OUR SERENDIPITY 06

975 182 24
                                    


Warning: ooc, oc, mention m-preg, rated scene

Mood song: Starlight by Taeyeon feat Dean


.


You were found like a miracle

It was loveable, I couldn't resist


.


"Aku tidak menyangka jika kita bertemu lagi dalam keadaan seperti ini. Kebetulan yang sangat aneh sekali, huh?" Jeno buka suara sesampainya mereka di lokasi pastry boutique berada. Bermacam cake atau pastry cantik aneka bentuk dan warna terpajang dalam etalase kaca. Aroma manis di sekitar mereka membuat Renjun lupa akan realita, buru-buru ia menatap sengit pada pemuda di sebelahnya.

"Kalau tahu akan begini, aku seharusnya menolak ajakan ibu sejak awal..."

Bukannya tersinggung, Jeno malah tertawa. "Awalnya-pun begitu, kukira ayah kembali mengadakan permainan kecil mengenai perjodohan untuk membuatku jera. Di luar perkiraan, kolega ayah ternyata adalah orangtuamu." Mata mereka sekilas bertemu. "Aku lega."

Bibir Renjun mengerucut, jantungnya membuat lompatan-lompatan aneh lagi dalam rongga dada. Kenapa Jeno berkata begitu? Dia bertingkah seolah malam penuh dosa mereka adalah hal biasa. Apa mungkin karena dia punya segudang pengalaman, sedangkan Renjun masih awam? Apa hanya ia yang terus kepikiran sampai-sampai membuatnya tidak nafsu makan?

"Setelah kepergian mendadakmu malam itu, aku mengira jika kau tidak menyukai apa yang telah terjadi di antara kita." Jeno berucap pelan, matanya meneliti barisan kue dengan seksama. "Padahal aku masih ingin berbincang akan banyak hal denganmu."

Telinga dan pipi Renjun memanas. "Hah? Kau pa-pasti bohong 'kan?"

"Setelah dulu kau cap sebagai kriminal, ternyata aku juga pendusta, begitu menurutmu? Katakan, apa saja yang sudah mereka ceritakan kepadamu mengenai diriku, hmm?"

Renjun segera mengalihkan wajah, seraya mengucapkan kata 'sabar' berulang kali bagaikan mantra. Kemudian ia mendengar Jeno membuat pesanan dua kotak berisi masing-masing selusin macaron dengan ketentuan pilihan kustomer sendiri, dan dua strawberry shortcake yang menjadi produk signature di sini.

"Pilih mana macaron yang kau dan ibumu sukai, lalu kita minum teh sebentar di lounge. Aku tidak menerima kata 'tidak', by the way. "

Kening Renjun mengerut dalam. Coba saja kalau pemuda seusianya masih boleh merajuk di depan publik, kaki-kakinya pasti sudah menghentak kesal dan menyebabkan keributan.

"Tapi nanti ibu mencari-"

Jeno membungkukkan tubuh ke arah Renjun, lalu berbisik. "Tidakkah kau melihat bahagia tergambar di mata mereka atas pertemuan ini? Atau kau lebih suka kalau aku membeberkan peristiwa yang terjadi di antara kita pada pesta Jaemin beberapa waktu lalu?" Sebenarnya Jeno merasa agak bersalah karena harus memakai gertak untuk membuat Renjun menurut, walaupun ia niatnya hanya bercanda agar mereka bisa bicara berdua. "Memoriku menghapal dengan baik setiap detilnya, bagaimana kau mendesa-"

"O-oke mister, berhenti sampai situ!" Tanpa sadar, kedua tangan Renjun terjulur untuk menutupi mulut Jeno. Tiga pengunjung di sekitar mereka menoleh atas kejadian barusan, namun tidak terlalu ambil pusing dan kembali pada urusan semula. "Kita ada di ruang publik, demi Tuhan! Tolong filter ucapanmu!"

Terkekeh, pemuda yang lebih tinggi menggenggam sebelah pergelangan tangan Renjun. "Kalau begitu kita setuju untuk bicara."

"Meanie, pakai ancaman agar aku mau menurutimu, ck..."

Our SerendipityWhere stories live. Discover now