai sosok tubuh manusia yang ditutupi selimut. Perlahan Ae berjalan mendekatinya. Kakinya mulai merangkak naik ke atas tempat tidur kemudian duduk dengan bertumpu pada kedua kakinya. Dengan ragu Ae meraih ujung selimut.

Ae menyingkap selimut tersebut perlahan hingga memperlihatkan sesuatu yang tersembunyi di bawahnya. “Papa!" gumamnya yang seketika berubah menjadi teriakan. "PAAAAPPPAAA!" Ae melihat tubuh Saint sudah terbujur kaku di depannya.

"Papa bangun! Papa kenapa?" Ae menggoyangkan tuhuh Saint yang tergeletak di atas tempat tidur dengan darah yang keluar dari hidung dan telinganya.

Ae menangis dan menjerit melihat Saint. Dia bahkan tidak berani untuk memeriksa denyut nadi dan nafas Saint.

"Papaaaa ... hikkss ..." Ae terduduk lemas di depan tubuh Saint yang terlentang kaku dengan mata terpejam.

Ae takut jika Saint benar-benar pergi meninggalkannya, seperti mendiang ibunya beberapa waktu lalu. Dia menangis meraung di hadapan Saint. "Paapaaa ... Aaaahh ... hiksss ... Paapa bangunnn!"

"BBBOOOMMMM!!!" teriak Saint mengejutkan Ae hingga terjengkang ke belakang dan hampir terjatuh dari tempat tidur. Saint tertawa keras dan puas karena berhasil menjahili Ae.

Ae terjengkang ke belakang. Kedua tangannya menahan tubuhnya agar tidak rubuh dengan nafas tersengal. Ae mengusap dadanya sambil berusaha menahan emosi.

"PAPA!" Ae berteriak marah di depan Saint.

"Papa mau penyakit Ae kambuh lagi?! Papa mau Ae mati?!” Ae membentak Saint seraya meluapkan emosinya.

Tawa Saint seketika sirna setelah Ae menatapnya. "Ae ... Papa minta maaf." lirihnya menyesal.

Tanpa memperdulikan ucapan Saint, Ae segera berdiri dan pergi dari kamar Saint dengan perasaan marah dan kesal di hatinya.

"Ae!" Saint berlari mengejar Ae dan mengikutinya dari belakang. Namun, langkahnya terhenti sampai di depan pintu kamar yang dikunci dari dalam oleh Ae.

"Ae. Papa minta maaf." lirih Saint dari balik pintu kamar Ae sambil sesekali mengetuk pintu kamarnya dan berharap Ae akan membukanya.

Saint menempelkan telinganya pada daun pintu kamar Ae. Samar-samar terdengar suara tangisan Ae dari dalam. Saint mengetuk dan menggedor pintu kamar Ae beberapa kali, rasa cemas dan bersalah kini mulai menghantuinya.

"Ae! Buka pintunya! Papa mau bicara!" bujuk Saint.

Beberapa menit sudah Saint membujuk Ae dan tetap tidak membuahkan hasil. Ae masih kekeh tidak mau membukakan pintu untuknya. Saint hanya bisa menghela nafas pasrah dengan sisa penyesalan akibat ulahnya yang keterlaluan menjahili Ae. Dia tidak menyangka jika niat bercandanya itu justru membuat Ae marah. Rencananya gagal dan berakhir dengan penyesalan.

15 menit berlalu, Saint memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan memberikan Ae waktu untuk sendiri. Belum sempat kakinya melangkah masuk ke dalam kamar,terdengar suara bel pintu rumahnya berbunyi. Saint pun pergi ke ruang tamu untuk menyambut kedatangan tamunya.

"Deasy?!” Saint nampak terkejut melihat sesosok wanita cantik tersebut berdiri di depan pintu rumahnya.

Wanita itu adalah Deasy, rekan kerja sekaligus teman dekatnya. Saint mempersilahkan Deasy masuk dan mereka pun duduk di ruang tamu.

Saint menyuguhkan segelas jus kesukaan teman wanitanya itu dengan beberapa kue kering yang tersedia di atas meja. "Minumlah." ujar Saint seraya meraih gelas miliknya.

Deasy meraih gelas miliknya, dia tersenyum kepada Saint sebelum meneguk minumannya.

"Ada apa?" tanya Saint setelah meneguk setengah minumannya.

"Aku hanya ingin bertemu dan bicara denganmu saja. Apa kamu sibuk?" ujar Deasy ramah. Suara lembutnya terdengar nyaman di telinga siapapun orang yang mendengarnya, tidak terkecuali Saint, yang memiliki sedikit ketertarikan kepada wanita lajang tersebut.

"Tidak juga." balas Saint singkat.

Saint dan Deasy mengobrol dan membahas banyak hal hingga suara mereka berdua terdengar sampai lantai atas.

Ae sudah berhenti menangis dan hanya menyisakan sedikit isakan dan bekas air mata di kedua pipinya. Ae mendengar suara berisik dan tawa Saint dengan seseorang dari lantai bawah. Ae penasaran lalu keluar dari kamarnya untuk melihat dengan siapa Papa-nya berbicara.

"Tante Deasy?" gumamnya tertahan. Sorot matanya tajam tertuju pada teman wanita Papa-nya itu. Ae bergegas lari menuruni tangga lalu berjalan memutar ke arah dapur melewati Saint dan Deasy yang sedang asik mengobrol berdua.

"Ae?" gumam Saint heran.

Setelah dari dapur, Ae menghampiri Saint dan Deasy dengan membawa segelas jus jeruk di tangan kanannya. Dan dengan santainya, dia duduk diantara Deasy dan Saint. "Papa mau?" ucapnya menawarkan jus pada Saint.

"Tidak, buat kamu saja." jawab Saint.

Sebelum meminum jus jeruknya, Ae bertanya kepada Deasy. "Tante mau apa ke sini?" kemudian menghabiskan jus tersebut dengan sekali tegukan.

"Ae!" tegur Saint.

"Tante mau main saja.” Deasy menjawab dengan ramah.

"Oh!" singkat Ae.

Ae menoleh ke arah Deasy yang duduk di sebelah kirinya. "Tante gak punya pacar, ya? Kok deketin Papa terus?!" ucapnya datar.

Saint terlihat geram dengan perilaku tidak sopan Ae. "Ae! Kamu tidak sopan sama orang tua! Papa tidak pernah mengajari kamu bicara seperti itu?! Apa Pete, temanmu itu yang sudah mengajari kamu, hah?! Dia memang membawa pengaruh buruk buat kamu!" ujar Saint memarahi Ae di depan Deasy dengan sedikit membentaknya. Tak hanya itu, Dia juga menyebut nama Pete di dalamnya.

Ae berdiri dari posisinya. "Pete orang baik! Pete tidak jahat seperti tante Deasy!" teriaknya sembari menunjuk Deasy tepat di depan wajahnya.

Tingkah kurang sopan Ae semakin membuat emosi Saint memuncak. Dia pun berdiri dan kembali memarahi Ae di depan Deasy yang nampak khawatir.

"Ae! Minta maaf sama tante Deasy! Sekarang!" titah Saint dengan suara nyaring.

"Tidak mau! Ae benci tante Deasy! Ae benci tante!" teriak Ae melihat ke arah Deasy yang kini berdiri di belakangnya.

Saint menarik lengan Ae menjauh dari Deasy. "Kamu tidak boleh lagi bermain dengan Pete! Ingat itu! dan cepat minta maaf sama tente Deasy!" bentaknya dengan tanpa sadar mencengkram lengan kanan Ae.

Ae merasakan sakit di lengan kanannya. Namun dia abaikan akibat rasa bencinya terhadap Deasy. "Aku benci tante!" teriaknya di depan Deasy.

PLAK!

Saint menampar Ae di hadapan Deasy dengan tangannya sendiri. "M-maafkan Papa, Ae. M-maaf ..." lirihnya setelah tersadar jika sudah melakukan hal yang salah kepada Ae.

"... hiksss ... Ae benci Papa!" isak Ae yang langsung berlari dan pergi dari rumah.

"Ae! Papa minta maaf..." lirih Saint dengan tangan gemetar.

"Saint! Ae pergi dari rumah! Cepat kejar dia!" pekik Deasy menyadarkan Saint.

Bersambung ...

a/n: akhirnya bisa up lagi revisian. 🙃

My Baby Boy [SonPin x MPREG] √ (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang