[ sepuluh ]

4K 478 13
                                    

Waktu terus berjalan tanpa kita sadari, yang telah lalu tidak akan terulang dan esok belum tentu datang. Yang bisa kita lakukan sebagai makhluk adalah hanya terus berharap akan kasih sayang dariNYA dan terus menyembah padaNYA.

Tak terasa, Naya sudah bekerja selama beberapa bulan di Semarang. Arkan pun harus beberapa kali pulang-pergi Semarang-Bandung untuk mengurus pekerjaannya.

Tidak butuh waktu lama untuk Naya bisa akrab dengan lingkungan barunya, karena pada dasarnya Naya adalah orang yang ramah dan supel. Kecuali satu orang yang sangat menarik perhatiannya.

"Oke, rapat koordinasi bulanan sampai di sini dulu, tolong segera kirim laporan terbaru!"  Iky menutup rapat sore itu lalu mempersilahkan para koordinator unit untuk pulang.

"Nay mau bareng Abang atau di jemput abang ojek?"

"Abang gak usah pura-pura peduli deh! Ini siapa yang ngasih kerjaan banyak banget??" Jawab Naya sambil berkacak pinggang.

"Haha, itu pelajaran buat pegawai baru. Ya udah selesaikan nanti abang jemput sama Cut dan anak-anak, sekalian ke pesantren. Ayah Bunda mau kesini kan?"

"Hmm!" Naya hanya bergumam, matanya fokus memperhatikan seseorang yang sibuk membereskan laptop dan berkasnya.

"Matanya di jaga Nay!" Ucap Iky sambil meraup wajah Naya.

"Issshh..Abang!"

Naya masih melanjutkan pekerjaannya karena besok weekend dan ada acara keluarga, dia harus menyelesaikan pekerjaan dari Iky hari ini juga.

"Nay, mau voucher belanja dari Golden Hijjab gak?" Tanya dr.Tina pada Naya

"Gak nolak sih dok!"

"Nih, pakai aja. Suamiku udah sering beliin dari toko itu jadi koleksiku udah lumayan banyak."

"Wah kok sweet banget sih dok suaminya!" Ucap Naya dengan ekspresi mupengnya.

"Lagi pada ngeributin apa sih?" Sela Rudi-kepala bagian umum

"Vocher hijjab Pak, mau? Pakai gih buat istrinya!" Jawab dr.tina

"Alhamdulillah, saya juga baru mau cari hadiah untuk istri Dok!"

"Ya Tuhan, gini amat nasib jomblo di tengah pasangan bahagia!"

Tiba-tiba Naya merasa paling merana karena hanya dia yang masih berstatus home alone alias jomblo. Sampai ekor matanya menangkap Pak Rafli yang sejak tadi sibuk dengan laptopnya seakan tidak tertarik dengan obrolan mereka.

"Ehem, Pak Rafli gak mau beliin buat istrinya?"

Merasa di panggil, Rafli hanya menatap Naya sekilas lalu melanjutkan pekerjaannya tanpa menjawab Naya.

"Nay, jangan gitu!" Tegur Rudi

"Kan Naya cuma tanya Pak, gak salah kan beliin istri sendiri juga."

Rafli tidak memperdulikan ocehan Naya, dia memilih keluar ruangan.

"Sesabar apa istrinya punya suami kaya gitu!" Gumam Naya.

Setelah maghrib Naya baru selesai, sambil menunggu abangnya jemput dia memilih ngobrol dengan pegawai yang jaga sore itu. Entah apa yang mereka obrolkan, wajah Naya sampai memerah karena tertawa.

Tanpa sengaja Naya melihat dua orang yang sepertinya sedang bertengkar di parkir depan klinik. Naya mendekat dan ternyata Rafli beserta istrinya.

Istri Rafli menangis sambil menimang anak mereka yang tertidur lelap. Wajah Rafli tampak resah, matanya tajam menatap anaknya.

"Mas, Maafkan aku ya?" Ucap wanita itu sambil menangis.

Jiwa pahlawan Naya tidak bisa diam, dia paling tidak suka melihat lelaki kasar pada wanita.

"Aku terpaksa Mas!"
Rafli masih diam saja, matanya sudah memerah.

"Pak Rafli, jangan gitu! Kasihan istrinya dimarahi di depan umum!" Akhirnya Naya memutuskan untuk ikut membela istri Rafli.

"Mbak--"

"Sebentar Mbak, saya bantu membela haknya mbak."

"Masuk mobil!" Ucap Rafli pada wanita di depannya.

Rafli menatap tajam Naya dan sempat membuat nyali gadis itu menciut, tapi dia kembali memasang wajah angkuhnya.

"Saya tidak tahu apa masalah rumah tangga Anda, tapi Pak Rafli gak pantes bikin nangis istrinya di depan umum!"

"Pak Rafli seharusnya berterimakasih pada istrinya, dia sudah capek ngurusin anda, ngurusin anak malah di bikin nangis."
Naya terus saja berbicara tanpa jeda sampai menarik perhatian pegawai lain beruntung sedang tidak ada pasien berobat.

Beberapa pegawai sudah berusaha menenangkan Naya tapi dia sudah terlanjur emosi.

"Nanti Pak Rafli sendiri yang menyesal kalau istrinya pergi, gak betah sama Anda!"

Rahang Rafli mengeras, tangannya mengepal kencang dia memejamkan matanya untuk meredamkan amarahnya.

"Ada apa ini?" Tanya Iky yang baru datang.

Semua yang ada disitu bingung harus menjawab apa.

"Kendalikan adik kesayangan Lo!" Ucap Rafli penuh amarah saat melewati Iky.

"Kalian kembali bekerja, dan kamu Nay ayo pulang!" Titah Iky sambil menatap tajam ke arah Naya.

Pegawai yang sempat ikut berkumpul langsung bubar menempatkan diri di masing-masing bagiannya. Dan Naya masuk mobil Iky sambil menghentakkan kakinya.

Selama perjalanan pulang tidak ada yang bersuara, Syifa juga tidak berani bertanya apapun pada suaminya karena melihat wujudnya yang sudah berubah jadi Burung Hantu, kedua anaknya juga sudah tidur.

Naya yang duduk di belakang sambil memangku kepala Sean hanya sibuk melihat jalanan, dia terus beristighfar karena merasa telah bertindak berlebihan.

Sesampainya di pesantren keluarga sudah ramai, mereka sudah sampai sore tadi termasuk Arkan yang dua hari ini pulang ke Bandung.

Naya hanya bersalaman sebentar pada saudara-saudaranya lalu memilih masuk kamar. Iky dan Cut berjalan di belakangnya sambil menggendong anak-anak yang tertidur.

Setelah menidurkan anak-anaknya, Iky mengajak istrinya menemui Naya, dia butuh penjelasan. Saat memasuki kamar Naya di dalam sudah ada Bunda Biya dan Arkan.

"Arkan pergi dulu Bun!" Pamit Arkan pada bundanya.

"Mau kemana?"

"Nemenin Nazril ke stasiun jemput Salma."

"Harus kamu banget yang jemput?" Tanya Biya seolah tak ikhlas anaknya pergi.

"Bun, tolong jangan bahas dulu. Bunda istirahat ya! Arkan pergi."
Tanpa menunggu jawaban bundanya, Arkan melangkah pergi menemui Nazril. Biya hanya bisa menghela nafasnya.

Iky duduk di kursi kamar Naya dan Syifa duduk di samping mertuanya.

"Sekarang jelaskan apa yang terjadi tadi!" Ucap Iky.

Dengan ragu Naya menceritakan kejadian tadi, dari dia melihat Rafli dan istrinya bersitegang hingga dia yang ikut nimbrung dan marah-marah ke Rafli.

"Kamu beneran bilang gitu Nak?" Tanya Biya sedikit terkejut dengan tindakan Naya dan Naya hanya mengangguk lemah.

Iky memejamkan matanya mencoba menahan emosi pada adiknya ini.

"Nay kamu beneran gak tau tentang Rafli?" Tanya Syifa.

"Ya mana Naya tau Teh, orangnya sulit dijangkau. Selama ini ngobrol aja bisa di hitung jari!"

"Kenapa memang Syif?" Tanya Biya.

Syifa masih diam dia mendekati suaminya yang terlihat menahan emosi.

"Rafli itu duda Nay!"

4. FilantropisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang