Bab 03

3.8K 346 45
                                    

   Di bawah sinar rembulan itu mengiringi kedua langkah kaki Nahyun yang terus berlari sekuat tenaga. Jemarinya menggenggam kuat berlian yang berhasil ia curi. Dengan napas tersengal seakan-akan seperti dikejar oleh malaikat maut Nahyun memasuki rumah reyot yang bahkan tak layak ditinggali.

Setelah menutup pintunya dengan bantingan yang kuat dan menguncinya. Kedua matanya terpejam berusaha meraih pasokan oksigen yang entah mengapa terasa menyesakkan dada. Mungkin oksigen tidak sudi memenuhi sistem respirasinya.

Tubuhnya kembali bergetar saat ingatannya terlempar pada kejadian beberapa menit lalu; ia mengingat bahwa bodyguard itu mengejarnya untung saja Nahyun pintar membuat mereka sedikit terkecoh. Walaupun tak menampik bahwa hidupnya tak lagi aman seperti sedia kala.

Berbagai pemikiran melintas di benaknya bahwa korbannya kali ini bukan orang biasa. Nahyun memang tidak pernah bertemu dengan Park Jimin sebelumnya, tetapi ia mengetahui bahwa pria itu adalah salah satu jajaran bujang terkaya di kawasan Las Vegas yang paling diminati.

"Sial," umpatnya.

Nahyun menghela napas panjang, ditatapnya berlian yang berkilauan membuatnya gelap mata sehingga membuat otaknya tidak bisa berpikir jernih. Ada keinginan untuk mengembalikan benda ini ke empunya. Bak pepatah yang mengatakan bahwa nasi sudah menjadi bubur; ia yakin jika menunjukkan diri di hadapan pria itu, entah hal mengerikan apa yang akan dilakukannya, terlebih saat Nahyun mengingat bahwa dirinya menendang kejantanannya. Sial, ia pasti akan digantung hidup-hidup.

Brak!

Bunyi gedoran di pintu membuat atensi Nahyun teralihkan. Wanita itu pucat pasi, kedua langkah ia hela untuk mengintip dari jendela membuat kedua sepasang mata dengan iris biru laut itu terbelalak.

Dengan penerangan yang hanya dipantulkan oleh cahaya bulan yang merembes masuk. Nahyun menyembunyikan tubuhnya di dalam lemari. Sejurus kemudian pintu terpelanting terbuka menampilkan tiga orang preman dengan tato yang memenuhi tubuhnya.

"Cari pelacur sialan itu!" Suara menggelegar memenuhi sudut rumah. Membuat napas Nahyun terputus-putus belum reda rasa kalut yang menderanya kini dihadapkan kembali dengan pria yang mengaku; bahwa ibunya memiliki utang cukup besar kepada lintah darat itu. Kedua matanya terpejam mengumpulkan energi untuk melawan walaupun terasa mustahil mengingat bahwa dirinya seperti daging segar di kandang singa.

Bunyi benda malang yang berjatuhan itu membuat Nahyun yakin bahwa kondisi rumah miliknya pasti sangat mengenaskan seperti tertimpa meteor.

"Kami tidak menemukan keberadaannya, Bos." lapornya. Membuat pria yang kini sedang menghisap puntung rokoknya menatap anak buahnya datar, "Kita pergi," ucapan pria itu membuat Nahyun bisa menghirup napas normal.

Ia menyeringai persis seringaian iblis yang berhasil menjatuhkan manusia ke lembah dosa. Kedua irisnya menatap lemari yang tertutup rapat sebelum memberi kode anak buahnya untuk segera keluar dari rumah reyot ini.

Lama sekali Nahyun menunggu hingga jam terus berdentang menunjukkan pukul tiga dini hari. Kedua telinganya menajam penuh antisipasi untuk mendengar apa ada suara lain dari luar sana. Sampai akhirnya Nahyun yakin tidak ada suara apapun dari luar yang ditangkap oleh indera pendengarannya.

Dengan perlahan Nahyun membuka lemari tempat ia bersembunyi. Berusaha untuk tidak mengeluarkan suara bising. Hingga kedua telinganya menangkap suara, "Oh, pemain utama kita sudah keluar dari tempat persembunyiannya, ya?" tanyanya dengan intonasi mengejek.

Dibalik remang, kedua irisnya menatap siluet tiga laki-laki yang ia kira sudah hengkang dari tempat ini. Tetapi kenyataannya ia dijebak dan seharusnya Nahyun sudah mengantisipasi hal ini. Bahwa, tidak akan semudah itu lolos di kala lintah darat itu tidak mencurigai lemari yang bahkan tidak disentuh sama sekali.

The Darkest Side Where stories live. Discover now