BAB 10 || KETENANGAN YANG TERUSIK

3.7K 285 11
                                    

Raissa sedang berada di lift menuju lantai sembilan usai melaksanakan shalat dzuhur di musholla perusahaan.

Ia hanya seorang diri di dalam sana setelah Tiara dan beberapa orang yang bersamanya di lift tadi keluar dan berhenti di lantai di mana ruang kerja mereka berada.

Lift baru saja melewati lantai enam ketika tiba-tiba Raissa kembali teringat dengan percakapannya bersama Tiara setelah keluar dari kantin hingga mereka tiba di musholla perusahaan.

Tadi setelah Alexa keluar dari kantin mengikuti Pak Prabu barulah Raissa sadar bahwa perdebatan yang melibatkan dirinya, Tiara, dan Alexa ternyata mengundang perhatian seluruh orang yang berada di sana. Karena merasa malu menjadi pusat perhatian Raissa sampai lupa membayar makanannya di kasir sebab buru-buru menarik Tiara keluar. Jadinya ia harus kembali ke kantin usai melaksanakan shalat dzuhur untuk membayar makanan mereka sekaligus meminta maaf karena kecerobohannya.

Tapi, bukan hal itu yang penting melainkan topik pembicaraannya bersama Tiara dengan Alexa sebagai objek. Ternyata Alexa menjabat sebagai kepala divisi pemasaran dan yang lebih mengejutkannya lagi Alexa adalah anak dari Pak Prabu.

"Sebenarnya dia gak pantas jadi kepala divisi, kerjanya nol. Tapi, karna Pak Prabu adalah ayahnya semua bisa dimanipulasi," ujar Tiara menggebu saat menjelaskan kepada Raissa sesaat setelah mereka keluar dari kantin perusahaan.

Tiara juga mengatakan bahwa Alexa melamar pekerjaan dan diterima bersamaan dengan dirinya. Awalnya Alexa hanya staff biasa seperti Tiara, penempatannya pada divisi pemasaran. Tapi, setelah enam bulan bekerja ia langsung diangkat menjadi kepala divisi di bidang itu. Hal yang sempat membuat beberapa staff heran sebab pekerjaan perempuan itu kadang tidak maksimal dan lebih cenderung banyak melakukan kesalahan. Tapi, mengingat bahwa kepala HRD perusahaan itu adalah ayahnya, tidak ada yang berani protes. Para staff memilih diam dan fokus pada pekerjaan mereka masing-masing.

"Dia itu genit, seperti tante-tante yang suka godain brondong. Udah tau kalau Pak Atha itu setahun lebih muda darinya, masih aja suka cari perhatian. Satu perusahaan juga tau kalau Alexa suka sama Pak Atha," lanjut Tiara ketika mereka sudah memasuki area musholla.

"Kamu gak manggil dia Mbak, kan lebih tua." Saat itu Raissa masih menanggapi dengan santai meski Alexa sudah berbuat tidak baik padanya dengan melayangkan tuduhan tidak buruk.

"Aku bakal sopan sama orang yang bisa jaga ucapannya aja. Kalau sama Alexa sih gak mempan. Dia orangnya nyolotan dan manja," jawab Tiara.

"Astagfirullah, Ra." Raissa tidak menyangka jika Tiara bisa sekesal itu dengan Alexa.

"Gak usah terlalu kamu pikirin ancaman Alexa tadi. Dia itu cuma berani menggertak, gak bakal bertindak karna Pak Prabu gak bakal tinggal diam liat anaknya buat masalah," lanjut Tiara ketika mereka memasuki tempat wudhu.

"Bukannya Pak Prabu bakal belain Mbak Alexa dalam keadaan apapun?" Raissa bertanya.

"Gak selalu. Perbandingannya lima puluh persen lah. Memang benar kalau Pak Prabu itu adalah ayahnya, dan seorang ayah yang baik pasti bakal ngelakuin apapun demi anaknya, membelanya sekuat tenaga walau harus melukai egonya sendiri. Tapi, jangan lupakan tanggung jawabnya juga sebagai kepala HRD, Pak Prabu punya tanggung jawab untuk bersikap adil. Gak peduli jika pun itu adalah anaknya tetap harus mendapat minimal teguran kalau berbuat salah." Itulah percakapan terakhir antara Tiara dan Raissa sebelum mereka melaksanakan shalat dzuhur berjamaah.

CINTA MASA LALU (REPOST)Where stories live. Discover now