031 - end and give up

29 6 0
                                    

Sudah hampir sepekan Nanda masih belum tersadar dari tidur panjangnya. Ruangan ICU sungguh mencekam rasanya bagi Shinta, gadis itu sampai lelah berpikir tentang bagaimana cara lelaki itu untuk bertahan dalam ruangan dingin itu.

Shinta mulai curiga dengan segala tentang Nanda, sesuatu apa yang tengah lelaki itu sembunyikan darinya?. Apakah penyakitnya itu begitu parah dari dugaannya?
Jika seminggu lalu sang dokter menyatakan bahwa Nanda baik-baik saja, mengapa sampai saat ini lelaki itu belum memperlihatkan tanda-tanda hendak tersadar dari komanya?.

Gadis itu memilih untuk segera menemui sang dokter, menanyakan hal yang patut dipertanyakan dan hal yang tentu harus diperjelas.

Dengan terpaksa, seorang dokter yang terus memantau keadaan Nanda pun harus memperjelas fakta yang sebenarnya terjadi. Karena bagaimana pun, tak seharusnya seorang dokter menutup-nutupi penyakit pasiennya.

Dokter muda itu segera mengajak Shinta ke ruangannya untuk berbicara empat mata.

Sang dokter menarik napasnya dalam-dalam sebelum ia harus menceritakan segalanya pada gadis di depannya itu. "Saya adalah kakak laki-laki, Nanda. Selama ini, Nanda hanya hidup bersama saya, karena hanya saya yang dia miliki." jedanya. "Selama separuh hidupnya, adik saya selalu menanggung rasa sakitnya sendirian, penyakit yang tidak bisa di anggap sederhana. Karena sekarang, keadaannya semakin kritis."

Dokter muda berkisaran umur dua puluh delapan tahun itu bernama Arnold Abiraya. Lelaki yang berstatus sebagai dokter spesialis penyakit ginjal itu ternyata adalah kakak kandung Nanda.

Arnold kembali berbicara. "Nanda mengidap penyakit ginjal, dan semakin hari, kondisinya semakin melemah. Saya akan melakukan semaksimal mungkin, tetapi.." dokter itu menggantungkan kalimatnya. Ia terdiam, dengan tatapan kosong. Lelaki itu tak mampu menyambungkan kalimatnya, sangat sulit..

Shinta mengerti maksud dokter itu, gadis itu melemas. Entahlah, tetapi pikirannya telah kemana-mana akibat perasaannya yang seketika hancur dengan kerealitaan yang ada. Gadis itu berlari menuju ruang ICU, menatap nanar kearah seseorang yang berada di dalam ruangan mencekam itu.
Air matanya merembes membasahi kedua pipinya.

Tidak, ini tidak mungkin.
Pertemuannya baru sesaat...
Tetapi mengapa dunia sangat ingin membuat jarak yang semakin jauh darinya?.

Syera yang baru saja mengunjungi rumah sakit, terpaku ketika menyadari seseorang yang sangat ia kenali sedang terjongkok sembari menangis. Syera segera berlari mendekat kearah Shinta lalu memeluknya erat.
Syera ikut serta menangis di atas lantai yang dingin itu, ia tahu bahwa Shinta tengah shock, karena telah mengetahui kebenaran dari semua ini.

"Kak, aku masih butuh kakak di sisiku. Duniaku boleh fana, tapi Nandanya Shinta jangan dulu.." batin Shinta menangis perit.

***

Kini hari yang dimana adalah hari penantian berharga bagi sang kedua mempelai pria dan wanita.
Sang mempelai pria tampak sudah siap dengan style jas yang melekat pada tubuhnya, masih terlihat gagah di umur kurang dari setengah abad itu. Sementara sang mempelai wanita, tengah bersiap-siap di ruang makeup.

Mira tampak anggun dengan gaun putihnya, serta riasan sederhana yang membuat wajahnya semakin terlihat lebih muda.
Wanita itu tengah tersenyum penuh kebahagiaan, sampai-sampai Shinta ikut bahagia dengan senyuman yang ibunya ukir di hari ini.

