Lima : Foto Tak Asing

496 71 1
                                    

| Chapter 5 |

"Gue masih bingung, kenapa kemarin si Caya bilang ada setan di kamarnya?"

"Hmm ... mungkin aja emang beneran ada setan?"

"Tapi, orangnya bilang kalau dia nemunya kecoak, bukan setan."

"Kalau gue hitung, kalian udah ngebahas ini lebih dari lima kali lho." Caya menyilangkan tangan di depan dada. Menatap Gean dan Mala yang duduk santai di pinggir lapangan dengan botol minuman di tangan masing-masing.

Gean memberikan cengiran lebar. Lalu, menepuk ruang kosong di sampingnya. "Orangnya udah nongol nih, mending kita interogasi lagi."

Malas-malasan, Caya ikut duduk bersama dua makhluk itu. Matanya menatap lurus ke depan, di mana teman-teman sekelasnya yang lain sedang bertanding basket.

Pikirannya melayang pada kejadian kemarin sore. Remaja laki-laki yang memiliki wajah seperti Gean, suara ledakan, teriakkan, tembakan, semuanya bergaung di kepalanya saat ini. Seolah-olah sudah tertanam dan tidak bisa dihilangkan.

"Bengong mulu!" Mala menepuk bahu Caya dari belakang. Tentunya dengan agak mencondongkan tubuhnya ke samping.

Caya mendengus. Punggungnya terasa berdenyut hanya karena tepukan dari Mala. "Gue nggak bengong," sangkalnya.

"Tapi ngelamun," sahut satu-satunya sosok laki-laki di antara mereka. "Betul 'kan gue?"

"Terserah."

Perhatian mereka sejenak teralihkan pada sesuatu yang sedang terjadi di tengah lapangan. Satu sosok perempuan yang memakai setelan olahraga sedang mengangkat sebuah pot tanaman yang terbuat dari plastik ke arah seorang laki-laki bersetelan sama.

Gadis itu tampak sangat murka. Wajahnya memerah. Erangan kesal keluar dari mulutnya yang tertutup rapat.

"Si Mona kenapa?" tanya Gean, menyenggol dua gadis yang duduk menghimpitnya. "Adrian sampai dikejar-kejar gitu anjir. Serem."

"WOI, ADRIAN, SINI LO! GANTIIN DUIT GUE YANG TADI LO ROBEKIN!!"

"GUE NGGAK SENGAJA, NA! SUMPAH! SUER! DUARIUS!"

Bibir Caya mengulum. Ia merasa terhibur dengan apa yang sedang dilakukan teman-temannya itu. Apalagi saat melihat Adrian tersungkur mencium lapangan, tawanya tidak bisa dibendung lagi.

Namun, semuanya tidak berlangsung lama. Pemandangan indah yang sebelumnya tertangkap oleh indra penglihatan Caya, kini berubah menjadi pemandangan paling menyeramkan yang pernah dilihatnya.

Saat ini di sekelilingnya banyak orang berseragam tentara dengan perpaduan warna krem dan coklat tua. Di depan para tentara itu, terdapat beberapa orang pria tanpa baju yang tangannya diikat pada sebuah kayu panjang di atas mereka.

Caya memekik kencang. Oksigen tiba-tiba terasa sulit untuk dihirup. Suara tembakan pistol yang sangat menyakitkan saling sahut-menyahut bersamaan dengan tumbangnya orang-orang yang diikat itu.

Darah mengucur kebmana-mana. Cairan merah itu mulai mengalir mengikuti struktur tanah yang agak miring.

Entah mengapa, Caya merasakan sesak di bagian dadanya. Seperti ada yang menekannya dari berbagai arah. Pandangannya pun menjadi buram dan kepalanya berdenyut nyeri.

"... Caya! Cayara!"

"CAYARA GYLLIAN!"

Plak!

"Aww ...."

Caya mengerjap-ngerjap saat cahaya menyilaukan memaksa masuk ke dalam matanya. Ketika penglihatannya sudah sepenuhnya pulih, ia melihat Gean dan Mala yang sedang menatap dirinya kebingungan.

The Lost History; Indonesia [Book 1]✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora