Tujuh Belas : Tertangkap

249 47 4
                                    

| Chapter 17 |

Dar!

Mereka memekik. Saling menutupi telinga menggunakan tangan. Detik berikutnya, segerombolan pasukan tentara berseragam navy datang dengan membawa masing-masing senapan besar di tangan. Moncong senapan dihadapkan ke depan, ke arah siapa saja yang berani macam-macam. Tentara-tentara itu berisikan orang-orang Eropa.

“Bawa mereka semua!” seru seseorang. Wajahnya khas pribumi dengan tubuh yang dibalut seragam berwarna hitam yang dilengkapi hiasan rumit di beberapa bagian.

Mala spontan memeluk lengan kanan Gean. Merapatkan diri sambil menatap takut ke sekitar. Melihat senapan sebesar itu secara langsung, membuat Mala ketakutan setengah mati. Takut jika peluru itu menembus jaringan kulit tubuhnya.

“Apa-apaan ini?! Lepas!” Gean memberontak saat dirinya juga dibawa paksa oleh salah satu tentara. “Kami nggak berasal dari sini!”

Ternyata bukan hanya orang-orang pribumi tadi yang ditangkap, melainkan mereka bertiga juga. Caya diam saja ketika ditarik brutal seperti itu. Namun, otaknya terus memikirkan bagaimana nasib mereka jika tertangkap, dan bagaimana keadaan Wadi saat ini. Gean masih berusaha melepaskan diri, sedangkan Mala sudah bercucuran air mata.

Mereka semua dimasukkan ke dalam mobil bak terbuka. Dibiarkan berdiri berdesak-desakkan dengan beberapa tentara yang berjaga di bagian pintu masuk. Yang dibawa paksa oleh para tentara itu ada yang sudah tua, bahkan ada anak kecil berusia sekitar dua tahun yang sekarang sedang menangis dalam pelukan ibunya.

Di antara banyaknya orang pribumi, Caya hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya. Di sampingnya ada Mala yang diimpit juga oleh Gean. Laki-laki beriris biru itu belum mengatakan apa-apa lagi. Mungkin kelelahan karena tadi terus memberontak.

Ieu pastina suruhan si Komar,” ucap wanita paruh baya yang berdiri di depan Caya. Wajahnya memerah, tampak menahan amarah. (*)

Lamun teu salah, subuh tadi geus aya sabagian anu ditangkep,” sahut wanita paruh baya lain. (**)

Kening Caya mengerut saat mendengar percakapan itu. Kilasan ingatannya ketika bersama Wadi langsung muncul di kepalanya. Wadi pernah bilang sesuatu soal pria bernama Komarudin. Mungkinkah itu orang yang sama?

“Nasib kita gimana ini?” lirih Mala. Ia sangat menyesal telah ikut ke zaman ini. Harusnya dirinya sekarang sudah ada di rumah, makan camilan dalam toples sambil menonton TV.

Caya meletakkan jari telunjuk ke atas bibir. “Semua akan baik-baik aja, gue yakin,” desisnya pelan.

“Kalian teh dari mana? Kok, bajunya kayak begitu?” Seorang pria bertanya pada mereka bertiga. “Muka kalian oge asing. Kalian bukan budak sini, ‘nya?” (budak = anak)

Bibir Caya terkatup rapat. Apalagi Mala, gadis itu malah semakin merapatkan diri pada dua temannya. Sedangkan Gean hanya menatap pria itu, tak tahu harus menjawab apa. Kalau jujur pun, tak mungkin pria itu percaya dengan apa yang diucapkannya.

Tak lama mobil berhenti. Menyebabkan perasaan takut semakin menguar jelas dari orang-orang di dalam bak mobil tersebut. Selanjutnya mereka semua turun dengan beberapa orang dipukul di bagian pinggangnya. Gean pun nyaris dipukul, tetapi ia sudah lebih dulu mengangkat tangan dan mengatakan untuk tidak menggunakan kekerasan.

The Lost History; Indonesia [Book 1]✔Where stories live. Discover now