35. Together

966 130 52
                                    








Banyu tidak bisa memejamkan mata semalaman itu. Karena sakit di wajah, karena sakit di dada.

Mamanya seketika pucat saat melihatnya tadi, sementara papanya tidak banyak berbicara dan memapahnya menuju kamar, membantunya membersihkan memar di wajah. Banyu berkata kepada mereka bahwa ini hanya karena masalah sepele dan dia bisa mengatasinya.

"Maafin Banyu, Pa. Papa nggak usah khawatir," ujar Banyu sebelum Wishnu meninggalkannya sendiri.

     Sepanjang malam dia terjaga dengan gelisah memikirkan kembali kata-kata Brian.

     "Dinda bahagia sama lo, brengsek! Tapi lo nggak pernah sadar itu. Lo cuma mau dia ada buat lo, iya 'kan? Lo nggak pernah sadar gimana takutnya dia kalo akhirnya bukan dia orang yang lo sayang, lo ngerti itu??"

     Apa yang sebenarnya terjadi pada Adinda? Apa yang telah membuatnya berpikir sejauh itu bahwa Banyu akan menyayangi orang lain daripada dirinya? Apa yang membuat Adinda memaksakan jarak di antara mereka?

     Pertanyaan-pertanyaan itu berulang menjejali benak hingga kepalanya serasa mau meledak. Banyu terjaga hingga pagi dan orang pertama yang mengetuk pintu kamarnya adalah Bobby.

"Drun ... turun makan nggak?" tanya si sepupu setelah Banyu membukakan pintu.

"Enggak, Bob. Gue mau langsung balik ke Jakarta sama Pak Dedi."



***




     "Brian!"

     Pemuda itu berdiri di depan pintu pagar rumah Eyang sambil melambaikan tangan sekilas pagi itu. Melangkah turun dari teras, Adinda membuka pintu pagar rendah rumahnya.

     "Dari mana?" tanya Adinda, mengerling pada vespa yang terparkir di depan teras rumah Oma Sukma, tanda bahwa semalam Brian tidak menginap.

     "Dari rumah," jawab Brian. "Mau ngajak kamu jalan-jalan."

     "Ke mana?"

     "Jalan aja."

     Itu masih sangat pagi, tapi Adinda pun menerima ajakan Brian.

      Ternyata Brian mengajaknya untuk sekedar berjalan-jalan di Braga. Setidaknya Adinda merasa terhibur setelah apa yang terjadi kemarin. Dia bersyukur bahwa selalu ada Brian yang menemaninya hingga sejauh ini.

     "Aku pikir semalem Brian nginep di tempat Oma," ujarnya di tengah langkah mereka menyusuri keramaian jalanan tersohor di kota Bandung itu.

     "Enggak kok," jawab Brian, mengulas senyum simpul.

      "Pergi sama Thomas?"

     Pemuda itu menggeleng lalu berhenti, membuat Adinda sedikit memicingkan mata menengadah menatapnya. Wajah Brian menjadi lebih serius saat menunduk bertentangan tatap dengannya.

     "Semalem aku pergi nemuin Abimanyu."

     Adinda tercekat. "Buat ... apa?"

     Brian melempar pandangan sekilas, menarik napasnya cepat, seakan tidak tahu bagaimana untuk menjawab.

     "Maafin aku, Dinda ... maaf aku udah pukulin dia."

Malam BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang