24. Z Star

542 108 19
                                    


Setelah selesai bersiap-siap, Reline pun menuju ke dapur. Di sana tampak Gevan duduk dengan mamanya sambil mengobrol akrab. Entah apa yang menjadi topik perbincangan mereka, tetapi keduanya berbicara dengan semangat dan seru sekali. Di atas meja pun tersaji minuman dan kue.

"Eh, Reline udah siap!"

Wajah mamanya ceria, terlihat bersemangat walau terkesan memaksakan di matanya karena tidak biasanya mamanya seperti itu.

Gevan langsung mengalihkan atensinya, memandang Reline. Gadis itu memakai sweter oversize merah muda, dengan jelana jeans putih dan sepatu kets. Beserta jilbab senada dengan warna sweter.

"Mau gue colok tu mata?"

Saat Gevan tersadar, Reline sudah duduk di dekatnya sambil menodongkan pisau. Ia refleks mundur.

"Reline! Kamu baik-baik dong sama Gevan. Jangan kasar, ah," protes Mama Reline sedikit marah. "Gevan udah baik-baik datang ke sini."

Pisau itu kembali ditaruh Reline di dekat kue. Ia tersenyum canggung ke arah mamanya.

"Ya, udah, sekarang Gevan sama Reline pergi, ya. Ntar cuacanya buruk lagi." Senyuman di bibirnya mengembang.

***

"Lu kenapa belum hubungi gue, sih?" tanya Gevan sambil menoleh ke arah Reline yang duduk di dekat jendela bus. Ya, saat ini mereka sudah berada di dalam bus. "Guekan udah ngasih nomor ponsel. Ya, dihubungi kek, telepon atau kirim pesan gitu. Kirim emoji jempol juga gak apa-apa udah senang gue."

Reline tidak mengalihkan pandangannya dari jendela. Ia melihat pemandangan luar yang berlalu di penglihatannya. "Mama sita ponsel sama dompet gue. Sekarang aja gue gak megang duit sama sekali. Masa gue disuruh keluar begini," jelasnya tanpa emosi.

Gevan sedikit terkejut. Beruntung Reline tidak menatapnya, jika iya, pasti gadis itu heran mengapa ia terkejut. Pasalnya, ia juga tidak membawa dompet. Bukannya sengaja, tadi ia buru-buru ke rumah gadis itu bermodalkan kartu transportasi tanpa membawa tas karena hujan. Ia benar-benar lupa kalau dompetnya berada di dalam tas yang ditinggalkan di loker.

"Kenapa lu diam?" tanya Reline sambil menoleh, menatap wajah pria di sampingnya. "Gue gak minta duit lu, kok!" serunya.

"Enggak gitu," kata Gevan cepat. "Gue pikir lu gak mau menghubungi gue," elaknya.

"Ya, emang enggak, sih," balas Reline cuek. "Untuk apa?" tanyanya datar.

Untuk apa?

Untuk apa?

Dua kata itu menyentak Gevan. Ia mengembuskan napas berat. "Yuk, turun," ajaknya ketika bus berhenti di halte pusat kota.

Reline mengernyit. Namun, ia turut mengikuti langkah pria itu yang turun dari bus.

Mereka pun berjalan berdampingan di trotoar yang sangat lebar. Gedung-gedung tinggi yang diselipi pepohonan, banyak berjajar memenuhi pandangan mereka.

"Kita ngapain ke pusat kota?" tanya Reline sambil menyisir pandangan, melihat orang-orang sibuk berlalu-lalang.

Gevan menggedikkan bahu. "Mau ke mana lagi? Di sinikan ramai. Mau lihat Monas?"

"Enggak. Gue lihat lu aja udah senang," jawab Reline asal. Ia hanya berkata asal, tetapi Gevan cukup gugup karena mendengarnya. Mereka terus berjalan pelan, sambil menikmati suasana. "Oya, kok mama gue bisa baik banget sama lu?" tanyanya serius.

"Ya, karena apa lagi, udah pasti."

"Apa?" Terlihat jelas ekspresi penasaran terpancar dari wajahnya saat ini.

B A B E G I (✅)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant