030 - there was once

35 8 0
                                    

Kini Aryan, Syera, dan Shinta tengah menunggu kabar dari sang dokter. Aryan yang sedari tadi turut gelisah mengenai kondisi Nanda yang kian hati semakin memburuk.
Sementara Shinta, gadis itu masih tak paham dengan apa yang sedang terjadi kali ini. Ada apa dengan Nanda, mengapa ia berucap seperti tadi?.

Syera yang mulai merasa kasihan pada sahabatnya itu segera menghampiri Aryan. "Tenang, kak Nanda pasti baik-baik saja." ucapnya terjeda. "Tapi..apa kita masih harus tetap diam mengenai penyakit yang di deritai kak Nanda?," sambung gadis itu seraya melirik bangku yang tengah di duduki Shinta.

Aryan mengangguk. "Harus, karena ini memang permintaan dari kak Nanda. Kita gak ada hak buat membongkar, karena yang memiliki hak hanyalah Nanda seorang.." jawab lelaki itu sedikit berbisik agar tak di dengar oleh Shinta.

Syera menghela napasnya kasar, sejujurnya ia tak tega tetapi yang di katakan oleh Aryan memang ada benarnya. Rahasia ini terbongkar apabila Nanda yang memberi tahu secara langsung atau memberi izin Aryan dan Syera untuk memberi tahu sebagai perwakilannya.

Aryan merogoh sebuah totebag yang ia dapatkan dari Aryan tadi pagi. Lelaki itu menatap sebuah kotak persegi itu, sebelumnya Nanda sempat menitipkan hadiah itu untuk Shinta seorang. Untuk berjaga-jaga, bila ia tak bisa memberinya secara langsung.

"Di kasi saat waktu yang pas. Jangan paksa Shinta buat membukanya, beri tau dia apabila Shinta merasa siap dan sedang merindukan Nandanya, silahkan dibuka."

Begitulah kira-kira pesan yang di utarakan Nanda pada Aryan tadi pagi.

Lelaki itu kembali memasukkan kotak itu kedalam totebag, kemudian melangkah keluar untuk menuju mobilnya. Aryan terkejut bukan main, ketika ia baru saja menaruh totebag di mobilnya, seseorang datang menghampirinya.

Nathan, tampak bahwa lelaki itu sudah tak terkejut dengan Aryan yang juga berada di rumah sakit. Justru, Nathan sendirilah yang menghampiri temannya itu.

"Gue udah tau semuanya, jadi jangan kaget." ucap Nathan di selingi dengan tawaan, ketika melihat Aryan menatapnya dengan raut wajah terkejut.

***

Secangkir kopi telah hampir tandas di sruput oleh Aryan. Lelaki itu hanya mampu menatap lelaki di seberangnya itu, tanpa bersuara. Sampai dimana Nathanlah yang memulai pembicaraan mereka di malam hari ini.

"Gue udah pernah ketemu sama Nanda, dia sempet kabur tapi ya gue ajak ngomong baik-baik. Dan gue..tau semuanya," ucap Nathan dengan intonasi tenangnya.

Aryan mengangguk paham. "Thank's, udah gak membiarkan Shinta untuk tau semua ini." Nathan tersenyum simpul menanggapinya. "Belum saatnya dia untuk tau, gue juga gak mau memperburuk keadaan.." jawab Nathan.

Mereka mulai terdiam, tanpa dan yang berniat berbicara. Jarum jam terus berdetak kurang lebih hampir 300 detik. Aryan cukup paham dengan kondisi mereka saat ini, terlalu lama berjauhan sampai lupa bahwa dahulu pernah merangkai sebuah cerita bersama-sama.
Lelaki itu terlalu lelah dengan kecanggungan ini, kemudian menggebrak meja sehingga menimbulkan keterkejutan dari pengunjung sekitar. "Kita gak seharusnya secanggung ini, Nat."

Nathan tertawa, bahkan tawanya sangat membahagiakan, ia rindu, ia rindu semua ini. "Sorry for everything, seharusnya gue mencoba untuk terbuka, meminta solusi sama lo sebelum berakhir berantakan seperti ini."

Ya, Aryan sudah tahu mengenai pernikahan kedua orang tua Nathan dan Shinta yang akan di selenggarakan pekan ini. Miris, tetapi ini memang rencana Tuhan, plot twist yang sudah Tuhan ciptakan untuk hubungan mereka.

Aryan tersenyum simpul. "Gue tau, lo punya alasan untuk ngelakuin semua ini, dan Tuhan juga punya alasan untuk dunia kelabu ini. Come on bro, lo bisa cerita dari awal sampai akhir. Jadikan gue sebagai teman pertama lo saat itu.."

Nathan terkekeh miris. "Gue bakal cerita, tapi gak akan merubah keadaan apapun. I just want to get this straight, even if it's too late. "

***

Kini Aryan berusaha secepat kilat untuk menemui kedua temannya itu, ketika Shinta dan Syera mengabarkan bahwa dokter berkata pasiennya itu akan baik-baik saja. Aryan cukup mengerti maksud dokter itu, arti yang dimana bahwa keadaan Nanda kini sedang tidak baik-baik saja.
Huft, Nanda terlalu akrab dengan para dokter disini, sehingga membuat rencana dengan para dokter yang menanganinya apabila ia sedang di fase tidak baik-baik saja, agar para dokter memberi kabar bahwa Nanda baik-baik saja.

Aryan terkekeh kecil, lalu berdecih. Kakak tingkatnya itu terlalu pandai berpura-pura, tetapi Aryan tak akan pernah tertipu dengan itu semua.

"Tolong berhenti berpura-pura, dan fokuslah untuk bertahan." batin Aryan.















Dear My Best [✔️]Where stories live. Discover now