08.

462 86 1
                                    

Vano segera masuk menuju dapur, di sana adiknya sudah berdiri tampak menyiapkan rebusan air di atas kompor. Ia memberi tiga bungkus mie kepada adiknya kemudian meletakan sisanya di rak. Ia tersenyum menatap adiknya yang juga ikut menatap kehadirannya.

"Wah kok cepet belinya? Biasanya kan leelt?"

"Eh gak mau ya kakaKnya pulang cepat?" Goda Vano.

"Kakak belinya di swalayan deket Jalan Patimura? Masih bukak ya jam segini?"

" iya, tapi suasanya lumayan sepi sih, jadi cepet sampe rumahnya."

Vela mangut-mangut mendapt respon dari sang kakak, kini air rebusan untuk mienya sudah mendidih siap untuk di masukan mie.

"Kak Van bantu ya?"

"Iya kak , makasi."

Setelah beberapa menit berkutat dengan alat masakannya, akhirnya mereka selesai menyajikan mie goreng tersebut dan dihidangkan dalam satu mangkuk besar.

"Sekarang kakak jemput mama ya, biar Vela yang bawa mienya ke ryang tengah nanti kita makan sama-sama ya?"

"Oke siap."

Dengan wajah berbinar vela meletakan mangkok berisi mie tersebut di atas meja kaca di ruang tengah, ia juga menyiapkan tiga gelas air putih. Sembari menunggu sang mama dan kakaknya, dirinya duduk bersila di lantai yang beralaskan karpet plastik.

Vela memandang getir tiga gelas tersebut, jika dulu mereka bisa makan enak lengkap bersama ayahnya, kini keadaan sangat berbeda. Dimana kini hanya ada tiga gelas air dan makanan seadanya.

"Mama udah laper nih," celetuk Winda muncul dari balik pintu kayu itu, "Vela masa kapa itu?"

Vela tersenyum hangat melihat mamanya, "Mie ma."

Winda tersenyum, tapi kegetiran itu tampak jelas di matanya, jika dulu ia selalu mengingatkan anaknya agar tidak memakan makanan instant terus-menerus, tapi kini keadaan sudah berbeda karena takdir mereka.

"Mama mikirin apa? Ayo makan, mie buatan Vela pasti enak banget," kata Vano.

"Iya mah ayo, mienya jangan di liatin aja nanti minder."

Winda terkekeh, lamunan dan pikirannya lenyap sudah karena tingkah Vela. Dengan hati-hati Vano mendorong kursi roda itu mendekat kea rah meja, ia mengambilkan sebuah piring kaca untuk mamanya, meletakan mie disana dan memberinya pada mamanya.

Vano duduk berdampingan dengan adiknya, "yuk makan."

Vela mengangguk kencang, sedari tadi ia sangat lapar pasti akanya juga merasakan hal yang sama terlebih mamanya. Jarang-jarang mereka makan malam seperti ini. Walau mienya di bagi menjadi tiga bagian, mereka cukup merasa bersyukur karena masih bisa makan makanan sederhana yang enak di malam mini.

Kakak Osis [REVISI] END✔Where stories live. Discover now