BAB 18 : Kangen!

2.2K 149 5
                                    

.

.

.

.

Mobil Devan memasuki halaman parkir. Begitu keluar dari dalam mobil, Devan setengah berlari masuk ke dalam gedung rumah sakit. Langkah kakinya yang tergesa-gesa panik, menuju kamar rawat Inthan. "Di mana Inthan?" tanya Devan sampainya di sana hal pertama yang menyambut pandangannya adalah Bagas yang tengah berdiri di depan pintu kamar mandi yang tertutup.

"Dia mengunci diri di dalam." Bagas terlihat cemas, dia tidak bisa berbuat apapun saat ini selain meminta bantuan Devan agar mau membujuk Inthan untuk keluar. "Inthan buka pintunya, di sini ada Devan!" Bagas berseru sambil mengetuk berulang kali pintu di hadapannya.

"Kumohon Inthan, mari kita bicara." ujar Devan bersuara. Namun tidak dihiraukan sama sekali oleh orang di dalam sana, yang terdengar hanya gemericik air yang dinyalakan. Bagas dan Devan saling berpandangan, sebelum akhirnya Bagas menganggukkan kepalanya setuju. Devan melangkah mundur, membuat ancang-ancang.

BRUK!
Suara itu terdengar nyaring, Devan berhasil mendobrak pintu itu hingga terbuka. Kedua matanya membola lebar, menepis pisau yang hampir saja mengiris pergelangan tangan Inthan. "Apa yang kau lakukan?" sentak Inthan, dan ketika dia mengangkat wajah, matanya menatap kaget ke arah Devan. Pisau yang berada di genggamannya tadi sudah terlepas dan terlempar jauh.

"Sudah tidak ada alasan lagi bagiku untuk hidup! Kau sudah tidak lagi mencintaiku, lalu untuk apa aku bertahan?" Inthan meraung histris, dengan air mata di wajahnya.

Devan langsung meraih tubuh itu, dan memeluknya. "Jangan melakukan hal bodoh seperti ini, atau aku akan sangat marah padamu!" ucap Devan, sedangkan Inthan menangis keras dengan bahu bergetar. "Tenanglah, aku ada bersamamu." Devan mengelus punggung Inthan, sampai benar-benar tenang.

Inthan jatuh pingsan setelah menangis terseduh-seduh, Devan membopongnya ke ranjang rumah sakit, dan memeriksa kondisinya. Bagas terlihat panik dan khawatir, namun Devan mencoba menenangkannya dengan mengatakan Inthan akan baik-baik saja setelah beristirahat. "Syukurlah, tidak terjadi hal buruk." Bagas menghela nafas lega, dia sangat takut saat membayangkan kemungkinan terburuk bisa saja terjadi.

"Aku tidak mengira, Inthan akan senekat ini." Devan merasa tak habis pikir dengan apa yang baru diperbuat Inthan. "Selama ini dia berjuang keras untuk sembuh, agar dia bisa kembali lagi padamu. Tidak mudah bagi Inthan melewati itu semua." ungkap Bagas, sorot matanya menatap sedih paras pucat Inthan yang memejamkan mata.

Lalu pandangannya beralih ke Devan, sebelum melanjutkan kalimatnya, "Tapi ketika dia kembali ke sini, kau justru sudah menikah dengan orang lain. Di tambah dengan penyakitnya kambuh lagi, mungkin itulah alasan mengapa Inthan menjadi seperti ini." jelasnya merasa prihatin. Hatinya juga ikut merasa sakit melihat keadaan Inthan yang memburuk.

Devan terdiam tak bersuara, menundukkan wajahnya. Mendadak dirinya dihinggapi perasaan bersalah.

oOo

"Turunlah, tante sudah siapkan makanan di bawah." ujar Diana lembut, sesaat setelah membuka pintu kamar Rissa dan melangkah masuk ke dalam. Rissa mengangguk paham, bangun dari posisinya saat ini, sembari membenahi baju depannya yang sedikit terbuka sehabis menyusui Bima yang sekarang sudah tertidur pulas.

Rissa menyantap makanannya dengan tenang di meja makan, di temani Diana yang duduk tenang memperhatikan. Suap demi suap nasi dan lauk masuk ke dalam mulut Rissa yang mengunyah dalam diam. "Tambah lagi ya?" Diana mengambil sepotong daging dan meletakkannya di piring Rissa.

EDELWEISS (1-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang