[001]

40.9K 2.2K 404
                                    

Park Jimin,

Berhasil menjalani kehidupan biasa selama 18 tahun, dan akan melanjutkan tahun ke 19 nya sebagai pemuda yang biasa-biasa saja, meski tergolong tampan tapi tidak cukup untuk menjadikannya sebagai siswa populer. Mungkin disebabkan oleh penampilannya yang biasa-biasa saja, juga otak yang biasa-biasa saja, keterampilan yang biasa-biasa saja, dan segala hal yang biasa-biasa saja untuk Park Jimin ini. Yah, bisa dibilang tidak ada yang menarik dalam hidupnya. Berusaha sekuat apa pun, tetap Jimin bukanlah orang yang bisa masuk kriteria sebagai orang populer.

Jimin pun sadar, toh kehidupannya juga selalu berjalan sama , seperti tidur ㅡsekolah ㅡpulang ㅡbermain dengan dua teman yang sama sepertinya  ㅡlalu tidur lagi dan seterusnya. Jimin yang sadar akan kondisinya,  membuatnya terlalu insecure hanya sekadar untuk mencari pacar.

Oke, bahkan sama sekali tidak terpikirkan untuk menjalin sebuah hubungan karena yang ada di pikiran Jimin ialah; memiliki pacar berarti kau harus mengeluarkan biaya 2x lipat dari biasanya. Astaga, bahkan hanya untuk membeli boba di depan sekolah pun sulit. Jadi lupakan saja tentang pacaran.

Jimin yang memiliki pikiran seperti ini membuatnya harus mengubur perasaannya sendiri pada seseorang yang disukainya. Bahkan untuk sekadar dekat pun Jimin tidak berani. Ia terlalu takut untuk mengambil resiko.

Yah singkatnya, seperti itulah kehidupan Park Jimin.

Meski kehidupannya biasa-biasa saja, maukah kalian mengikuti kisahnya??

"PARK JIMIN!"

Sebuah penghapus papan tulis melayang tepat mengenai kepala seorang siswa yang sedang tertidur di atas mejanya.

Siswa itu, Park Jimin.

Mengusap kepalanya sambil menggerutu kesal tanpa tau si pelempar adalah gurunya sendiri.

"KENAPA? KESEL SAYA LEMPAR PENGHAPUS?!" tanya sang guru galak, Hong Jinyong.

"EngㅡEnggak kok ... He he."

"Gausah cengengesan, cepet maju sini jawab pertanyaan di papan tulis!" perintah sang guru, galak.

"Mampus!" batin Jimin berteriak.

Jimin menelan ludahnya berat saat melihat soal matematika di papan tulisnya, matanya berkedip-kedip karena hanya dengan membaca soalnya saja Jimin sudah pasti tidak bisa.

"Kenapa diem? Ayo jawab!" ulang sang guru, sementara Jimin hanya bisa cengengesan di tempatnya.

"Hehe."

"Bisa gak?"

"Enggak bisa bu," jawab Jimin.

"Ya jelas gak bisa orang dari tadi kamu tidur pas saya lagi jelasin! Sekarang kamu keluar kelas sana, selesai pelajaran ikut ke ruang guru," ucap guru Hong, final.

"Tapㅡ"

"Gak ada tapi-tapian! Ayo keluar!"

Jimin memilih untuk patuh, meski bibirnya tetap menggerutu sebal. Dilihatnya kedua teman brengseknya sedang tertawa-tawa jahat.

Astaga lihat saja mereka!

Di luar kelas, Jimin memilih untuk berdiri di depan balkon, melihat ke arah anak kelas lain yang sedang mengikuti pelajaran olahraga. Tapi yang menjadi fokusnya bukan itu, melainkan pada segerombol cewek-cewek yang berbondong-bondong membawakan sebotol air serta jajanan pada seorang siswa yang hanya duduk diam di pinggir lapangan sekolah, tak menghiraukan kehebohan siswi-siswi di hadapannya.

Jimin yang melihatnya sukses berdecak. "Cih, sombong banget itu orang, kalo gue jadi dia udah gue embat semua makanannya."

"Lagian apa cakepnya sih dia? Ketimbang jadi anak band sekolah doang anjir. Masih cakepan juga gue? Coba kalo gue yang kalian semua sukain, gue bakalan baik ke kalian, bakal terima semua cinta kalian," oceh Jimin panjang lebar sambil menunjuk-nunjuk lapangan.

ROOM 779 ; YoonMin [END]Where stories live. Discover now