BAB 7 : Seorang Ibu!

3.4K 147 0
                                    

.

.

.

.

.

"Jangan memasang muka galak seperti itu, kau terlihat mengerikan." Rissa melirik takut-takut memberanikan diri membuka suara di tengah ketegangan yang terjadi ketika mereka sudah berada di dalam mobil. Raut muka Devan tidak bisa dikatakan baik, aura gelap jelas mendominasi pria itu.

"Kenapa kau tidak memberitahuku tentang semua rumor buruk itu?" ujar Devan menatap tajam Rissa, kedua alisnya saling menyatu menunjukkan ekspresi serius. "Untuk apa? Aku tidak menganggapnya serius." jawab Rissa sambil memalingkan wajah ke arah lain.

Devan mendengus keras, "Kau tidak berhak mendapat cibiran dan semua omongan buruk itu, yang terjadi padamu itu adalah kesalahanku." Suara geraman keluar dari mulut Devan, tangannya meremat kuat setir mobil seakan ingin melampiaskan amarahnya yang tertahan. Dia yang menyebabkan semua ini, dan dia tidak menerima kalau Rissa yang harus menanggung segala omongan buruk itu. Dia marah pada orang-orang itu yang berani mengomentari kehidupan orang lain, tanpa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Mereka seenaknya bicara tanpa berpikir.

Rissa yang merasakan emosi Devan bisa meledak kapan saja, dia lalu berujar pelan dengan nada jenaka untuk menangkan pria itu. "Sudah berhenti marah-marah, kau bisa kena darah tinggi nanti."

Devan tidak menjawab apapun, mendekatkan tubuhnya ke arah Rissa, lalu memasangkan seatbelt (sabuk pengaman) pada tubuh Rissa. Tindakan yang dilakukan Devan membuat Rissa terkesiap dan menegang kikuk. Setelah seatbelt itu terpasang sempurna, Devan kemudian menyalakan mesin mobil dan mengemudikannya. Sedangkan Rissa menghempus nafas pelan dari mulut, mencoba menetralkan ekspresi wajahnya yang tampak tegang.

Saat di perjalanan pulang, jalanan ke arah rumah tampak macet. Ada beberapa mobil yang berhenti, dan menghalangi kendaraan lain, termasuk mobil yang dikendarai Devan. Dibunyikannya tlakson berulang-ulang. Namun tidak digubris. Devan menggerang kesal. "Kau tunggu di sini, aku akan mengecheknya." Devan memutuskan turun dari mobil.

Lima menit berlalu... Devan belum kembali, dan membuat Rissa badmood sebab menunggu. Rissa melihat jam di ponsel, sebelum kemudian memutuskan untuk menyusul keluar, berjalan dan melihat ada beberapa kerumunan orang di pinggir jalan. Rissa mendekati kerumunan tersebut, dan mata Rissa membelalak kaget, menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua tangannya, menyaksikan apa yang terjadi di hadapannya itu.

oOo

[Devan POV]

Sebelum ini aku datang untuk mengecheck situasi apa yang menyebabkan kemecatan yang terjadi. Aku ingin marah dan meneriaki orang yang telah membuat mobil-mobil berjejejer merayap seperti semut memenuhi jalan. Namun sayangnya emosiku harus tertelan di tenggorokan, begitu aku di hadapkan dengan sosok ibu hamil yang tergeletak di pikir jalan dan di kerumuni orang-orang yang tampaknya bingung ingin membantu, tapi sepertinya mereka tidak tahu harus bagaimana.

Aku segera menghampiri wanita itu dan berjongkok di sisinya. "Apa sudah ada yang menghubungi rumah sakit?" Aku setengah berteriak ketika bertanya hal itu. Kulihat wanita hamil menggerang kesakitan sambil memegangi perutnya.

"Ambulance akan datang dalam 20 menit." seru salah satu orang yang ada di kerumunan itu, sementara yang lain hanya berdiri dan melihat, tidak tahu harus perbuat apa. "Aarghh, sakit! Tolong, bayiku akan lahir!" Ibu hamil ini semakin mengerang kesakitan, dan instingku sebagai seorang dokter menyuruh untuk segera memeriksa kondisinya.

EDELWEISS (1-END)Where stories live. Discover now