Shinta, gadis itu sangat cantik dengan gaun sutranya itu. Tampak sederhana, namun tetap membuat orang-orang pangling dengan parasnya.
Gadis itu memantapkan hatinya untuk merelakan semua ini, termasuk hatinya pada Nathan. Lelaki itu berhak bahagia dengan perempuan lain, lelaki itu berhak bahagia bersama pilihannya di masa depan nanti. Sementara Shinta, entahlah..ia merasa semua kebahagiaan telah di renggut, mungkin nanti ia akan susah membuka lembaran baru.

Rama, anak kedua dari Mira itu baru saja sampai tanah airnya dari penerbangan selama dua puluh dua jamnya di atas udara.
Nathan, lelaki itu tampak sangat tampan dan berkharisma, persis seperti ayahnya. Sepertinya, wajah tampan lelaki itu di ambil dari wajah sang ayah.

Ck, jika Nathan mendengar bahwa orang-orang berkata wajahnya tampan karena sang ayah, ia akan sangat marah. Karena ia lebih mirip dengan mendiang ibunya, sangat mirip sampai bisa dibilang bahwa Nathan adalah versi lelaki dari sang ibu.

Nathan Satria, lelaki itu kini sedang menunggu kedatangan seorang gadis yang sangat berharga di hidupnya sejak dahulu hingga kini. Gedung pernikahan yang letaknya tak jauh dari pantai, lelaki itu memutuskan untuk menemui seseorang di tepi pantai.

Baginya, pantai adalah tempat meninggalkan, mengenang, merelakan. Karena itu, Nathan harus menyelesaikan semuanya.

"Nathan.." panggil gadis itu. Suara yang sangat lelaki itu rindukan, suara yang selalu menjadi candunya selama ini, terlebih pada wujudnya yang selalu menjadi magnet rindu bagi Nathan.

Nathan berbalik, menatap sorot mata indah dari sang gadis. Lelaki itu tersenyum hangat, kemudian telapak tangannya bergerak untuk menutupi separuh wajah gadis itu yang membuat matanya silau. "Panas ya?.."

Nathan menghela napasnya, lalu kembali tersenyum. "Lo harus tau bahwa selama ini gue sangat mencintai lo." ucapnya terjeda. "Gue melakukan ini semua, sebagai bentuk pertanggung jawaban gue karena gak sengaja nabrak bokapnya Karlina. Sebagai gantinya, Karlina nyuruh gue buat kembali sama dia, dan mencoba perasaan gue untuk kembali kepadanya."

Shinta masih terdiam mendengar cerita dari lelaki di depannya itu. Gadis itu hanya mampu terdiam seperti patung, tanpa hendak berbicara sepatah katapun.

"Gue tau, itu hanya rencana dia. Tapi sekarang gue udah tau semuanya.." gantung lelaki itu membuat Shinta semakin penasaran. Tetapi Nathan hanya terkekeh kecil seraya mengusap pelan rambut Shinta. "Nanti gue kasih tau, kalau kita udah sah jadi kakak adik.."

Mereka sama-sama terdiam, sesaat terlupakan bahwa sebentar lagi mereka akan menjadi keluarga. Nathan merogoh saku celananya, mengambil sebuah kotak kecil yang di dalamnya berisikan kalung. Indah, kalung yang sangat cantik sampai-sampai membuat Shinta tersenyum.

Lelaki itu tersenyum menatap kalung indah yang ia beli sendiri. Bukan beli di pasar, tapi ini memang kalung yang sangat spesial untuk gadis yang masih ia cintai itu.
"Biarkan kalung ini sebagai bentuk simbol akhir dari hubungan kita. Mari kembali membuat hubungan yang baru di antara kita.." ucapnya seraya mengaitkan kalung di ceruk leher gadis itu.

"Walaupun kita tak lagi melangkah bersama-sama, tetapi kita harus meraih mimpi masing-masing secara bersama-sama." ucap kembali Nathan sebagai akhir dari dialog mereka.




----------------

Selesai, berakhir dengan cara baik-baik.
Lebih damai dibanding berakhir dengan banyaknya konflik yang belum terselesaikan di antara mereka.

Mungkin ini akhir kisah Nathan dan Shinta..
Jika tim Nanda dan Shinta, apakah kalian yakin juga dengan hubungan mereka?

Maaf jika terlalu banyak perpisahan, karena suatu hal tak selamanya akan kekal..

Dear My Best [✔️]Where stories live. Discover now