Takdir Tak Pernah Salah

11.6K 972 22
                                    

Beberapa detik mata mereka bertemu, Mayang melihat Ibram berkaca-kaca. Lalu Mayang segera mengalihkan pandangannya, karena sejujurnya dia pun ingin menangis. Entah alasan yang mana yang membuatnya menahan sekuat tenaga agar pipinya tak basah oleh air mata.

"Lo marah sama gue?" Tanya Ibram pada wanita yang menjadi alasannya datang ke tempat yang jauh dan asing itu.

Mayang tak menjawab, justru bertanya kenapa bos-nya itu ada di rumahnya. Lalu reka adegan Ibram dan Evelyn waktu itu melintas di pikirannya. Dadanya sesak seketika.

"Gue sama Evelyn nggak ada apa-apa, Yang. Lo salah paham," kata Ibram yang seolah tahu apa yang Mayang pikirkan. "Dia yang ngedorong gue sampai jatuh di sofa, lo bisa lihat rekaman cctv-nya di ponsel gue." Ibram maju satu langkah, namun Mayang justru mundur satu langkah.

Namun sungguh, bukan karena itu penyebab Mayang pulang ke rumahnya, meski kejadian di kantor Ibram waktu itu telah membuat hatinya luka. Semuanya terlalu cepat dan mendesak, hingga dia memutuskan pulang.

"Yang," panggil Ibram lirih.

Mayang enggan menoleh, panggilan istimewa dari Ibram itu tak akan dia dengar lagi mulai besok.

"Jangan nikah sama pria lain." Pinta Ibram. Mayang pun menoleh menatap wajah Ibram yang jauh dari kata baik. Kedukaan menyelimuti aura tampan yang biasa Ibram pancarkan. Mayang menduga, mungkin Ibram tahu perihal pernikahannya dari adik-adiknya.

Mayang menelan salivanya, lalu mulutnya terbuka seperti ingin menjawab pertanyaan laki-laki yang kini merajai hatinya itu. Sungguh Mayang ikut terluka melihat ketengilan yang biasa dia lihat di wajah Ibram, berubah menjadi raut keputus-asaan.

"Yang, tolong jangan!" Mohon Ibram.

Tak hanya kedua insan itu yang sedih, namun Satya yang hanya jadi penonton pun ikut sedih melihat adegan kasih tak sampai di depannya itu. Satya sedari tadi melihat tangan Mayang yang sudah digambar dengan henna itu meremas sajadah yang ada di tangannya, dia tau bahwa Mayang sama kacaunya dengan Ibram.

"Maaf," ucap Mayang lirih. Wajahnya tertunduk, setetes air bening meluncur bebas di pipinya yang tirus.

"Ini nggak adil buat hati gue yang empat tahun menyimpan nama lo di sana. Nggak adil buat empat tahun yang gue lalui dengan memantaskan diri demi menangin hati lo," mata Ibram memerah, tangannya mengusap kasar wajahnya. "Jangan setega ini sama gue, Yang!"

Gue minta maaf Ibram ... Ini pertama kalinya, ibu meminta sesuatu ke gue ...

Mayang mengusap matanya yang basah, lalu mengucap maaf pada Ibram. Pergi dari hadapan Ibram, adalah pilihan tepat untuk saat ini.

Ibram ingin menahannya, tapi tangannya dicekal oleh Satya. "Cukup, bro!" Kalimat singkat dari Satya membuat Ibram menyadari, memaksa bukan jalan yang terbaik.

Jika Mayang tak menyetujui permintaannya, ada Allah Sang Maha Baik. Ibram bisa meminta padaNya.

"Gue mau sholat, boleh 'kan? Gue janji nggak akan ganggu Mayang di sana." Ibram menunjuk masjid dengan tatapan matanya.

Satya mengerti, dia melepas tangan Ibram lalu merangkulnya untuk berjalan ke arah masjid keluarga mereka.

Flash back

Mayang berlari ke arah meja kerjanya dengan mata yang basah setelah melihat Ibram dan Evelyn ada pada jarak yang begitu dekat. Berdiri dengan tangan yang bertumpu pada meja, mengatur nafas agar sedikit mengurangi sesak di dadanya.

Tiba-tiba terdengar nada panggilan dari ponselnya. Terpampang nama Nenek di layar benda pipih nan pintar itu. Dia mencoba setenang mungkin sebelum menjawab panggilan.

Mayang Senja (END) ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang