20

6.6K 513 65
                                    

Hening, suram dua kata yang bisa menggambarkan suasana pertemuan antara ibu dan anak, saat ini. Seolah seluruh ruangan itu di selimuti oleh lapisan es yang tebal. Sehingga dapat membuat seseorang mati beku di sana!. Dan dengan suasana yang seperti itu rasanya tidak akan ada seorang pun yang mau berada di ruangan itu untuk waktu yang lama.

“Hah....” Sandra menghela nafasnya begitu berat. Sebelum wanita itu mengambil secangkir teh dan meminum seteguk air untuk membasahi kerongkongannya yang terasa begitu kering, karena tertekan di bawah aura dingin putranya yang bahkan membuatnya merasa tidak nyaman. Tapi Sandra tidak menyerah dengan aura intimidasi yang di keluarkan ‘Anak Nakal’ itu. Dan seteguk teh hangat sepertinya cukup ampuh untuk sedikit menenangkan jiwanya yang bergetar ketakutan

“Ayah. Kenapa kau menurunkan  sikapmu yang diktator pada putraku ini. Sungguh malang nasib ku  “ Sayangnya Sandra hanya bisa mengatakan keluhannya ini di hati. Seolah meratapi nasibnya yang malang! Dulu ketika dia masih kecil ayahnya selali mengusiknya dengan keras bersama dengan 5 saudara laki-lakinya dengan semua jenis latihan bela diri yang begitu banyak. Seolah tidak memedulikan kalau dirinya waktu itu hannyalah seorang gadis kecil. Ayahnya selalu bersikap tegas bahkan cenderung kelewat tegas. Yang membuat Sandra dan kakak-kakaknya seolah tinggal di dalam sebuah keam militer Dibandingkan sebuah rumah!

“ Apa begitu caramu menujukan rasa hormat pada orang yang lebih tua. Apa lagi  aku ini ibumu. Setidaknya berikan aku sebuah pelukan hangat atau...  “sebelum Sandra bisa menyelesaikan kalimatnya.  Achazia  sudah memosisikan dirinya mengambil  tempat untuk duduk. Tentu saja itu membuat Sandra harus menelan kemarahannya sendiri dan kembali memasang wajah tebang seakan itu bukan hal yang perlu di perdebatan.

Alasannya memanggil Achazia  kesini bukan untuk menabuh genderang perang. Melainkan untuk mencapai sebuah kesepakatan.

“Bagaimana kabarmu?”

“ Pasti, baik kan? Melihat dari penampilanmu saat ini"

“ ...” Achazia memilih diam sembari meniup uap dari cangkir tehnya yang baru saja di bawakan oleh seorang pelayan. Sedangkan Sandra mengerahkan giginya  ketika kembali di harapkan dengan  sikap acuh tak acuh putranya. Tapi Sandra sama sekali tidak menyerah.

“Sebenarnya, aku bertanya-tanya apa yang membuatmu sampai harus bekerja jadi seorang pelayan dan memilih meninggalkan status  dan jabatanmu.  Kamu tahu tidak semua orang keberuntungan kita. Jadi tidak perlu sampai ke titik ini hanya untuk bisa merasakan bagaimana jadi orang susah"

“....” menghadapi kebisuan Achazia  membuat Sandra di paksa untuk memeras otaknya.  2 kali lebih keras dari pada bisanya.

“Kamu tahu,  sejak kamu lahir dan bahkan sampai sekarang. Setidaknya sampai tadi pagi. Seumur hidupmu belum pernah ibu mengizinkannya untuk membuat minuman sendiri dan membiarkan para pelayan melakukannya. Tapi....” Sandra menjadi menujukan ekspresi sedih bersamaan dengan itu terlihat beberapa kali Sandra terlihat  menarik nafas panjang sekali lagi.

“Hari ini. Untuk pertama kalinya putraku tersayang. Menyajikan minum dan makanan untuk orang lain. Kau tabu apa yang aku rasakan? “ Andra kali ini tidak memasang wajah pura-pura  sedih saat mengatakan ini  apa lagi ketika ingatan tentang apa yang terjadi di toko kue pagi ini. Membuat hatinya sebagai seorang ibu rasanya menangisi.

“Aku tahu bukan itu yang sebenarnya mami ingin katakan padaku kan? Kalau hanya  ingin mengatakan hal romantis seperti halnya kasih sayang ibu dan anak untuk saat ini rasanya tidak perlu untuk memanggil ke tempat ini “Achazia yang sejak tadi memilih diam dan tetap memfokuskan dirinya pada cangkir teh. Pada akhirnya memilih untuk bicara. Memaksa Sandra untuk menghentikan sandiwara dengan segera.

SESUATU YANG BERHARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang