35. DUA SAUDARA JAHAT

1K 157 20
                                    

Jangan terlalu percaya pada seseorang yang mengumbar janji. Kau akan sakit hati nanti.

Ree Caltha

***

Bunyi besi yang terpelanting jatuh terdengar keras sesaat setelah aku menyadari tidak terjadi apa-apa pada tubuhku.

Pelan, aku membuka mata.

"Lu aman, Na," bisik Andre yang makin mengeratkan rengkuhan.

Di balik bahunya, pandanganku terarah pada tubuh Risa yang terduduk di lantai tak jauh dari kami. Ia tampak begitu terluka. Belati Raga di genggamannya terletak beberapa meter darinya. Apa yang terjadi padanya?

Tak jauh dari posisi Risa, Rian memandang kami dengan tatapan tak suka.

Sigap, aku mendorong Andre sampai tubuhnya menabrak dinding. Ia menatapku seolah tak percaya.
Aku membuang muka. Tak sudi disentuh oleh pembunuh sepertinya, apalagi disaksikan oleh Rian.

"Kenapa lagi, Kak Andre?"

Pandanganku beralih pada Risa yang kini bangkit setelah memungut kembali belatinya.

"Sa, lu nggak usah lakuin ini," ucap Andre seraya berdiri menghampiri Risa.

"Kenapa begitu?"

Andre tampak ragu mengatakan sesuatu.

"Ibunya udah mati, buat apa lagi kita bunuh dia. Kematian ibunya udah cukup buat balas dendam."

Aku menatap Andre tajam. Dasar pembunuh.
Perkataannya membuat emosiku memuncak.
Kata-kata kasar sudah bersiap meluncur dari mulutku. Namun, Risa lebih dulu mengacungkan belatinya. Mengisyaratkan agar aku bungkam, tapi apa peduliku? Toh, nantinya juga aku akan mati.

"Diam! Nggak usah ngabisin energi!" bentaknya lalu menatapku tajam. Tak sudi melihat wajahnya, aku memilih memandang ke arah lain, tapi masih mendengarkan.

"Kok gitu sih, Kak Andre?" Suara Risa terdengar terluka.

"Ck! Ibunya udah mati, Sa. Apa itu nggak cukup, hah? Lihat sekarang, dia sendirian. Sendirian itu lebih menyedihakan daripada mati.

"Ya, walaupun begitu, Ratna kan harus mati agar tubuhnya bisa kuambil alih. Kak Andre nggak mau Risa hidup lagi?"

"Lu bisa cari tubuh lain."

Aku menarik pandangan dari jendela, menoleh pada Andre dan Risa. Di sini, aku menyaksikan kakak beradik itu berdebat dengan perasaan tak keruan. Andai bunuh diri itu seenak memakan bakso, pasti dari tadi aku sudah melompat dari jendela.

"Tapi aku maunya tubuh Kak Ratna aja!" Ia merajuk, seperti saat aku telat pulang ke rumah karena banyak bertemu hantu lain.

Risa beralih menatapku sambil mengacungkan belati ke arah leher. Aku meneguk ludah yang terasa keras seperti batu.

"Kak Ratna mau mati kan? Masa udah capek-capek potong urat nadi, tapi masih hidup? Sendirian itu menyedihkan, loh," pinta Risa setengah memohon.

"Lebih baik mati daripada hidup sendirian." Risa memandangku dengan pandangan seolah-olah melanjutkan hidupku itu percuma saja.

Aku terdiam mendengarkan.
Dia berhasil membuatku teringat pada lenganku yang masih diperban ini.

Ah, aku hampir lupa. Harusnya aku mati hari ini!

Aku menerawang ke langit-langit. Berharap ini hanya sebuah mimpi. Mimpi ditinggalkan Ibu sendirian di dunia ini.

"Gimana, Kak Ratna?"

HANTU ANEH (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora