PART 10

175 13 0
                                    

Rintik menerawang ke langit-langit ruang tamu rumah keluarga Aurora, "Buku itu isinya tentang cerita__cerita tentang penulis itu, Rain Carnation. Banyak dia cerita tentang alam, pesona Pulau Belitung, pesona Sumba, pesona Lombok, dan wisata alam lainnya. Tapi dia juga cerita tentang seseorang yang namanya__itu nama samaran sih kayanya. Namanya itu Pangeran Es Amerika Utara. Kayanya orang itu spesial banget buat Kak Rain. Karena dia cerita banyak juga tentang Pangeran Es itu. Terus__"

"Rintik?!"

Suara seseorang yang memanggil Rintik membuat Rintik menghentikan ucapannya. Ia pun menolehkan kepalanya ke sumber suara dan terkejut ketika mendapati Widia yang duduk di kursi roda dengan Alaska yang mendorongnya.

"Tante Widia!! Assalamualaikum!" pekik Rintik terkejut, kemudian ia segera berlari ke arah Widia dan memeluk wanita paruh baya tersebut.

"Waalaikumussalam!" jawab Widia dengan senyuman lembut khas dirinya. Ia pun membalas pelukan Rintik yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri.

Rintik merenggangkan pelukannya dan menatap mata teduh Widia, "Tante apa kabar? Baik kan? Sudah sehat kan sekarang?"

"Alhamdulillah Tante baik, Sayang. Ini udah bisa duduk di kursi roda. Tante sudah lebih baik dari kemarin-kemarin. Kamu gimana?" Widia balik bertanya.

"Alhamdulillah aku baik dan sehat!" seru Rintik dengan suara riangnya.

Widia terkekeh, "Alhamdulillah kalo gitu."

"Ohh iya, Tante! Rintik bawain sesuatu buat Tante," kata Rintik ketika mengingat paperbag yang ia bawa. Kemudian ia mengambil paperbag itu yang tadi ia letakkan di atas meja, lalu memberikannya pada Widia.

"Tan! Semoga itu bisa mengobati keinginan Tante buat traveling lagi. Untuk sementara Rintik baru bisa kasih yang Rintik punya, Rintik belum pernah ke Alaska. Tapi nanti kalau Rintik ke Alaska, inshaallah Rintik bakalan bawain kado spesial buat Tante," kata Rintik seraya memandang wajah Widia yang memerah menahan tangis haru.

"Terimakasih, nak. Tante senang sekali dapat ini dari kamu," kata Widia dengan tulus.

Rintik menganggukkan kepalanya seraya tersenyum manis.

Kemudian ia melihat jam tangan di pergelangan tangannya. "Aduh, Tan. Kayanya Rintik nggak bisa lama-lama di sini, soalnya sudah malam. Rintik harus pulang nanti dimarahin Mami, soalnya Maminya Rintik sering banget telepon Rintik pakai telepon rumah buat ngecek keberadaan Rintik," kata Rintik dengan raut sendu. Sejujurnya ia masih ingin di sini, mengobrol bersama dengan Widia dan Aurora.

"Nggakpapa, nak. Besok bisa main lagi ke rumah Tante kalau ada waktu luang. Rumah Tante selalu terbuka untuk kamu," kata Widia seraya memeluk Rintik kembali. Rintik pun membalas pelukannya beberapa saat sebelum mereka saling merenggangkan pelukan.

"Rintik pamit pulang dulu ya, Tan! Assalamualaikum!" pamit Rintik seraya mengecup punggung tangan Widia. Kemudian ia mengambil tas selempangnya yang tadi ia letakkan di sofa.

"Kamu tadi ke sini sama siapa?" tanya Widia penasaran.

"Tadi Rintik ke sini pakai taksi, mobil Rintik dipinjam Kakak Rintik kemarin, Tan," jawab Rintik dengan senyum tipisnya.

"Yaudah, kalau gitu biar diantar Alaska aja, ya. Ini udah malam, nggak baik kalau perempuan balik sendirian malam-malam," kata Widia memberi penawaran.

"Nggak usah, Tan. Kasihan Pak Alaska pasti capek habis kerja. Saya pulang pakai taksi aja, Tan. Nggak usah repot-repot," tolak Rintik dengan halus. Tentunya ia tidak mau Alaska mengantarnya, terutama ia mengingat bagaimana pertemuan terakhir mereka. Sesak rasanya kalau mendengarkan kembali celotehan Alaska yang membenci alam.

Rintik Asa [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora