Fifteen: An Outcast & An Ally

139 65 69
                                    

OMIGOD. 

Oh. My. God. 

Dia disini. Greyson Cole benar-benar ada disini. 

"Penny..." Suaranya terdengar dekat. Aku memutar tubuhku perlahan dan seketika tidak bisa bernapas.  

Rambut pirang kecoklatannya terlihat lebih pendek dibandingkan terakhir kali aku melihatnya di bandara. Wajahnya tampak lebih maskulin dan kulitnya berubah kecoklatan, seperti orang yang kerjanya nongkrong di pinggir pantai seharian. Tubuhnya yang sebelumnya kurus terlihat lebih tegap dan kuat. Entah apa yang dia lakukan di Suriah sana, tapi terjebak di zona perang rupayanya bisa membuat tubuh seorang cowok berotot seperti model Calvin Klein. 

"Greyson..." 

"Kau..." 

Greyson dan aku berkata bersamaan. Kami berpandangan untuk beberapa detik lalu tertawa. Astaga, aku nggak sadar betapa gugupnya aku sampai detik itu.

Maksudku ini Grey, lho! Grey yang ITU. Cowok yang kuukir namanya di meja di kelas Fisika dengan tulisan 'Penny + Grey = 4eva'. Cowok yang, aku yakin banget, akan di-acc Dad menjadi jodohku.

"Ternyata kau." Suara di belakangku membuatku terperanjat. Hayden memasukkan tangannya ke saku dan menatap Grey lurus-lurus.

"King." Greyson terlihat kaget. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Matanya membulat pada Kian dan Arizona yang berdiri tidak jauh dari kami. "Whoa, ketika Anna bilang aku bakal mendapat teman relawan, tak kusangka semuanya anak Hillcrest."

"Likewise." Kian nyengir sambil mengangkat tangannya membentuk tinju, "daripada kami mesti menghabisimu di pertandingan soccer bulan depan, bagaimana kalau sekarang?"

"Apa?! Jangan!" Seruku panik, merentangkan tangan lebar-lebar di depan Grey seperti mama beruang yang merasa bayinya terancam.

Sudah cukup aku menyaksikan Miles ditancapkan di dinding dan di panah. Aku sudah tahu dari dulu bahwa anak-anak Hillcrest memang tidak beres, tapi ternyata mereka juga psikopat.

Greyson tidak akan bertahan tiga menit kalau Hayden memberi restu teman-temannya untuk membully nya. Bukannya Greyson lemah atau apa, tapi coba lihat saja dia! Wajahnya saja sudah menggambarkan kegiatan favoritnya di hari Minggu--memberi makan kucing kampung di jalanan. Jadi mana mungkin dia bisa meninju orang?

Kian tergelak sambil mengangkat tangannya di udara, "Gee, Pen, aku cuma bercanda kali."

Hayden menunduk padaku dengan alis terangkat, "Kau kenal Cole?"

"Kita pernah..." Greyson memulai.

"Dulu kita.." kataku di saat yang sama. Lagi-lagi kami mengatakannya berbarengan. Greyson mengangkat tatapannya padaku dan tersenyum.

"Jadian."

"Sekelas." Jawabku.

Hayden dan Greyson menoleh kearahku serempak. Hayden mengerutkan alisnya sementara Grayson mengangkatnya. Wajahku sontak memerah.

"Maksudku.. kita dulu sekelas... terus jadian... lalu putus!" Tambahku cepat-cepat. Entah kenapa mengakui Greyson sebagai mantan pacarku di depan Hayden terasa awkward.

"Good." Hayden tiba-tiba merangkul bahuku dan menarikku ke sisinya, membuat jantungku nyaris lompat.

Greyson mengamatiku dan Hayden bergantian. Senyumnya berubah kaku. Panik, aku berusaha melepaskan diri dari Hayden, namun cowok itu sepertinya punya tenaga super. Alih-alih melonggarkan tangannya, Hayden malah menarikku merapat padanya sampai pipiku menempel di kausnya. 

Wanna Be Where You AreWhere stories live. Discover now