PART 4

172 16 0
                                    

"Kak Wira pulang?"

Rintik dan Alaska serempak menoleh ke asal suara, di sana ada Embun yang berdiri di anak tangga dengan tas kresek hitam di tangan kanannya.

Rintik menggeleng, "Bukan! Bukan gitu! Kamu salah paham!"

"Terus yang benar seperti apa?" tanya Embun yang membuat Rintik terdiam.

"Kamu di sini dulu, ya. Aku beresin urusanku dulu sama Pak Alaska," kata Rintik, kemudian menyeret Alaska menjauh dari masjid kampus. Kebetulan hujan sudah reda sejak beberapa menit yang lalu.

"Jelaskan yang benar, Pak! Jangan mengada-ada!" pinta Rintik seraya menatap tajam Alaska.

Alaska menghela napasnya, "Saya sudah jelaskan sejelas-jelasnya tadi."

"Pak! Konyollah kalau Pak Wira pulang ke rumahnya buru-buru cuma karena kucingnya mau melahirkan! Dan dia tega ninggalin tunangannya yang nungguin dia berjam-jam di taman kampus, cuma gara-gara rencana mereka sebelumnya!" kata Rintik dengan wajah gemas.

"Tapi memang begitu kenyataannya. Wira hanya bilang seperti itu pada saya, nggak ada yang lain!" balas Alaska seraya mengacak rambutnya frustasi.

'Tin! Tin!'

Suara klakson mobil membuat perseturuan antara Alaska dan Rintik berhenti. Mereka kompak menoleh pada mobil Rubicon berwarna putih yang diketahui milik Wira Iswara.

Rintik menghela napasnya seraya menatap tak suka pada mobil itu, terlebih lagi ketika sang pengendara keluar dari mobilnya.

Alaska menunjuk ke arah sang pengendara, "Lihat! Dia pencipta permasalahan ini."

Wira berlari kecil ke arah Alaska, "Ka! Lo tahu HP gue kagak?"

"Nih!" Alaska melempar ponsel milik Wira tanpa aba-aba. Beruntungnya Wira sigap menangkap ponselnya.

"Terus__Rintik! Kok kamu ada di sini? Embun mana? Embun sama kamu enggak? Saya cariin dia daritadi. HP dia juga nggak aktif, saya tadi udah coba hubungi dia pake HP saudara saya, tapi nggak bisa," Wira kelimpungan, tubuhnya bergerak sana sini tak tenang.

"Bapak darimana saja?" tanya Rintik dengan wajah datarnya.

"Saya tadi pulang sebentar karena kucing kesayangan saya mau melahirkan, tapi dia ada kelainan, jadi saya harus bawa dia ke dokter hewan buat operasi sesar," jelas Wira dengan raut yang masih terlihat panik.

Rintik menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Wira, ternyata Alaska tak berbohong.

"Terus gimana, Pak? Kucingnya selamat, nggak?" tanya Rintik masih dengan wajah datarnya.

"Alhamdulillah selamat, anaknya tiga, lucu-lucu, kawinan persia sama anggora," jawab Wira dengan polos.

Rintik gemas, sontak ia berseru, "Kucing bapak selamat, alhamdulillah! Sahabat saya yang hampir aja sakit kalau tadi saya nggak datang menemui dia!"

Wira membelalakkan matanya terkejut, "Maksud kamu?"

"Bapak ngerti, nggak?! Karena bapak tadi buat rencana mau beli cincin pernikahan, Embun nungguin bapak berjam-jam di taman kampus! Sejak dzuhur, pak! Sampai mau maghrib begini! Bapak kemana saja?!!! Saya cemas dari tadi! Kasian Embun yang sudah menunggu bapak!"

Napas Rintik berderu, emosinya sudah sampai di ubun-ubun. Rasanya ingin ia mencakar-cakar wajah Wira, tapi itu pasti tidak akan menyelesaikan masalah.

"Saya mungkin bisa berpikir lebih tenang, Pak, kalau masalah ini tidak membuat sahabat saya sakit. Tapi bapak sudah melewati batas, Pak. Seenggaknya bila bapak tidak bisa menghubungi Embun, hubungi saya. Saya yang akan mencari Embun dan memberitahu Embun tentang informasi yang ingin bapak sampaikan. Jangan seperti ini lagi, Pak. Konyol kalau kejadian lagi, apalagi kalian sebentar lagi mau menikah. Menikah bukan mainan, Pak. Saya harap bapak mengerti," kata Rintik sebelum akhirnya memilih pergi dari hadapan Wira.

Rintik Asa [COMPLETED]Where stories live. Discover now