7(Tujuh)

1.2K 204 14
                                    

Setelah Papah dan Mamah keluar dari kamar gue, gue jatuhin diri di lantai. Menatap pintu kamar yang masih di buka dengan kosong, air mata gue perlahan lahan mengalir lagi.

Sesak. Hati gue sesak, ketika mendengar omongan Mamah tadi yang katanya nyesel ngelahirin gue, yang katanya menderita karna gue, yang katanya Papah nikah lagi karna gue.

"Gue tau lo sedih, tapi sedihnya ditunda dulu, gue anter lo ke sekolah sekarang." gue mendongakkan kepala.

Hyunjin mengulurkan tangannya ke gue. "Ayo sekolah." ucapnya sambil tersenyum.

Gue gak menerima uluran tangan dari dia, gue bangkit sendiri, gue tatap dia dengan lirih. Anak Papah dengan wanita lain ternyata udah gede, bahkan kayaknya seumuran sama gue. Jadi, sejak kapan mereka menikah?

Sijak buteo da
Yesang bakke nollaun style
Jakeun seutebdeullo
Bbumeonae big vibe keep up

Ponsel gue berbunyi, gue ambil ponsel gue di meja, tertera nama Jaemin disana, Jaemin nelpon gue. Gue menghela napas, gue matikan langsung sambungannya, maafin gue Na, gue tau lo khawatir, tapi gue mau nenangin diri dulu.

Gue masukin ponsel ke saku. "Gue mau nenangin diri, makasih lo udah mau anterin gue." ucap gue ke Hyunjin.

Gue keluar dari kamar tanpa membawa tas sekolah, gue turun dari tangga, dan berpapasan dengan Bi Hani yang kayaknya mau naik ke atas.

"Non mau kemana?" tanya Bi Hani khawatir.

"Aku mau keluar dulu sebentar Bi." balas gue.

Bi Hani mendekatkan dirinya ke gue, dia menatap iba ke gue seolah-olah dia tau apa yang gue rasain, dia meluk gue dengan hangat. "Non yang sabar ya." ucapnya sambil mengusap surai gue dengan lembut.

"Hiks..." payah emang, kenapa gue gak bisa setegar itu? kenapa hati gue gak sekeras baja?

"Vinkan." panggil Hyunjin yang baru turun dari tangga.

Gue ngelepasin pelukan Bi Hani, gue berusaha untuk mencoba tersenyum. "Aku gak papa Bi, aku mau keluar dulu."

Gue berjalan keluar mengabaikan panggilan dari Bi Hani maupun Hyunjin. Gue emang sekarang benar-benar pengen nenangin diri, pengen menyendiri.

"Hallo Den? Non Vinkan pergi dari rumah."

***

"Anjing." umpat Jaemin sambil menggebrak meja dengan keras yang mengundang atensi satu kelas ke dia, untung saja sekarang pelajarannya jamkos, kalo tidak, bisa dimarahin dia sama guru.

"Kenapa lo Min?" tanya Renjun.

"Iya kenapa? ada kabar dari Vinkan?" tanya Mark. Karena ia tahu, sedari tadi ia mendengarkan percakapan Jaemin dengan seseorang di sebrang sana di telepon, meskipun ia tak sepenuhnya mendengar dan menyimak. Tapi dia yakin pasti tadi yang telponan dengan Jaemin itu yaitu orang yang ngasih kabar tentang Vinkan.

Dari pas upacara sampai pelajaran ketiga sekarang, Vinkan belum juga kelihatan batang idungnya, dia ngasih kabarpun tidak.

"Vinkan pergi dari rumah." gumam Jaemin pelan.

"Hah?" sontak Mark, Renjun, Jeno, Chenle, Haechan, dan Somi kaget dengar ucapan Jaemin barusan.

"Pergi dari rumah maksudnya gimana?" tanya Somi.

"Pergi dari rumah, ya pasti ke sekolah, tapi ini si setan belum nongol-nongol." tutur Haechan.

"Ya ampun Vinkan, lo kemana si, jangan bikin kita khawatir dong." lirih Somi. Ia benar-benar khawatir sekarang sama Vinkan. Bukan Somi aja yang khawatir, tapi Jaemin, Mark, Renjun, Jeno, Haechan dan Chenle sama khawatirnya.

Friendzone | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang