bagian 16| surat dari Bunda

3.6K 239 2
                                    

Setiap hal yang ku lalui hari ini seakan berlalu tanpa makna. Ilusi cinta kian menyebar dalam haluan tinggi, lantas sampai kapan aku akan percaya dengan espektasiku sendiri?

***

Didalam rumah bergaya kolonial yang sarat akan kemegahan dan kesan elegan itu tak seharmonis dulu, kini Sena bagai orang asing di dalam rumahnya sendiri, ia kerap melihat suasana rumah yang penuh dengan tawa namun tidak untuk dirinya.

Sena pikir Oma telah berubah namun itu hanyalah pencitraan semata, ingin menentang pun rasanya tak bisa lagi. Oma dan Aurel sudah dua minggu tinggal bersama Sena. Seperti biasa, Oma akan membeda bedakan antara cucu modelnya dan cucu sederhana seperti Sena.

Sena kembali membuka  surat hajat dari bundanya yang dititipkan melalui Oma Shela, Sena tidak tau bagaimana kronologi kematian bunda dan mengapa surat itu berada ditangan Oma, sedangkan wanita yang telah lanjut usia itu tengah berada di jakarta.

Untuk anak anak bunda: Raka dan Sena.

Maaf jika bunda tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk kalian berdua, sedangkan kalian adalah anak terbaik yang bunda punya. Bunda ingin kalian jadi anak penurut dan baik kepada semua orang, terutama kepada orang yang lebih tua dari kalian. Bunda punya satu permintaan, jangan pernah cari tau kematian Bunda, karna semua ini adalah kehendak tuhan dan jangan pernah kalian menyalahkan diri sendiri atas kematian ini.

From: Bunda❤

Air mata kembali lolos tanpa perintah, Sena sangat merindukan Bundanya, ia beranjak mengambil sebuah foto keluarga yang dibingkai sedemikian rupa, disana terdapat wanita paruh baya, seorang remaja laki laki, dan seorang gadis kecil.

"Bundaa" lirihnya pelan yang diiringi tangisan kecil.

Suara dering ponsel membuatnya menoleh, lantas mengambil handphone kemudian mengangkat nomor yang tidak diketahuinya.

"Halo" suara Sena masih serak karna terlalu banyak menangis.

"Besok gue jemput?" Tanya orang di sebrang sana, Sena sama sekali tidak mengenali suara itu, karna suara semua pria hampir mirip jika berbicara melalui telepon.

"Lo siapa?"

"Arga"

Mendengar nama itu membuat Sena spontan melihat nomor kontak, dan benar saja akhiran nomornya sama persis dengan nomor di ponsel Keisya. Sena berdehem agar suaranya kembali normal.

"Ohh, tadi lo nanyak apa?"

"Gue rasa kuping lo masih normal"

"Oke deh boleh"

"Yaudah, jangan nangis terus, lo lebih cantik kalo senyum."

Panggilan terputus sepihak. Sedangkan Sena masih mematung dengan hati yang kegirangan. Layaknya terhipnotis ia pun tersenyum lebar.

"Jantung gue!" Ucapnya masih mematung.

"Sen"

Panggilan itu membuyarkan lamunan Sena.
"Salsa, sini duduk!"

Aurel mulai mendudukkan bokongnya di diatas ranjang Sena.
"Kayak nya seneng banget, ada apaan?" Tanyanya.

"Ah gaak" elak Sena.

"Pacar kah?"

"Gak juga"

"Kalo lo punya pacar kenalin ya ke gue"

'Lo udah kenal'
"Ya pasti"

"Pacar lo ganteng gak? Baik gak?"

Sena berdiri, "dia ganteng, baik, bahkan rela ngelakuin apapun buat gue"

Rain And Tears [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang