17 - Landing

6.7K 1K 84
                                    

𓃹Lecturer Around Me𓃹


"Salah kamu.. Kalau tidak menerima perasaan saya."

Kali ini gue tersedak sama apa yang gue telan. Hal itu berujung gue batuk-batuk yang bukannya memelan malah semakin kencang. Dasar Pak Doyoung, udah dua kali dia bikin gue keselek gara-gara makanan.

"Minum dulu." Titahnya yang udah berdiri dari kursi dan nyerahin minuman ke gue yang dia beli tadi. Kebetulan juga udah gue minum beberapa teguk tadi.

Selepas gue minum, gue masih batuk-batuk dan ngerasa kalo nasinya masuk di hidung gue. Akhirnya gue ngambil tisu di meja dan mulai mengeluarkan apa yang ada di dalam hidung gue. Namun sebelum itu, gue mengisyaratkan Pak Doyoung buat merem atau nggak melongos ke samping dulu soalnya gue mau ngeluarin kotoran di hidung. Kalo mau sih, sekalian telinganya di tutup biar nggak denger gue lagi ngeluarin ingus.

"Nggak apa-apa. Keluarin aja. Pasti sakit." Ujarnya tanpa mengindahkan isyarat gue.

Gue pun dengan amat terpaksa ngeluarin ingus dan ternyata bener aja, ada beberapa butir nasi yang ikutan ke bawa. Pantesan sakit banget. Mana batuk gue belum reda-reda lagi.

Mau tak mau dengan kondisi perut yang udah kenyang banget sama air, gue mencoba minum lagi buat ngeredain batuk gue yang sepertinya akan selesai.

Satu detik, dua detik, tiga detik, gue hanya batuk sekali abis itu udah nggak batuk lagi.

Syukurlah..

Gue kontan berdiri dan mendekat ke arah Pak Doyoung. Kemudian langkah selanjutnya gue menarik telinganya tanpa perasaan.


"Kurang ajar banget ya kamu, Kak. Untung aku masih hidup. Coba aja aku mati, pasti orang pertama yang aku gentayangin itu kakak. Nggak habis pikir ih, orang lagi ngomong malah gombal mulu daritadi. Situ enak makannya cepet. Lah aku kan harus dikunyah tiga puluh dua kali dulu." Omel gue sembari menjewer telinganya dengan bar-bar. Lagian siapa suruh daritadi ngomongnya nggak jelas.


"Adududuh, ishh, sakit Reya! Lepasin nggak!"

"Nggak bakal aku lepasin sampai telinga kakak putus."

"Aw aw! Hhsss.. Sakit, Reya! Ampun! Iya saya minta maaf."

"Maaf nggak diterima. Enak aja bilang maaf, sendirinya bikin aku kekenyangan gara-gara minum air terus. Nah itu makanan sisa aku mau dibuang gitu? Mubadzir tau nggak." Ucap gue dengan nada tinggi sembari menjewer telinganya lebih tinggi lagi yang membuat Pak Doyoung meraih jari-jari gue agar terlepas dari telinganya.

"Berhenti, Reya! Kamu nggak tau? Ini sakit banget." Keluh Pak Doyoung yang ternyata tindakan tadi nggak bisa ngebuat gue ngelepasin jeweran di telinganya.

"Reya, nanti dilihatin banyak orang."

"Nggak ada orang, sepi tuh." Ucap gue sembari menatap ke sekeliling.

Iya, beberapa pengunjung tadi udahan makannya. Sekarang tinggalah bangku gue sama Pak Doyoung, dan dua perempuan yang ngambil duduk dua kursi dari tempat gue.

Gimana nggak sepi, orang mall nya emang kecil, di tambah bukan hari libur, plus malam lagi.

"Lepasin duluㅡaw Reya, sakit." Racau Pak Doyoung yang kali ini hampir membuat jari-jari gue terlepas dari telinganya.

"Nggak mau! Bayar dulu."

"I-iya, saya bayar. Tapi lepasin dulu."

"Bayarnya, kakak harus keselek juga. Kalo bisa nasinya harus masuk hidung juga. Nggak mau tau. Kalo nggak mau, ini telinga beneran copot loh dari tempatnya." Ujar gue menakut-nakuti yang membuat Pak Doyoung dengan sigap menarik kedua tangan gue dan digenggamnya dengan erat hanya memakai satu tangannya aja.

"Ih! Apa-apaan sih." Gue mencoba melepaskan diri dari genggaman Pak Doyoung. Nggak sakit sih, kan cuma digenggam doang. Tapi, gue deg deg an banget.

"Diem atau saya cium kamu."

Gue buru-buru diam dengan mata terbuka lebar. Sepenuhnya nggak percaya kalo kata itu keluar dari mulut Pak Doyoung. Gue refleks bergidik ngeri sembari melepaskan tangan gue dari genggamannya. Namun, alih-alih terbebas dua-duanya, Pak Doyoung cuma ngelepas tangan kiri gue aja. Sedangkan tangan kanan gue sekarang masih beliau pegang sambil ibu jarinya mengelus punggung tangan kanan gue dengan pelan.


"Reya.." Sontak gue langsung memalingkan muka ke samping. Posisinya gue masih berdiri di sampingnya. Sedangkan Pak Doyoung duduk di kursinya dengan tubuhnya yang menghadap ke gue sepenuhnya.


"Nggak! Nggak! Nggak boleh lihat!" Ucap gue sembari menutup muka pake tangan gue yang bebas dari genggamannya.


"Reya.."



"Aaaaaaaaaa.." Gue menutup salah satu telinga gue dengan tangan kiri sambil mengeluarkan suara biar nggak denger apa yang diomongin Pak Doyoung.



"Sayang.."



Dua kali ini gue dipanggil sayang. Kayanya gue mau pulang aja deh.


𓃹Lecturer Around Me𓃹

Pendek? Hshshshshs kasih aku 100 votes buat double up

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pendek? Hshshshshs kasih aku 100 votes buat double up. Mau nggak?

LECTURER AROUND METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang