Chapter 8 : Menyesal (Revisi)

2.2K 171 11
                                    

Semenjak kejadian Ae yang nekat kabur karena dilarang bertemu dengan Pete, aturan yang diterapkan Saint semakin diperketat dengan tidak memperbolehkan Ae keluar rumah kecuali pergi sekolah. Saint menjadi seorang ayah yang posesif dan overprotektif terhadap anaknya sendiri. Hal tersebut pun mulai berdampak pada Ae yang merasa tertekan dan dikekang oleh ayahnya sendiri yang membatasi interaksinya dengan dunia luar. Akibatnya, sifat dan sikap Ae pun ikut berubah seiring waktu dan bertambahnya usia.

Di usianya yang ke-16 tahun, Ae menjadi seorang remaja yang bersikap kasar dan nakal. Prestasi belajarnya di sekolah pun menurun dan sering mendapat surat panggilan dari guru dengan berbagai macam pelanggaran.

"Ae! Apa kamu tidak bosan terus menerus berbuat onar di sekolah, hah? Berapa kali Papa harus datang ke sekolahmu dan menemui gurumu lalu meminta maaf pada mereka?!" ujar Saint memarahi Ae yang duduk di sofa ruang tamu. Di tangannya ada selembar kertas, sebuah surat panggilan yang baru saja ia temukan di dalam tas anaknya.

"JAWAB PAPA, AE!!!" bentaknya.

Saint menggenggam lengan Ae kemudian menariknya ke lantai atas. "Ikut Papa!" titahnya.

Emosi Saint kembali tersulut setelah dirinya menjemput Ae di sekolahnya. Setibanya di rumah, Saint langsung memeriksa isi tas ransel sang anak. Kegiatan rutin yang sudah dilakukannya sejak 6 bulan lalu. Ketika tangannya merogoh ke dalam tas, dia menemukan sebuah ponsel baru di dalamnya. Saint tahu jika ponsel tersebut bukan pemberiannya. Dia pun memutuskan untuk bertanya.

“Dari mana kamu mendapatkannya?” tanyanya dengan suara normal sambil memperlihatkan ponsel pintar keluaran terbaru tersebut ke depan Ae.

“Dari Om Baik!” Ae menjawab dengan ketus sembari membuang muka dengan angkuhnya.

Saint bergumam dalam hati, bertanya maksud dari jawaban Ae. “Apakah dia yang memberikannya?” lirihnya.

Saint pun melanjutkan pemeriksaannya dengan lebih teliti. Kemudian ditemukanlah sebuah kertas yang dibentuk menjadi lipatan kecil yang disembunyikan di sela-sela kecil di dalam tasnya. Saint membuka lipatan kertas itu dan membacanya hingga titik terakhir di kalimat yang tertulis di kertas tersebut. Amarahnya yang sempat mereda seketika membara seperti lava yang baru saja menyembur dari gunung api.

Sampai dia tega menyeret anaknya sendiri masuk ke dalam kamarnya. Ae diseret dan dipaksa masuk ke dalam kamar mandi.

"DUDUK KAMU!! DIAM DI SITU!!" bentak Saint lalu mendorong Ae ke pojok kamar mandi dan menyuruhkan duduk tepat di bawah shower air.

"AKU DAN ISTRIKU SUDAH MERAWATMU DARI KECIL! MENYEKOLAHKANMU DAN MEMBERI APAPUN YANG KAU INGINKAN!! DAN INI YANG KAU BERIKAN PADAKU SEBAGAI BALASANNYA?
SELALU BERBUAT ONAR DI SEKOLAH DAN TIDAK MEMATUHI PERINTAH?!!

"AKU INI BUKAN PAPA-MU!! AKU TIDAK MEMILIKI ANAK SEPERTIMU! TIDAK PERNAH! ANAK NAKAL YANG SUKA BERULAH SEPERTIMU TIDAK PANTAS MENJADI ANAKKU!!" hardik Saint meluapkan segenap emosinya di hadapan Ae yang duduk dipojok kamar mandi dengan seragamnya yang sudah basah kuyup diguyur air.

"DENGAR DAN INGAT KATA-KATAKU! KAU-BUKAN-ANAKKU!" teriak Saint tepat di depan wajah Ae seraya melempar gagang shower yang masih mengeluarkan air.

Saint beranjak dari kamar mandi kemudian pergi ke kamarnya dan meninggalkan Ae sendirian.

"Hikkss ... Hikss ... " suara rintihan Ae terdengar saru, bercampur dengan suara air yang mengalir dari shower.


******


Di kamarnya, Saint duduk diam menatap kosong ke arah jendela. Namun pikirannya penuh dan bercabang. Rasa sesal, marah dan sayang-nya pada Ae berkumpul dan membentuk sikap overprotektif dan posesif selama setahun ini.

Saint sendiri tidak yakin dengan alasannya. Kenapa? Kenapa dia bisa bersikap seperti itu setelah melihat laki-laki yang menemui Ae setahun lalu? laki-laki yang juga memberi Ae sebuah ponsel pintar yang memang Saint sendiri tidak pernah mengijinkannya menggunakan ponsel. Saint tahu, bahwa sebenarnya laki-laki tersebut adalah orang tua kandung dari remaja berusia 16 tahun yang ia beri nama, Ae Suppa.

Selama satu tahun itu pula, Saint merasa hidupnya tidak tenang. Merasa terancam dan dihantui oleh seseorang yang akan mengambil kembali sesuatu yang telah menjadi miliknya.

Tapi, terlepas dari hal itu perasaan Saint terhadap Ae -anaknya- terasa, terlihat, dan tercurahkan bukan layaknya seperti rasa cinta orang tua terhadap anak mereka. Lebih seperti, rasa cinta dari seorang pria dewasa kepada kekasih kecilnya.

Tanpa Saint sadari, perhatiannya pada Ae sangatlah aneh dan mengundang rasa curiga bagi siapapun yang baru melihat keduanya. Kedekatan dan sentuhan yang Saint berikan terlihat kurang begitu menggambarkan sebagai sosok seorang ayah dan anak lelakinya.

Saint pun telah menyadarinya. Keterlambatannya itu dianggap sebagai rasa penasarannya selama ini. Penasaran akan rasa cinta yang tumbuh dan berkembang untuk Ae, anak angkatnya.

"Ae?" gumamnya teringat Ae yang masih berada di kamar mandi.

Saint berlari ke kamar Ae dan bergegas mencarinya ke dalam kamar mandi. "Ae?" lirihnya melihat Ae yang masih terduduk di lantai kamar mandi dengan pakaiannya yang mulai mengering.

Saint mengusap rambut Ae yang juga hampir mengering. Kemudian mengusap wajah pucat Ae yang basah karena air mata. "Ae ..." ucapnya memanggil nama Ae lalu mengangkat tubuhnya dan membawanya keluar.

Saint tidak yakin keadaan Ae setelah membaringkannya di atas tempat tidur. Saint langsung mengganti seragam sekolah Ae sesaat setelahnya. Satu per satu kain yang melekat di tubuh remaja itu dilepaskan. Dimulai dari dasi lalu baju seragamnya, kemudian celana panjang berwarna hitam dan terakhir sepatunya. Saint menutupi tubuh polos Ae dengan handuk besar sementara ia mengambil baju dan celana ganti di dalam lemari.

"Maafkan Papa, Ae." Saint bergumam lirih sembari mengusap wajah pucat Ae yang masih terpejam di depannya.

Setelah semua selesai, Saint menutupi tubuh Ae dengan selimut tebal kemudian ikut berbaring di sampingnya. Dipeluknya tubuh remaja tersebut dengan erat, dan tak hentinya ia mengucap kata maaf seraya mengecup keningnya dengan lembut. Dan untuk pertama kalinya, Saint merasa sangat menyesal sudah menyakiti Ae dengan tangannya sendiri.

Semua penyesalan itu akibat dari rasa cemburu yang terpendam lama di dalam hatinya.

"Kamu boleh marah sama Papa. Tapi jangan benci Papa, Ae." bisiknya sebelum terpejam di samping Ae.

Bersambung ...

a/n: masih revisian ya, guys. banyak yg dirubah alurnya.

oh, iya. kalian mau aku up cerita yang mana lagi, boleh komen ya. makasih banyak... 😘

My Baby Boy [SonPin x MPREG] √ (Revisi)Onde histórias criam vida. Descubra agora