BAB 21 : Tentang Kita (END)

4.5K 167 12
                                    

.

.

.

.

"Aku sangat mencintaimu!" Devan mengulang kalimatnya, kali ini dengan intonasi rendah dan dalam, sampai-sampai Rissa bisa merasakan nafas pria itu yang menerpa wajahnya. Devan memajukan lagi bibirnya, untuk kembali memangut bibir Rissa. Melumatnya, mengecap rasanya dengan sangat lembut dan dalam. Menyampaikan perasaan yang sebenarnya. Rissa membalas ciuman yang diberikan Devan, tangannya bertengger di pundak pria itu.

Dan ketika ciuman itu makin panas, Devan teringat sesuatu. Dia kemudian melepaskan bibir Rissa dan mengambil sesuatu di dalam saku celananya dan menunjukkannya kepada Rissa yang mengerjabkan matanya, menatap sebuah kalung yang menjutai di depan wajahnya. Mendongak sedikit untuk melihat Devan yang tersenyum menggenggam kalung itu di tangan kanannya.

"Malam itu aku ingin memberikan ini padamu. Apa kau mau menerimanya?" tanya Devan setengah ragu, takut jika pilihannya salah dan Rissa tidak menyukainya. "Sangat cantik." Rissa memandangi bandul mungil yang terpasang di kalung putih tersebut, berkilau dan memanjakan mata. Rissa tersenyum menatap suaminya, "Aku suka. Bisakah kau memasangkannya untukku?"

Devan mengangguk, merasa lega melihat Rissa yang tampak senang dengan hadiah itu. Dengan senyum bahagia, perlahan mengulurkan tangan untuk memasangkan kalung di tangannya ke leher Rissa. "Ini sangat cantik. Terima kasih." Dan kalimat itu di akhiri dengan sebuah kecupan lembut di pipi Devan.

Tindakan yang dilakukan Rissa membuat Devan terpancing lagi untuk melumat kembali bibir wanita itu, memegang dagunya dengan sebelah tangan menekan lebih dalam bibirnya untuk mendapatkan ciuman yang lebih banyak.

"Sepertinya aku datang di saat yang tidak tepat." Sebuah suara seseorang membuat keduanya terpaksa berhenti. Devan menjauh dari Rissa dan matanya tajam ke arah Aldo yang sudah berdiri di ambang pintu melihat apa yang mereka lakukan tadi. "Harusnya kau ketuk dulu pintu itu.*

"Saudara Devan yang terhormat, seharusnya anda paham bahwa di situasi seperti ini, mohon sekiranya di tahan dulu keinginan untuk menyentuh istrinya anda." Aldo berbicara dengan gaya formalnya, berjalan mendekat. Sindiran tersebut berhasil membuat Rissa memerah.

"Tutup mulutmu!" pekik Devan, sambil melingkari leher Aldo dengan lengannya seakan akan mencekiknya. Aldo cuma tertawa saja melihat reaksi Devan yang berhasil dia goda.

"Omong-omong, boleh aku meminta nomor Tasya?" ucap Aldo dengan senyum konyolnya.

oOo

Keadaan Rissa makin membaik, walaupun masih membutuhkan waktu sampai benar-benar pulih seperti sediakala. Paginya, begitu mendengar Rissa siuman, Adrian dan Diana langsung ke rumah sakit, membawa serta Bima yang tampak sangat senang ketika bertemu dengan ibunya.

"Tante sangat lega." ujar Diana dengan mata berembun, merasa begitu bersyukur pada Tuhan karena mengabulkan doanya, dan masih menyelamatkan Rissa "Paman berharap hal seperti ini jangan sampai terjadi lagi." imbuh Adrian, tangannya membelai kepala Rissa dengan penuh kasih sayang. Adrian merasa hampir gila ketika membayangkan akan kehilangan keponakkannya ini.

"Maaf, sudah membuat semua orang khawatir." sesal Rissa, menatap Adrian dan Diana. "Kau pasti merindukan ibu ya, nak?" Rissa berkata pada putra kecilnya yang tengah dia pangku. Bayi gembul itu mendongak menatap Rissa dengan tawa kecil di bibirnya seolah tahu bahwa ibunya telah kembali.

EDELWEISS (1-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang