Solidarity M Forever!
Semua tahu jika slogan itu sudah menggema dari Teknik Mesin berarti akan ada warga mesin yang baru. Ya, setiap mahasiwa baru Teknik mesin wajib mengikuti sebuah kegiatan jurusan yang bernama POROS sebelum resmi jadi warga tekni...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
'Tidak ada tokoh-tokoh hebat yang tumbuh pada kondisi nyaman, hard time make a great people.'
Seandainya kalimat motivasi itu tidak Ratna dan 102 maba Teknik mesin lain tanamkan di kepalanya, mereka mungkin tidak akan tahan lagi dengan segala tetekbengek POROS ini.
Bayangkan saja ini pukul 14.00 WITA dengan suhu 32 derajat, matahari sedang imut-imutnya dan mereka yang dijemur di tengah lapangan sambil membuat lingkaran dengan saling berangkulan satu sama lain.
"Kalian sudah tahu kesalahan kalian?" Teriakan Wako' membuat mereka makin menunduk.
"Belum tahu?" Wako' melotot, suaranya direndahkan namun bukannya terdengar ramah itu malah terdengar makin mengintimadasi.
"Duduk berdiri 25 kali sambil meneriakkan slogan Teknik Mesin!" Perintahnya membuat 103 orang di sana menghela nafas berat.
Wako' mah enak memerintah sambil berteduh di bawah pohon. Lah mereka? Sungguh kejam karena harus berperang dengan jahatnya sinar UV.
"Duduk berdiri 25 kali, mulai!"
"Mesin solidaritas harga mati! Mesin solidaritas harga mati! Mesin solidaritas harga mati! Mesin solidaritas harga mati! MESIN SOLIDARITAS HARGA MATI!"
Slogan itu bukannya makin terdengar lemah karena harus dilakukan sembali jongkok lalu berdiri namun malah terdengar makin keras dari sebelumnya.
Teriakan salah satu penghilang stress, mungkin 103 orang yang tengah dijemur bagai ikan asin itu sekalian melampiaskan stress mereka di sana.
"Capek? Panas?" Teriak Wako' yang melihat para juniornya terengah-engah, terhitung total sudah 125 kali mereka melakukannya, wajar saja jika kelelahan dan mandi keringat seperti sekarang.
"Masih mau duduk berdiri atau mau mengaku apa kesalahan kalian?"
"4589 Adam. Bisa saya berbicara?" Adam mengangkat tangannya, jidat pemuda itu penuh peluh, bibirnya kering dan wajah memerah tanda bahwa ia sudah terlalu lama di bawah matahari.
"Apa? Sudah tahu salah mu?"
"Tidak senior! Tapi ini... Ratna kasihan senior, dia perempuan—"
"Tidak ada keistimewaan mau kalian perempuan atau laki-laki kalian semua sama, kalau tidak tahu salah mu dimana duduk kembali dan tidak usah sok pahlawan!"
Bukannya Wako' yang memerintahkan tapi sorot mata tajam dan suara berat nan rendah dari Bangkit Efendylah yang menyela protes itu.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.