Nilai

136 26 9
                                    

"Tolong ucapkan selamat pada Fani, dia satu-satunya murid yang mendapat nilai sempurna pada ulangan kali ini."

Tepuk tangan terdengar nyaring di dalam kelas itu. Gadis yang disebut namanya hanya bisa menyambut pujian-pujian yang didapat dengan senyuman lebar. Rasanya senang, usahanya belajar beberapa hari kemarin mendapat balasan yang memuaskan.

Guru tersebut segera keluar dari kelas setelah selesai membagikan lembar ulangan Matematika pada murid-muridnya, sekalian memberikan jadwal remedial yang akan dilakukan minggu depan bagi mereka yang nilainya di bawah 60.

Fani menoleh ke sampingnya ketika terdengar suara helaan napas dari gadis itu. Ia melirik sedikit ke arah kertas ulangannya yang tertaruh lunglai di tangan kanan. Nilainya 55. Pasti kesal karena tinggal kurang lima lagi, dan ia tak perlu remedial. Fani langsung mengusak kepala temannya itu tanpa komando, memberikan semangat adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan saat ini.

"Gila! Padahal aku sudah belajar kemarin!" Gadis itu melihat kertasnya dengan tidak sabar. Ia lalu memasukkannya dalam tas, seakan nilai tadi adalah mimpi buruk yang lebih baik tidak dilihat lama-lama.

"Kamu kan belajarnya cuma pakai sistem kebut semalam. Pas ikut ulangannya tidak fokus lagi karena mengantuk. Hasil seperti apa memangnya yang kamu harapkan dari hal itu?"

Gadis yang bernama Gea itu mendengkus mendengarnya, ia lalu kembali menelungkup di atas meja dengan gerakan besar dan berisik, "Jahat, ih! Belain, kek. Setidaknya diriku pernah berjuang!"

Akhirnya Fani hanya tersenyum. Sudah terbiasa dengan reaksi Gea. Begitulah kebanyakan murid. Mengeluh sana-sini padahal nilai yang buruk itu juga salah sendiri karena tidak mau mencoba lebih. Walaupun kenyataannya kadang tidak semua usaha mendapat hasil baik, tidak berusaha sama sekali juga bukanlah pilihan. Paling tidak begitulah pikir Fani.

"Paling tidak berusahalah untuk ulangan Kimia nanti. Materinya cuma hafalan loh, kesukaanmu. Jadi tidak boleh ada keluhan seperti kali ini."

Gea ternganga, dia terduduk tegak dalam satu hentakan sembari memukul dahinya cepat. Seakan baru terbangun dalam kenyataan pahit, ia meringis, "Astaga, iya ya, kita kan masih ada ulangan Kimia!"

Fani hanya bisa tersenyum melihat gerakan Gea selanjutnya. Gadis itu mulai menggaruk kepalanya dengan gerakan frustasi, merasa bodoh sudah melupakan hal penting semacam ini. Pasti sebelumnya, ia sama sekali belum menyiapkan materi yang harus dipelajari. Jangankan menyiapkan materi, berpikir membuka bukunya saja kelihatannya tidak.

"Masih ada dua hari, masih sempat belajar."

"Kalau nanti setelah belajar pun aku masih tidak dapat jawabannya, bagaimana?"

Fani terdiam. Ditatapnya mata cokelat penuh keingintahuan milik Gea, tapi tak segera menjawab pertanyaan itu. Ia lalu menyuruh Gea mendekatkan kuping, supaya ia bisa leluasa berkata, "Kalau sudah berjuang, tapi hasilnya begitu juga, ya sudah. Andalkan bisikan Ilham saja!"

"Yee, dikirain beneran ngasih saran!"

Gea memilih berceramah panjang lagi setelahnya, sedangkan Fani hanya bisa mendengarkan sambil sesekali menimpali.

Padahal Fani serius tadi. Namun seperti biasa, tidak ada yang mempercayainya.

***

Sesungguhnya ulangan hafalan bukanlah sesuatu yang bisa Fani lakukan dengan sempurna. Sejujurnya, ingatannya ini kurang baik. Jadi meskipun ia telah berkutat selama beberapa hari lalu dan di tambah dua hari setelahnya bersama dengan rangkuman khusus yang telah ia buat, tidak banyak hal yang dapat ia ingat.

Masalah utamanya adalah materi yang diujikan benar-benar murni hanya hafalan. Masalah golongan unsur lagi. Seakan mengingat letak dan nama-nama unsur itu saja tidak cukup, ia juga harus mengingat sifat dan juga pengaplikasiannya dalam produk sehari-hari.

Intinya, saat ini Fani pusing.

Di saat seperti ini, Fani jadi merindukan materi stoikiometri. Kalau yang diujikan adalah materi yang memiliki perhitungan seperti stoikiometri, ia hanya perlu mengingat beberapa rumus, dan selesai. Sisanya ia hanya perlu sering-sering menjawab soal yang sesuai supaya ingat cara pengaplikasian rumusnya. Berbeda dengan yang murni hafalan. Karena soalnya begitu luas, dan tidak ada jaminan materi bagian mana yang akan muncul dalam soal.

Mau tak mau, Fani mengeluarkan hembusan napas panjang. Kepalanya berdenyut. Ini sudah jam sebelas dan ia harus segera tidur agar bisa kembali menyisihkan waktu belajar di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah.

'Bagaimana? Sekarang kaumau bantuanku?'

Fani terdiam saat suara itu mengisi keheningan. Kalau saja Fani baru pertama kali mendengarnya, sudah pasti ia akan terkejut dengan bulu kuduk yang meremang. Fani berbalik, kini menghadap cermin besar di pojok kanan ruangan. Barulah setelahnya ia melihat sosok itu terpantul dari cermin.

Perawakannya cukup kecil untuk ukuran anak SMA, pakaian seragamnya sudah usang dan terlihat ada bekas lumpur di sana-sini. Fani selalu menghindar untuk melihat langsung ke bagian atas makhluk itu, lebih baik tidak melakukannya daripada muntah karena tak tahan seperti terakhir kali ia melakukannya. "Apa yang kamu inginkan kali ini?"

'Rambut dan kuku dari gadis yang duduk di sebelahmu.'

Fani terdiam lama. Entah harus merasa senang karena targetnya lebih mudah didekati, atau harus merasa berat karena sepanjang ingatan Fani, siapa pun yang telah dimintai rambut dan kukunya oleh makhluk itu tidak pernah bernapas lega untuk beberapa minggu ke depan. Dan sayangnya, makhluk itu malah memilih orang yang cukup dekat dengannya sekarang sebagai korban.

Namun, pada akhirnya Fani menghela napas. "Baiklah. Akan kusiapkan secepatnya." Ia lalu bangkit dari meja belajarnya lalu mendekati cermin itu, "Sebagai gantinya, pastikan kamu membisikkan padaku jawaban yang benar, Ilham."

Sebuah senyum terukir sempurna di bibirnya. Sekarang, ia bisa tidur tanpa merasa gelisah.

Karena, semuanya akan berjalan sempurna.

Karena, takdir akan berpihak padanya.

Dan, Fani akan tetap menjadi yang terbaik. Meskipun itu berarti harus menggunakan cara kotor sekali pun. []

GenFest 2020: Teen Fiction x HorrorWhere stories live. Discover now