My phone stays silent
but it's like I can hear your voice
I should've known
I should've
-Duet, Nell
Wangi milik Adinda yang tertinggal tercium nyata untuk Banyu berpikir bahwa itu hanya mimpi.Tidak, dia tidak bermimpi. Adinda memang datang mencarinya.
Banyu ingat dia menyandarkan wajah di pundak kecil Adinda, merasakan hangat dan wangi dirinya dan tertidur karena itu. Tapi dia terbangun tanpa melihat Adinda di sisinya.
Dengan kantuk yang masih merekat mata, Banyu beranjak keluar dari kamar dan melihat mamanya sedang berada di ruang tengah, menengadah ke arahnya saat mendengar langkahnya menuruni tangga.
"Udah bangun, Mas?" tanya Wanda.
"Mama lihat Dinda?"
Mamanya pun menegakkan punggung dan menjawab, "Dinda pamit pulang tadi sama Mama."
Banyu terdiam di tempat, mengumpulkan utuh kesadarannya sementara Wanda mendekat dan memandang meneliti wajahnya. Tangannya terangkat dan menyentuh pipinya ringan lalu mengusap lembut sisi kepalanya.
"Mas ... Mas udah makin dewasa sekarang. Mama ngerti, ada hal-hal yang nggak akan Mas Banyu bagi sama Mama. Tapi Mama harap ... Mas jujur sama diri sendiri, ya."
Dia terhenyak menatap sang mama yang kini mengusap pundaknya dan menepuknya pelan. "Dinda bilang mau langsung pulang ke Bandung. Dia ke sini karena tau Mas Banyu begini."
"Maafin Banyu, Ma."
"Iya," jawab mamanya sambil kembali mengusap pipinya. "Apa pun masalahnya, selesain baik-baik ya, Mas. Karena Mama sayang sama Mas dan juga Dinda."
"Iya, Ma."
Mamanya tidak pernah berbicara seserius itu. Apalagi menyangkut masalah Adinda. Dia tidak tahu seberapa banyak mamanya tahu tentang apa yang sedang terjadi antara dirinya dan Adinda, tapi sedikit banyak hal itu pasti membuatnya ikut sedih. Sorot matanya saat menatap Banyu menunjukkan itu.
Dan rasa sesak masih begitu terasa dalam hela napas saat Banyu mencoba menghubungi Adinda. Dia hanya ingin memastikan di mana Adinda sekarang.
"Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, silakan—"
Jawaban itu bukan yang dia harapkan untuk didengar. Cemas itu kembali menggerayangi diri tapi Banyu berusaha untuk tidak berprasangka apa-apa. Mungkin Adinda butuh waktu untuk sendiri setelah semuanya.
Banyu mencoba tenang. Dia telah meninggalkan beberapa pesan untuk Adinda sebelum berangkat ke kampus keesokan hari, berharap Adinda akan menghubungi atau setidaknya membaca pesannya.
"Bim, ya ampun!" pekik Yvonne saat bertemu dengannya di depan fakultas.
Dema, yang muncul setelah Yvonne, membelalak melihatnya. "Bim, abis nyopet di mana lo?"
"Dem!" tukas Yvonne dengan tatapan membentak, tapi hanya ditanggapi decak singkat oleh Dema.
"Serius, Bim, lo kenapa?" tanya Yvonne was-was sementara meneliti wajahnya.
"Nggak papa, Von."
"Nggak papa gimana orang muka lo kayak kena stempel gini," sahut Dema.
Banyu menyeringai sekilas, mendengkuskan napas. "Karena gue rebut pacar orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Biru
Fanfiction" I wish you could hear all words I'm too afraid to say. " -Unknown Banyu, memiliki alasannya sendiri mengapa dia memilih untuk tidak mengungkapkan perasaannya secara pasti kepada Adinda, gadis yang telah 13 tahun ini berteman dengannya. Bahkan jara...