[10; The Approval Letter]

5.9K 1K 116
                                    

'SRAK!'



Jeno yang sedang sibuk mengetik di laptopnya, mendongak, menatap orang dihadapannya dengan dahi yang mengkerut bingung. Mark Lee, kakaknya itu tiba-tiba datang ke ruang kerjanya dan melemparkan, atau lebih tepatnya membanting sebuah map coklat di hadapannya.

"Apa maksudnya ini?" Tanya Mark, matanya menatap tajam ke arah Jeno.

Jeno yang masih belum paham situasi hanya terdiam dan segera membuka Map tersebut untuk mengetahui isinya. Mata nya sedikit terbelalak, namun sedetik kemudian bibirnya menyunggingkan sebuah seringaian yang sangat tipis, bahkan Mark tak menyadarinya.

"Bukan apa-apa"

"Bukan apa-apa bagaimana?! Jelas-jelas itu surat persetujuan donor Lee Jeno!"

"Lalu?"

Mendengar jawaban Jeno yang kelewat santai itu, rasanya ingin sekali Mark meninju wajah itu jika saja ia tidak ingat orang yang di hadapannya saat ini adalah adik dan keluarga satu-satunya.

"Dengar, aku menemukan itu di laci meja kerjamu saat aku ke kantor tadi"

Jeno menatap Mark dengan pandangan yang kesal. Ia kesal karena Mark dengan seenaknya menggeledah kantornya.

Jeno menyisir rambutnya ke belakang menggunakan tangannya "Sudahlah Hyung, aku tak ingin berdebat"

"Kau jelaskan dulu!" Mark menahan emosinya saat ini. Ia tak mau sampai kelepasan meninju adiknya.

Jeno bangkit dari duduknya, menatap tepat di mata Mark dengan pandangan yang tak bisa Mark artikan. Mark mengernyitkan dahinya.

"Apa?"

Jeno terkekeh geli melihat ekspresi wajah kakaknya "bukan apa-apa Hyung, santai saja, ini hanya surat persetujuan milik paman"

"Hah?" Otak Mark masih kesusahan mencerna perkataan Jeno.

"Ini milik paman Lee. Wajar saja kalau kau tak tahu, kau bahkan belum pernah bertemu paman lagi semenjak amnesia, aku ragu kau akan mengingat nama dan wajahnya" Jeno terkekeh lagi, diletakkannya kembali kertas itu ke dalam map dan dimasukkan ke dalam laci mejanya.

Mark hanya diam memperhatikan gerak-gerik Jeno. Jeno yang melihat Mark tak bergeming dari tempatnya segera mendorong kakaknya itu untuk keluar dari ruangannya.

"Aku sibuk Hyung, jika ingin mengobrol, nanti saja" tepat setelahnya, Jeno kembali masuk dan menutup pintu ruangannya, tak memperdulikan Mark yang masih kebingungan.

Mark memutuskan untuk ke kamarnya. Sesampainya disana, ia membaringkan tubuhnya di ranjang king size nya. Menatap langit-langit kamar yang sudah lama tak dilihatnya. Pikirannya berkecamuk. Rasa lelah juga ia rasakan. Ingin sekali ia tidur, tapi hantu pria tanpa mata itu masih saja mengikutinya sampai sekarang.

Mark mendudukkan dirinya, menatap tajam ke arah hantu yang sedang berdiri tak jauh darinya. Memang ia tak punya mata, tapi sosok itu seperti menatap tajam ke arah Mark, dan Mark bisa merasakannya.

"Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa terus mengikutiku?" Tanya Mark. Mark menghela nafasnya saat lagi-lagi ia tak mendapatkan respon apapun.

"Selain tak punya mata, ternyata kau juga bisu ya" Ledek Mark. Ia tak peduli jika hantu itu marah atau apa, terserah, ia lelah. Baru saja Mark membaringkan kembali tubuhnya, ia langsung mendudukkan dirinya lagi.

"Tunggu! Jika surat itu milik pamanku, dan kau yang menuntunku untuk menemukannya.." Mark menjeda kalimatnya, tak berselang lama, ia berdiri, turun dari kasurnya.

"Apa kau pamanku?!"

Mark mengambil ponsel dari saku celananya, membuka galeri dan mencermati gambar yang terpampang. Mark tidak bodoh, ia tidak akan membiarkan surat itu kembali ke tangan Jeno tanpa mengambil informasi di dalamnya. Sebelum menanyakannya pada Jeno, ia sudah memotretnya.

OBLIVION [Markhyuck] ⟨✓⟩Where stories live. Discover now