OUR SERENDIPITY 04

980 176 10
                                    


Warning: ooc, oc, mention m-preg, rated scene

Implisit (?) mature scene di seluruh chapter ini, saya ingatkan kalau ada yang tidak berkenan lebih baik di-skip aja ya yorobuun...


.


He kissed like he was drowning and I was air...


.


Blazer Jeno berhasil dilucuti saat pintu di belakang mereka tertutup rapat. Kaus hitam tanpa lengan menyusul sedetik kemudian, teronggok di atas parket kayu seolah tanpa beban. "Kau sadar dengan apa yang akan terjadi setelah ini, 'kan?" Jeno tidak mengindahkan tatap kagum Renjun pada tubuhnya. Mata sewarna karamel itu terfokus pada bilah-bilah otot kuat efek dari rajin mengencani gym-juga dojang demi mengasah kemampuan taekwondo-nya. "Masih ada waktu untuk mundur sebelum terlambat." Langkah mereka berhenti di dekat kaki ranjang besar berkanopi pada salah satu kamar di lantai atas villa.

Renjun mendesis tidak suka. "Jangan mengguruiku seolah aku anak kecil yang tak mengerti masalah orang dewasa..."

"Dengan penampilanmu, kau terlihat seperti salah satunya."

"Kuharap yang tadi itu pujian."

Jeno tertawa melihat kelebatan rasa gugup di balik kepercayaan diri yang sengaja dibesar-besarkan. Ia bisa menilai mana orang yang belum, atau sudah berpengalaman. Dan menilik dari bahasa tubuh Renjun, jelas sekali kalau dia ini murni masih perawan. Mungkin dia sering bermain solo, tapi tetap saja tidak pernah terlibat kegiatan seksual secara langsung dengan orang lain.

Jeno never did it with a virgin.

Ia selalu menganggap (ini mungkin hanya pemikirannya saja) kalau mereka membosankan, tidak bisa diajak bermain-main karena kurang pengalaman. Tapi mungkin asumsinya akan terpatahkan pada hari ini, karena ia keburu tertarik pada sosok Renjun, jauh sebelum niat meniduri pemuda itu melintas dalam kepala.

Lagipula ini bakal terjadi hanya sekali. Setelah one night stand berlalu, mereka akan menjadi orang asing pada keesokan hari. Kecuali jika Jeno meyakinkan hati untuk mengenal lebih dekat seorang Huang Renjun, begitupun sebaliknya.

"Aku pakai toiletnya dulu," gumam pelan Renjun membuyarkan perhatian Jeno dari keranjang fancy berisi kotak-kotak alat kontrasepsi dan lubrikan di atas meja tepat di sebelah tempat tidur. Baik sekali sang tuan rumah pesta masih mau mengingatkan orang lain untuk melakukan safe-se* dan menghindari risiko penyakit menular-intinya adalah agar para tamu undangan tetap baik-baik saja sepulangnya mereka dari villa.

Ketika Renjun selesai dengan urusan kamar mandi, Jeno-yang bertelanjang dada-tengah fokus pada ponsel dalam genggaman. Lelaki tampan itu menatap tajam. "Kutanya sekali lagi, kita masih bisa berhenti sebelum kau menyesali ini."

Memilih untuk tidak banyak bicara, tindakan impulsif pemuda mungil di hadapannya cukup menjadi jawaban. Pakaian yang melekat satu persatu dilepas. Kulit mulus serta kemolekan tubuh Renjun sempat membuat tenggorokan Jeno kesulitan menelan saliva. Puting dan areola-nya benar-benar merah muda, dengan pubis tipis yang tumbuh rapi di antara kedua belah paha. Jeno seperti menyaksikan langsung penampakan bidadari hendak membasuh diri di telaga berair sebening kaca.

"Suka dengan apa yang kau lihat?"

Delusi untuk melakukan hal-hal berating dewasa dengan tubuh itu mendadak buyar oleh pertanyaan retoris barusan. Bak singa menuruti kemauan pelatihnya, kepala Jeno mengangguk secepat kilat.

Our SerendipityWhere stories live. Discover now