PART 19

167 15 2
                                    

"Iya... Rintik belum tahu, Mi. Rintik boleh nggak kalau minta waktu dua hari aja? Buat mikirin lagi soal ini," kata Rintik dengan ragu.

Nirmala mengangguk. "Bisa, dong. Nanti kalau sudah ketemu jawabannya, kasih tahu Mami sama Papi, ya. Udah ditunggu Nak Rendy soalnya," kata Nirmala dengan lembut.

Rintik pun mengangguk. Kemudian Nirmala keluar dari kamar Rintik dan tak lupa menutupnya.

Rintik menghela napasnya lirih. "Rintik bingung ya Allah!"

Kemudian ia memutuskan untuk salat istikharah.

Kemudian ia memutuskan untuk salat istikharah

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Flashback on ~

“Kak Rendy!” panggil gadis berpakaian tomboi itu pada seorang lelaki yang kini berdiri membelakanginya.

Lelaki itu menoleh ke belakang, setelah ia selesai mengobrol dengan perempuan cantik yang ada di hadapannya.

“Hai, Rin!” sapa lelaki itu dengan senyum manisnya. Gadis tomboi itu pun ikut tersenyum.

“Kak! Boleh aku ngobrol sebentar?” tanya gadis itu pada lelaki yang bernama Rendy itu.

Rendy mengangguk. “Rain! Aku ngobrol sama Rintik sebentar, ya! Kamu jangan ke mana-mana!” kata Rendy yang berpesan pada perempuan cantik yang mengobrol bersamanya tadi. Perempuan itu pun tersenyum dan mengangguk.
Kemudian Rendy dan Rintik pergi sedikit menjauh dari Rain.

“Ada apa, cantik?” tanya Rendy dengan lembut.

“Kak! Em... Itu. Aku...”

“Kamu kenapa?” tanya Rendy khawatir.

“Aku... Aku mau bilang sesuatu sama Kakak,” kata Rintik dengan ragu.

“Bilang apa? Bilang aja, aku nggak larang kamu juga, kok.”

“Aku... Rintik suka sama Kakak!” akhirnya Rintik berhasil mengungkapkan sesuatu yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat dari Rendy.

Degh!

Rendy membeku, bibirnya kelu. “Aku nggak salah dengar, kan?”

Rintik menggeleng mantap.
“Rin! Sebenarnya aku hanya anggap kamu sebagai adik aku. Bukan sebagai gadis yang aku suka.”

Rintik tersenyum getir dengan matanya yang memancarkan binar kekecewaan. Nyatanya ia harus menelan pil pahit untuk kisah cintanya. “Iya, Kak. Sebenarnya aku nggak yakin Kakak punya perasaan ini juga.”

Rendy mengangguk samar. “Aku... Pergi dulu, ya. Udah ditunggu Rain di sana, nanti kasihan dia kelamaan tunggu,” pamit Rendy yang diangguki oleh Rintik.

****

Dua bulan sudah berlalu sejak Rintik menyatakan perasaannya pada Rendy. Sampai saat ini hubungan mereka masih baik-baik saja. Rendy dan Rintik tak lagi mengungkit kejadian itu.

Hari ini Rintik ulang tahun yang ke delapan belas. Ia dan Rendy pergi ke sebuah restoran untuk merayakan ulang tahun Rintik dengan makan malam bersama. Rendy yang mengajak Rintik, bukan Rintik yang mengajak Rendy. Ia hanya menuruti ajakan Rendy saja.

“Selamat makan!” kata Rintik dengan riang. Rendy pun tersenyum samar.

Malam ini Rendy menyiapkan dinner mereka dengan baik dan juga... Sangat romantis. Rendy bahkan memesan pivate room untuk dinner mereka malam ini. Menurut Rintik, mungkin Rendy mencoba untuk mencintainya, seperti kisah cinta di novel-novel yang ia baca.

Mereka pun mulai memakan makan malam yang dihidangkan. Terkadang Rintik mengisinya dengan gurauan yang ditanggapi ringan oleh Rendy.
Hingga Rintik menyelesaikan makan malamnya. Tak lama kemudian, seorang pelayan mendekati Rintik dan memberikan secarik kertas yang dilipat.

Rintik tersenyum manis, kemudian ia membuka kertas itu dan membacanya di dalam hatinya.
“Dear Rintik,
Maaf, mungkin malam ini adalah malam terakhir aku bersama dengan dirimu.
Maaf, karena aku tak bisa membalas perasaanmu.
Ada seseorang yang aku cintai lebih dari apa pun.
Aku tahu, pasti kamu akan kecewa ketika membaca pesan ini.
Tapi inilah perasaanku yang sebenarnya.
Dan selepas malam ini juga,
Aku melepasmu.
Pergilah dan temui seseorang yang juga mencintaimu.
Jangan seperti aku,
Yang terlihat kejam karena tak membalas perasaanmu.
Aku melepasmu, Rintik.
Terima kasih telah menjadi sahabatku,
Yang selalu ada dikala suka dan dukaku.” – Rendy Algibran.

Rintik mendongak, menatap Rendy dengan tatapan mata yang tak terbaca. Rendy terkejut karena tak ada setetes air mata pun yang keluar dari mata Rintik. Rendy merasa ia sudah keterlaluan, karena ia sangat mengenal Rintik. Bila Rintik kecewa, namun tak mengeluarkan air matanya, itulah puncak kekecewaan hati Rintik.

Rintik tersenyum samar. “Iya, Kak. Tanpa Kakak minta pun saya akan pergi dari kehidupan Kakak. Dan saya minta juga pada Kakak, tolong jangan kembali ke dalam kehidupan saya.” Kata Rintik dengan wajah datar. Kemudian ia bangkit dan berlalu begitu saja, meninggalkan Rendy yang diam seribu bahasa.

Rintik Asa [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant