Jika orang lain bahagia dengan lingkar sosial mereka, maka Yorim tidak. Ia hanya ingin tenang. Di mana langit biru berhenti menuntutnya. Di mana langit malam berhenti meneriakinya.
Ia mengalir bersama air, terbang bersama angin. Tak punya pegangan. Hanya berteman musik selama 24 jam. Kadang skizofrenia turut meramaikan kala manusia sudah sunyi digantikan gelap malam.
Terasa dicekik saat parasit-parasit selalu mengganggunya siang dan malam. Waktu kemarin bukanlah puncak. Alih-alih menjauhi Yorim, hari ini makin banyak yang terang-terangan memperbudak.
"Yorim, tolong kerjakan ini, dong!"
Siapa lagi kalau bukan Kwon Sena dan teman-temannya? Tahu-tahu mengerubung meja Yorim tanpa merasa bersalah.
"Tidak mau," tolak Yorim, memberi tatapan tajam.
Kwon Sena menerima sodoran susu pisang dari Shilim di sampingnya. "Susu pisang nih, buatmu."
Yorim tertawa sarkas. Bola matanya berputar merendahkan. "Aku bahkan muntah minum itu tiap hari."
Tanggapan Yorim tentu saja membuat mereka kaget. Kelas yang masih belum kedatangan guru, mulai memusatkan perhatian pada perseteruan.
Sena tentu tak menyerah. "Kalau kubantu berbaikan dengan Seunghun, mau?"
Yorim tahu, Sena hanya memancing. Dalam hati Yorim meminta maaf pada pemilik nama yang sedang tersinggung. "Aku bukan budak, Kwon Sena."
Sena tersenyum. Tangan kanannya terulur membelai rambut Yorim, sesekali surai itu ia tarik dengan sengaja. "Kau ini kenapa, hm? Biasanya mau membantu, loh."
"Sudah kubilang tidak mau," desis Yorim. Berusaha keras melepaskan jari-jari Sena, namun sulit. Justru Sena semakin liar menjambaki surai hitamnya.
Byounggon hendak melerai, namun ia dicegah oleh Hyunsuk. "Biarkan dulu, lagi seru." Byounggon mendelik, mendapati temannya sudah tak waras. Hyunsuk terkekeh, "Tenang, orang yang disakiti tak akan selemah itu."
Akhirnya, Byounggon duduk kembali. Pemalas dan penurut memang beda tipis.
Rasa perih pada kulit kepala makin menjadi. Yorim terpaksa melawan. "Sepertinya ada yang ingin belajar taekwondo denganku?"
Yorim beringsut, memutar paksa lengan Sena. Sena meringis merasakan tulangnya ngilu. Mau tak mau ia melepas jambakan pada rambut Yorim.
"Ini namanya memelintir. Kalau sudah begini, tinggal membanting badanmu saja, sih."
Sena meminta tolong, namun teman-temannya tidak ada yang berani membantu. Tak tega, Yorim menghempas Sena hingga terduduk di lantai.
"Sakit, ya? Mau merasakan yang lebih sakit daripada ditindas dan difitnah?"
"Kalian itu parasit." Yorim mengeraskan suara. Mata bulatnya mengedar ke seluruh penjuru kelas, menegaskan bahwa yang ia tatap adalah seonggok parasit. "Tiap hari mengirim soal untuk kukerjakan. Membuatku tak tidak tidur malam, lalu tanpa berterima kasih kalian buat rumor buruk. Kalian lemah, punya ambisi tapi tak bisa mengatasi sendiri. Seperti inikah cara pecundang bertahan hidup?!"
Satu tetes air lolos dari mata. Yorim melantangkan suara lalu tertawa. Ia menunjuk Sena. "Sena, seisi kelas tahunya Seunghun melukaiku. Haruskah kuberi tahu pada mereka kalau di ponselmu banyak foto Seunghun sedang tidur dan mandi?"
Seunghun membelalak tak percaya. Seisi kelas terguncang oleh pengakuan Yorim. Tak terkecuali si murid teladan Yonghee. Jinyoung yang biasanya apatis pun kini menyeringai diam-diam di kursi belakang.
Hari di mana ponsel Sena berdering berulang, itu berisi kiriman foto Seunghun. Salah seorang lelaki bertubuh gempal kemudian berseru meminta bukti.
"Kalian mau bukti? Kukirim sekarang."
Yorim mengeluarkan ponsel, namun dengan sigap ia simpan kembali saat Sena menyerang dengan histeris. Sena hendak menampar, namun urung kala Shilim mulai mengarahkan kamera ponsel. "Dia ketakutan, bukankah ini saja sudah menjadi bukti? Lagipula aku tak tega menyebar rekaman foto-foto Kak Seunghun tak pakai baju."
Sementara Seunghun mati-matian menahan emosi, Yorim mendorong Sena untuk terakhir kali. Gadis itu mendesis, "Shilim sudah merekam. Akan kupastikan kau tidak bisa bersekolah lagi!"
Konyol. Yorim memberi senyum manis ke arah kamera. "Mau melapor? Kalau begitu ...," melonggarkan dasi dari lehernya, Yorim mulai melepas atribut yang ia kenakan. "Ini dasiku, name tag, dan jas. Bawa bersamanya, supaya kau tak hanya menyebar omong kosong belaka. Lakukan sesukamu, aku tak peduli."
Yorim melangkah ke luar kelas. Ia berhenti di depan pintu saat netranya menatap papan angka. "Kelas 12-3... berkesan sekali bisa gabung di sini, banyak pecundang."
Lee Yorim kemudian benar-benar berlalu dari sana.
Seisi kelas masih terdiam saat suara tawa berasal dari kursi belakang, mampu menyita fokus mereka.
"Sepertinya kalian senang sudah membunuh mental seseorang."
Jinyoung, si kurus itu menyeringai. Hyunsuk bergidik ngeri.
Byounggon menggumam. Hampir tak terdengar, namun Yonghee masih bisa menangkap. Ucapan itu membuat Yonghee beringsut. Tergesa merebut atribut seragam Yorim dari tangan Sena, lalu berlari ke luar kelas. "Yonghee!" teriak Byounggon.
Kejutan belum berhenti. Notifikasi grup kelas berdenting, penduduk kelas menyimak. Video rekaman ponsel Sena yang berisi foto kegiatan pribadi Seunghun, baru saja dikirim oleh Yorim. Seunghun membanting kursi. Dengan dirundung kemarahan, ia keluar kelas seperti orang kesetanan.
"Aku menyusul."
Orang ketiga yang berlari ke luar kelas, Hyunsuk.
"Aku kemarin melihat Yorim menenggak obat penenang, apa dia akan baik-baik saja? Obatnya persis seperti punya kakakku," bisik Byounggon mendekati Jinyoung. Jinyoung membelalak.
Itu kalimat serupa yang didengar oleh Yonghee.
Hari ini, semua orang mendapat jatah jumpscare.
一一੭ु
Dunia sejenaka itu
Yang lemah berkuasa diri
Yang kuat membenam diri
一一੭ु
ВЫ ЧИТАЕТЕ
e x f i l t r a t e [一kim yonghee ✔
ФанфикшнSekarang hujan. Awan tak lagi segan. Manusia bagaikan saringan. Menyingkir atau tersingkirkan? jyzlizz, 2O2O start : 10.05.20 end : 28.08.20
