MAAF JIKA ADA TIPO
🌸
"Cuaca aja bisa diprediksi, kenapa kamu enggak?"
🌸🌸🌸
Echa merasakan keanehan yang luar biasa. Entah kenapa, pulang bersama Raga kali ini terasa berbeda. Apalagi, sejak tadi Raga seperti bukan Raga. Dia seperti bertransformasi menjadi sosok yang hangat, jayus, dan genit walau sifat galak dan judesnya muncul sesekali dalam obrolan mereka.
"Lo pasti seneng bisa masuk OSIS. Ya, 'kan?"
Echa tersenyum bangga. "Iya, dong, jelas. Bisa ketemu Jiwa-" Mengingat dirinya dan Jiwa yang sedang dalam keadaan renggang, gadis itu melunturkan senyumnya. "Nggak jadi seneng."
Mengerti akan perubahan raut Echa, Raga mengalihkan topik pembicaraan.
"Gue rasa Leon suka sama lo," kata Raga dengan nada santai. Walau santai dan bukan nada ketus, tetap saja Echa tidak suka opini itu. Leon suka dia? Itu adalah hal mustahil setelah Echa menggebuki Leon di pertemuan pertama mereka.
Echa mengeplak bahu Raga dengan kesal. "Jalanin aja motornya, nggak usah ngomong yang aneh-aneh."
Raga tersenyum sangat lebar. Sampai Echa rasa, sudut bibir Raga bisa robek jika lelaki itu terus memaksakan senyuman yang malah terlihat menyeramkan itu. Walau menyeramkan, sorot mata Raga terlihat aneh dari kaca spion, mau tidak mau tawa kecil meluncur dari bibir Echa. "Kalau nggak bisa senyum, nggak usah senyum."
Dari belakang, dengan sengaja, Echa menarik sudut bibir Raga yang melengkung ke atas kembali ke bawah. Hal itu jelas tidak pernah masuk daftar tindakan yang akan Echa lakukan kepadanya. Tapi, berkat tindakan itu, laju motor Raga memelan, berbanding terbalik dengan ritme jantung Raga yang meningkat.
"Habis bensinnya, ya?"
Pertanyaan itu membuat kesadaran Raga yang hampir hilang kembali. Lelaki itu tampak gelagapan lalu kembali melajukan motornya dengan kecepatan sedang. "Nggak, nggak habis. Nggak usah sok tahu," ketusnya.
Echa memeletkan lidahnya lalu mencibir. "Mau dong digombalin kayak tadi bukan diketusin kayak gini."
Dia rasa, cibiran-ralat- sindiran itu tidak mempan untuknya. Justru, Raga hampir menyemburkan tawanya melihat bibir Echa yang naik turun. Sayangnya, yang keluar malah kekehan sinis. Dia menyesalkan hal itu saat raut Echa yang menggemaskan berubah kusut. "Lo tahu nggak sih gombal itu apaan?"
Echa menggedikkan bahu tak acuh. "Nggak tahu dan nggak mau tahu. Dasar, Kakek Lampir." Lagi-lagi Echa mencibir. Dan hal itu sekarang membuat dia merasa lega karena tawanya benar-benar dapat terekspresikan.
Sayangnya, dia tidak melihat senyum simpul Echa karena gadis itu membuang muka. "Gombal itu menurut KBBI omong kosong, sesuatu yang bersifat bohong. Lo mau gue gombalin kaya tadi?"
"Lo cantik kalau marah," kata Raga meniru ucapannya beberapa menit yang lalu dengan suara yang aneh. Lalu, setelah mengucapkan itu dia mengedipkan sebelah mata. Echa cukup tahu jika Raga sekarang meledeknya. Ya, meledek. Raga pikir dia menyukai rentetan gombalan(kata bohong) yang sempat lelaki itu lontarkan tadi.
"Atau, lo suka bagian ini? Kayaknya tadi lo blushing deh, Cha, pas gue bilang...."
" .... "
"Kayaknya arum manis nggak semanis yang gue kira, soalnya ada yang jauh lebih manis. Echa," kata Raga jail dengan senyum menjengkelkannya. Setelah itu, ekspresi ingin muntah yang Raga perlihatkan benar-benar membuat Echa menaboki punggung tegapnya brutal.
YOU ARE READING
Jiwa Raga (✔)
Teen Fiction[ S E L E S A I ] ⚠Tersedia juga di Dreame⚠ Judul awal: Badboy and Coolboy • Echa tidak pernah menyangka, bahwa pertemuannya dengan Jiwa dan Raga akan membawanya kembali mengingat apa yang sempat dia lupakan--segala kenangan di masa lalu yang hi...